Followers

Monday, 21 September 2015

Hukum Perdata tentang Penyitaan



NAMA           : MIN AMRINA ROSYADA
NIM                : 152 102 054
HUKUM ACARA PERDATA
RESUME BAB VII
PENYITAAN
A.    PENGERTIAN DAN TUJUAN PENYITAAN
Penyitaan berasal dari belanda yaitu beslag, dan istilah indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.
Pengertian yang terkandung dalamnya ialah:
ð  Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara memaksa berada kedalam penjagaan
ð  Tindakan paksa penjagaan itu dilakukan secara resmi berdasarkan perintah pengadilan atau hakim.
ð  Barang yang di sita berupa barang yang disengketakan
ð  Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses pemeriksaan.
Tujuan penyitaan:
1.      Agar gugatan tidak illusoir
Tujuan utama penyitaan, agar barang harta kekayaan tergugat:
ð  Tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau penghibahan
ð  Tidak dibebani dengan sewa menyewa atau di agunkan kepada pihak ketiga
Ditinjau dari segi teknis peradilan, penyitaan atau beslag mempunyai beberapa tujuan antara lain:
ð  Merupakan upaya hukum bagi penggugat untuk menjamin dan melindungi kepentingannya atas keutuhan dan keberadaan harta kekayaan tergugat sampai putusan memperoleh kekuatan hukum tetap;
ð  Untuk menghindari tindakan iktikad buruk tergugat dengan berusaha melepaskan diri memenuhi tanggung jawab perdata yang mestinya dipikulnya atas PMH atau wanprestasi yang dilakukannya;
ð  Dengan adanya penyitaan melalui perintah pengadilan, secara hukum harta kekayaan tergugat berada dan ditempatkan di bawah penjagaan dan pengawasan pengadilan, sampai ada perintah pengangkatan atau pencabutan sita;
ð  Apabila penyitaan telah diumumkan melalui pendaftaran pada buku register kantor yang berwenang untuk itu sesuai dengan pasal 198 HIR dan Pasal 213 RBG, pada tindakan itu melekat ketentuan berikut:
1)      Larangan Pasal 199 HIR dan Pasal 215 RBG
Melarang tergugat menjual, menghibahkan, atau memindahkan barang itu dalam bentuk apapun dan kepada siapa pun.
2)      Pelarangan atas larangan itu, menimbulkan dua sisi akibat hukum:
i.        Akibat hukum dari segi perdata:
-          Jual beli atau pemindahan batal demi hukum (nuul and void)
ii.      Akibat hukum dari segi pidana:
-          Dapat diancam melakukan tindakan pidana Pasal 231 KUH Perdata, berupa kejahatan dengan segaja melepaskan barang yang telah disita menurut peraturan undang-undang yang berlaku
-          Perbuatan itu dincam dengan pidana penjara maksimal 4 tahun
2.      Objek eksekusi sudah pasti
Pada saat permohonan sita diajukan, penggugat harus menjelaskan dan menunjukan identitas barang yang hendak disita. Menjelaskan letak, jenis, ukuran, dan batas-batasanya. Atas permohonan itu pengadilan melalui juru sita memeriksa dan meneliti kebenaran identitas barang pada saat penyitaan dilakukan.

B.     BEBERAPA PRINSIP POKOK SITA
1.      Sita berdasarkan permohonan
Menurur Pasal 226 dan pasal 227 HIR atau Pasal 720 Rv maupun berdasarkan SEMA No. 5 Tahun 1975, pengabulan atas perintah pelaksaan sita, bertitik tolak dari permintaan atau permohonan penggugat. Perintah penyitaan tidak dibenarkan berdasarkan ex-officio hakim.

Bentuk permohonan
Bertitik tolak dari prinsip pemeriksaan persidangan yang dianut HIR-RBG adalah proses beracara secara lisan, dihubungkan dengan ketentuan pasal 226 dan Pasal 227 HIR, bentuk permohonan sita:
1)      Bentuk lisan (oral)
2)      Bentuk tertulis
Pasal 227 ayat (1) HIR menghendaki agar sita diajukan dalam bentuk tertulis berupa surat permintaan:
a)      Permintaan disatukan dengan surat gugatan
b)      Diajukan dalam surat tersendiri

2.      Permohonan  berdasarkan alasan
a.       Alasan sita
Menurut pasal 227 HIR maupun pasal 720 Rv, alasan pokok permintaan sita:
1)      Ada kekhawatiran atau prasangka tergugat:
ð  Mencari akal untuk menggelapkan atau mengasingkan harta kekayaannya, dan
ð  hal itu akan dilakukannya selama proses pemeriksaan perkara berlangsung
2)      kekhawatiran atau prasangka itu harus nyata dan beralasan secara objektif
b.      yang berwenang menilai alasan
penilaian atas alasan sita menjadi kewenangan hakim.
c.       Tanpa alasan sita ditolak
Jika pada sisi satu permohonan tidak didukung alasan yang objektif dan masuk akal dan pada sisi lain penyitaan itu sendiri tidak relevan dan urgen dengan isi gugatan maka terdapat dasar alasan yang cukup untuk menolak permintaan sita.
3.      Penggugat wajib menunjukan barang objek sita
Hukum memebenarkan kewajiban kepada penggugat untuk menyebut secara jelas dan satu persatu barang objek yang hendak disita.
a.       Tidak dibenarkan menyebut secara umum
Permintaan sita yang diajukan secara umum terhadap semua atau sebagian harta kekayaan tergugat, dianggap tidak memenuhi syarat.
b.      Menyebut rinci identitas yang melekat pada barang
Penyebutan identitas barang secara lengkap meliputi:
1)      jenis atau bentuk barang
2)      letak dan batas-batasnya serta ukurannya dengan ketentuan, jika tanah yang bersetifikat, cukup menyebut nomor sertifikat hak yang tercantum di dalamnya.
3)      Nama pemilik
4)      Taksiran harga
5)      Jika mengenai rekening, disebut nomor rekeningnya, pemiliknya, dan bank tempat rekening berada maupun jumlahnya
6)      Jika saham, disebut nama pemegangnya, jumlahnya, dan tempat terdaftar.
4.      Permintaan dapat diajukan sepanjang pemeriksaan sidang
Undang-undang membolehkan pengajuan sita jaminan dapat diajukan permintaannya sepanjang proses persidangan berlangsung. Dikemukakan acuan penerapan pengajuan permintaan sita yaitu:
a.       Selama belum dijatuhi putusan pada tingkat peradilan pertama
Selama proses pemeriksaan pada tingkat peradilan pertama penggugat dapat dibenarkan mengajukan permintaan sita . ketentuan batas waktu ini secara tersurat disebut dalam pasal 127 ayat (1) HIR yang mengatakan sita terhadap harta kekayaan tergugat dapat diminta selama belum dijatuhkan putusan atas perkara tersebut.
b.      Dapat diajukan selama putusan belum dieksekusi
Ketentuan ini dinyatakan dalam pasal 227 ayat (1) HIR yang berbunyi selama putusan yang mengalahkannya belum dijatuhkan eksekusinya dengan demikian selama putusan belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau selama belum di eksekusi pengguat dapat mengajukan permintaan sita atas harta kekayaan tergugat.
c.       Instansi yang berwenang memerintahkan sita
ü  Mutlak menjadi kewenangan PN, pendapat ini bertitik tolak pada pasal 197 ayat (1) HIR
ü  PT berwenang memerintahkan sita, pendapat ini didasarkan pada pasal 227 ayat (1) HIR
5.      Pengabulan berdasarkan pertimbangan objektif
Dalam penetapan pengabulan sita, haruslah jelas dan terang tercantum pertimbangan yang rasional dan objektif diantaranya:
a.       Argumentasi mengenai alasan
b.      Cara memperoleh fakta yang lebih objektif yaitu melalui proses pemeriksaan insidentil dan proses pemeriksaan pokok perkara
6.      Larangan menyita milik pihak ketiga
Proses penyelesaian suatu perkara tidak boleh menimbulkan kerugian kepada pihak ketiga yang tidak ikut menjadi pihak dalam perkara. Prinsip kontrak partai digariskan pada pasal 1340 KUH perdata.
7.      Penyitaan berdasarkan perkiraan nilai objektif dan proporsional dengan jumlah tuntutan.
Untuk menghindari tindakan penyitaan yang berlebihan perlu diperhatikan pedoman berikut:
a.       Dalam sengketa milik, penyitaan terbatas pada barang yang di sengketakan saja
b.      Dalam sengketa utang dijamin dengan barang tertentu
c.       Sita dilakukan terhadap semua harta kekayaan tergugat sampai terpenuhi jumlah tuntutan
d.      Apabila terjadi pelampauan sengketa segera dikeluarkan penetapan pengangkatan sita.
8.      Mendahulukan penyitaan barang bergerak
9.      Dilarang menyita barang-barang tertentu
Salah satu prinsip yang penting diperhatikan diatur dalam pasal 197 ayat (8) HIR atau pasal 211 RBG. Ketentuan pasal ini merupakan pengecualian terhadap asas yang diatur dalam pasal 1131 KUH perdata menurut ketentuan ini seluruh harta kekayaan debitur dapat dijadikan objek pelunasan pembayaran utangnya. Malahan ketentuan pasal 197 ayat (8) HIR memuat pengecualian berupa larangan meletakkan sita terhadap jenis barang tertentu.
10.  Penjagaan sita tidak boleh diberikan kepada penggugat
Mengenai penjagaan barang sitaan berpedoman pada ketentuan pasal 197 ayat (9) HIR atau pasal 212 RBG. Dalam ketentuan tersebut ditegakkan prinsip penjagaan brang sitaan tetap berada ditangan tergugat atau tersita.
11.  Kekuatan mengikat sita sejak diumumkan
Pengumuman berita acara sita merupakan syrat formil untuk mendukung kekuatan mengikat sita pada pihak ketiga selama belum di umumkan kekuatan formilnya baru mengikat pada pada para pihak yang bersengketa belum mengikat pada pihak ketiga.
12.  Dilarang memindahkan atau membebani barang sitaan
13.  Sita penyesuaian
14.  Larangan menyita milik Negara
Seperti terlihat pada putusan MA No. 2539 K/Pdt/1985, larangan menyita barang-barang milik Negara merujuk kepada UU Perbendaharaan Negara No. 9 Tahun 1968. Larangan itu diatur pada bagian 10 dengan judul larangan menyita uang, barang-barang milik Negara, terdiri dari pasal 65 dan 66 hanya dua pasal sehingga pengaturannya sangat singkat.
C.    SITA REVINDIKASI
1.      Pengertian
Sita revindikasi bentuknya berupa:
ü  Hanya terbatas barang bergerak yang ada ditangan orang lain (tergugat)
ü  Barang itu berada di tangan orang lain tampa hak,
2.      Urgensi sita revindikasi
Urgensi sita revindikasi berkaitan erat dengan ketentuan pasal 1977 KUH perdata. Menurut ayat (1) pasal ini:
ü  Barang siapa yang mengusai barang bergerak, dianggap sebagai pemilik yang sempurna atas barang itu
ü  Berdasarkan doktrin tersebut, untuk menghindari jatuhnya barang itu kepada pihak ketiga yang berakibat barang itu dianggap miliknya, sangat urgen meletakkan sita terhadapnya
3.      Penerapan sita revindikasi dalam transaksi tertentu
Ada beberapa pengecualian yang membolehkan sita revindikasi terhadap barang yang ada di bawah penguasaan orang alin, meskipun penguasaan itu berdasarkan titel yang sah.
a.       Dalam transaksi pinjam barang
Pasal 1751 KUH Perdatav mengatakan, jika barang itu berada di bawah penguasaan orang lain berdasarkan atas hak:
ü  Pinjam atau meminjam, dan
ü  Sebelum waktu perjanjian pinjaman habis, atas alasan mendesak dan sekonyong-konyong barang itu sangat diperlukan pemilik sendiri,
ü  Pemilik dapat meminta kepada hakim untuk memaksa peminjam (pemakai) mengembalikan barang itu kepadanya.
b.      Bedasarkan hak reklame (reclemerecht)
Hak reklame adalah tuntutan hukum untuk meminta kemabli barang yang dijual kepada pembeli atau pemegang barang, apabila pembeli tidak melunasi pemabayaran harga yang disepakati.
Cara menuntut hak reklame yang dikaitkan dengan sita revindikasi tidak diatur dalam HIR dan RBG, tetapi dijumpai dalam pasal 571 Rv, menurut pasal ini:
i.        Penuntutan hak reklame diajukan kepada ketua PN,
ii.      Pengajuan dilakukan sebelum barang itu dijual pembeli,
iii.    Kalau hak reklame diajukan setelah pembeli menjual kepada pihak ketiga , tuntutan itu harus dianggap:
ü  Bukan untuk menuntut pengembalian barang,
ü  Tetapi harus dianggap sebagai tuntutan terhadap harga pembelian barang.
4.      Syarat atau alasan pokok sita revindikasi
Syarat pokok atau alasan utama dilakukanya permintaan sita revindikasi, merujuk kepada ketentuan Pasal 226 ayat (1) HIR, pasal 714 Rv:
a.       Objek sengketa adalah barang bergerak
b.      Pemohon adalah pemilik barang
c.       Barang berada di bawah penguasaan tergugat tampa hak berdasar jual beli maupun pinjam
d.      Menyebut dengan seksama barang yang hendak disita
5.      Tata cara sita revindikasi
Menurut pasal 226 ayat (3) HIR, tata cara pelaksanaan sita revindikasi, selain tunduk kepada ketentuan 226 HIR itu sendiri, terhadapnya berlaku ketentuan umum yang diatur dalam pasal 197 HIR. Hal ini pun ditegaskan juga dalam pasal 718 Rv, bahwa dalam tata cara pelaksanaan sita revindikasi diberlakukan dengan cara, seperti penyitaan eksekusi terhadap barang-barang bergerak.
a.       Surat penetapan sita
b.      Penyitaan dilaksanakan panitera atau juru sita
c.       Memberitahukan penyitaan kepada tergugat
d.      Juru sita dibantu dua orang saksi
e.       Pelaksanaan sita dilakukan di tempat barang terletak
f.       Membuat berita acara sita
g.      Meletakkan barang sitaan di tempat semula
6.      Memanggil para pihak menghadiri siding
Ketentuan ini diatur dalam pasal 226 ayat (4) dan (5) HIR. Jika ketentuan tersebut di ikuti pelaksanaan sita revindikasi dijalankan mendahului proses pemeriksaan pokok perkara.
7.      Menyatakan sita sah dan berharga
Pasal 226 ayat (9) HIR memerintahkan hakim untuk menyatakan sita sah dan berharga apabila gugatan penggugat dikabulkan. Bertitik tolak dari ketentuan pasal ini revindikasi san dan berharga bersifat:
ü  Asesornterhadap pengabulan gugatan
ü  Kalau gugatan dikabulkan, dalam amar putusan harus terdapat dictum yang bersifat deklaratif yang menyatakan sita revindikasi san dan berharga.
8.      Menyerahkan barang kepada penggugat
Ketentuan ini ditegaskan dalam pasal 226 ayat (7) HIR. Apabila gugatan dikabulkan amar putusan harus mencantumkan dua hal:
ü  Menyatakan sita sah dan berharga, dan
ü  Memerintahkan tergugat menyerahkan barang sitaan kepada penggugat.
9.      Memerintahkan pencabutan sita apabila gugatan ditolak
Diatur dalam pasal 226 ayat (7) HIR yang menegaskan:
ü  Apabila gugatan penggugat ditolak dan sita revindikasi telah diletakkan atas barang, dan
ü  Penolakan gugatan harus dibarengi dengan amar yang bersifat perintah pencabutan penyitaan.

D.    SITA JAMINAN (CONSERVATOIR BESLAG)
1.      Pengertian dan penerapan
a.       Menyita milik tergugat untuk menjamin pembayaran utang
Pengertian sita jaminan diatur dalam pasal 227 ayat (1) HIR, pasal 261 ayat (1) RBG atau pasal 720 Rv:
ü  Menyita barang debitur selama belum dijatuhkan putusan dalam perkara tersebut;
ü  Tujuannya, agar barang itu tidak digelapkan atau diasingkan tergugat selama proses persidangan berlangsung, sehingga pada saat putusan dilaksanakan, pelunasan pembayaran utang yang dituntut penggugat dapat terpenuhi, dengan jalan menjual barang sitaan itu.
Bertitik tolak pada penggarisan pasal 227 ayat (1) HIR, penerapan sita jaminan pada dasarnya hanya terbatas pada sengketa perkara utang piutang yang ditimbulkan oleh wanprestasi.
b.      Dapat diterapkan atas tuntutan ganti rugi
Seperti yang dijelaskan, dalam arti sempit berdasarkan pasal 227 ayat (1) HIR, sita jaminan hanya dapat diterapkan dalam perkara hutang-piutang. Akan tetapi dalam praktiknya, penerapannya diperluas meliputi sengketa tuntutan ganti rugi baik yang timbul dari:
ü  Wanprestasi berdasarkan Pasal 1243 jo. Pasal 1247 KUH Perdata dalam bentuk penggantian biaya, bunga dan keuntungan yang akan diperoleh, atau
ü  Perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata, dalam bentuk genti rugi materil dan imateriil.
c.       Dapat diterapkan dalam sengketa milik
Sita jaminan ternyata telah diperluas juga meliputi sengketa hak milik atas benda tidak bergerak.
2.      Objek sita jaminan
a.       Dalam sengketa milik, terbatas atas barang yang disengketaankan
b.      Terhadap objek dalam sengketa utang atau ganti rugi
Objek sita jaminan dalam perkara utang-piutang atau ganti rugi dapat diterpakan alternatif berikut.
1)      Meliputi seluruh harta kekayaan tergugat
2)      Terbatas pada barang agunan
Jika perjanjian utang-piutang dijamin dengan agunan barang tertentu:
ü  Sita jaminan dapat langsung diletakkan di atasnya meskipun bentuknya barang tidak bergerak;
ü  Dalam perjanjian kredit yang dijamin dengan agunan barang tertentu, pada barang itu melekat sifat spesialitas yang memberi hak separatis kepada kriditor, oleh karena itu prinsip mendahulukan penyitaan barang bergerak disingkirkan oleh perjanjian kredit yang dijamin dengan agunan.
3.      Sita jaminan atas barang bergerak
Ada beberapa hal yang perlu diingat dalam penyitaan jaminan atas barang bergerak, antara lain:
a.       Barang sitaan tetap diletakkan pada tempat semula
b.      Penjagaan dan penguasaan diserahkan kepada tergugat (tersita)
c.       Tidak boleh diletakkan sita jaminan atas permintaan penggugat lain
d.      Secara kasuistis dapat dibebankan jaminan kepada penggugat
e.       Tersita berhak mengajukan bantahan
4.      Sita jaminan atas barang tidak bergerak
Selain dari ketentuan yang biasa berlaku terhadap sita pada umumnya, terdapat ketentuan yang bersifat khusus terhadap sita jaminan tidak bergerak, adalah sbb:
a.       Penjagaan barang sitaan
b.      Boleh dipakai tersita
c.       Hasil yang tumbuh setalah penyitaan
d.      Penerapan sita penyesuaian tidak mutlak
e.       Pengadilan dapat memerintahkan penggugat memberi jaminan
f.       Berhak mengajukan bantahan atau perlawanan
g.      Tersita berhak memberi barang pengganti objek sitaan
h.      Pernyataan sita jaminan sah dan berharga
5.      Penyitaan di tangan pihak ketiga
a.       Syarat permintaan sita pihak ketiga
Syarat yang mesti dipenuhi agar dapat diletakkan sita kepada pihak ketiga, dijelaskan dalam pasal 728 Rv:
1)      Barang yang hendak disita adalah milik tergugat
2)      Permintaan sita didukung oleh surat dalam bentuk:
ü  Akta outentik, atau
ü  Akta di bawah tangan
3)      Barang objek sita pihak ketiga
4)      Penyitaan berdasarkan perintah
5)      Pemberitahuan penyitaan
6)      Memanggil penggugat menghadiri sidang
7)      Menghadiri pihak ketiga pada pengucapan putusan
8)      Pihak ketiga dapat dipaksa menyerahkan barang sitaan
9)      Larangan derden beslag atas barang tertentu
E.     SITA HARTA BERSAMA (MARITAL BESLAG)
a.      Tujuan sita harta bersama
Setiap sita mempunyai tujuan tertentu sita revindikasi bermaksud untuk menuntut pengembalian barang yang bersangkutan kepada penggugat sebagai pemilik, sedang sita jaminan bertujuan menjadikan barang yang disita sebagai pemenuhan pembayaran utang tergugat.
Dengan demikian pembekuan harta bersama dibawah penyitaan berfungsi untuk mengamankan atau melindungi keberadaan dan keutuhan harta bersama atas tindakan yang tidak bertanggung jawab dari tergugat.
Tentang sejauh mana tindakan pengamanan yang diamanatkan sita harta bersama, dapat berpedoman kepada ketentuan pasal 823 Rv berdasarkan atas kepentingan beracara. Menurut pasal ini, tindakan pengamanan meliputi:
ü  Penyegelan
ü  Pencatatan
ü  Penilaian harta bersama
ü  Penyitaan harta bersama
1.      Pengaturan sita harta bersama
Pengaturannya ditemukan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, seperti berikut:
a.       Pasal 190 KUH Perdata yang  berbunyi:
Sementara perkara berjalan, dengan izin hakim, istri boleh mengadakan tindakan-tindakan untuk menjaga agar harta kekayaan persatuan tidak habis atau diboroskan.
b.      Pasal 24 ayat (2) huruf c PP No 9 Tahun 1975
Menurut pasal ini, selama berlansungnya gugatann perceraian atas permohonan penggugat atau tergugat atau berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul, pengadilan dapat mengizinkan dan menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya barang-barang yang menjadi hak bersama suami-istri.
c.       Pasal 78 huruf c UU No. 7 Tahun 1989
Bunyi pasal ini persis sama dengan pasal 24 ayat (2) huruf c PP No 9 Tahun 1975.
Berdasarkan pasal 78 huruf c, lingkungan peradilan agama pun  telah memiliki aturan hukum positif tentang lembaga sita harta bersama (sita marital).
d.      Pasal 823 Rv yang berbunyi:
Tindakan-tindakan yang boleh dilakukan sehubungan dengan pasal 190 KUH perdata adalah penyegelan, pencatatan harta kekayaan dan penilain bararng-barang, penyitaan jaminan atas barang-barang bergerak bersama atau barang-barang yang tetap bersama...
2.      Lingkup penerapan sita harta bersama
a.       Pada perkara perceraian
b.      Pada perkara pembagian harta bersama
c.       Pada perbuatan yang membahayakan harta bersama
3.      Sita meliputi seluruh harta bersama
Sita harta bersama , meliputi seluruh harta bersama, baik yang ada di tangan suami atau istri.
4.      Sita marital tidak meliputi harta pribadi
Sesuai dengan prinsip harta perkawinan yang di atur dalam bab 7 sebagaimana digariskan dalam pasal 35 dan pasal 36 UU No. 1 tahun 1974, undang-undang memperkenalkan dua bentuk harta dalam ikatan perkawinan
a.       Harta bersama yaitu harta yang di peroleh suami istri selama berlangsungnya perkawinan.
b.      Harta pribadi yaitu harta yang sudah ada sebelum perkawinan berlangsung.
5.      Penjagaan dan pemanfaatan barang sitaan
a.       Penjagaan barang yang disita
ü  Menetapkan dan menyerahkan Penjagaan barang yang disita dari suami kepada suami.
ü  Menetapkan dan menyerahkan Penjagaan barang yang disita dari istri kepada istri.
b.      Pemanfaat barang yang disita
Ketentuan pasal 823 j Rv menyatakan bahwa:
ü  Peletakan sita marital atas barang bergerak atau tidak bergerak, tidak menghalangi suami atau istri untuk memanfaatkan apa-apa yang dihasilkan barang tersebut
ü  Pemanfaat hasil itu satu pihak dibebani kewajiban untuk membagi hasil itu kepada pihak yang lain
6.      Sita harta bersama menghalangi penyitaan pihak ketiga
Jika permintaan sita jaminan dari pihak ketiga untuk menjamin pembayaran utang suami atau istri maupun utang keluarga (utang bersama suami istri) terhadap harta bersama setelah diatasnya diletakkan sita marital maka yang dapat dikabulkan hanya sebatas sita penyesuaian saja.
7.      Berakhirnya sita harta bersama
Hal-hal yang dapat mengakhiri sita harta bersama, yaitu:
1)      Tuntutan perceraian atau pembagian harta bersama ditolak pengadilan
2)      Berdasarkan penetapan pengangkatan sita yang dikeluarkan pengadilan atau permohonan salah satu pihak
3)      Gugatan perceraian dan pembagian harta bersama dikabulkan, kemudian bedasarkan putusan itu, telah dilaksanakan pembagian harta bersama.
8.      Permintaan pengangkatan sita
Seperti yang telah dijelaskan, salah satu ketentuan umum yang berlaku untuk semua jenis penyitaan adanya hak untuk meminta pengagkatan sita ketentuan itu juga berlaku pada sita harta bersama.
9.      Dapat diajukan perlawanan atas sita marital
Alasan yang dapat dijadikan dasar perlawanan ialah:
ü  Hak milik
ü  Bahwa baik seluruh atau sebagian harta yang di sita marital tersebut adalah milik pelawan bukan harta bersama suami istri.
Adapun perlawanan terhadap sita marital, dapat berbentuk:
1)      Partai verzet atau perlawanan yang bersifat partai yang diajukan oleh suami atau istri.
2)      Derden verzet atau perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga, atas alasan:
ü  Seluruh atau sebagian harta yang disita adalah miliknya bukan harta bersama suami-istri yang bersangkutan.
ü  Oleh karena itu, sita harta bersama yang diletakkan di atasnya keliru dan tidak sah, dengan demikian harus segera diangkat.
10.  Perimintaan izin menjual atau mengagunkan barang sitaan
Dapat dilihat dalam ketentuan pasal 823 h ayat (2) Rv:
ü  Pihak yang berkepentingan (suami atau isteri) dapat mengajukan permohonan izin untuk menjual atau menggunkan barang bergerak atau tidak bergerak yang sedang berada di bawah sita marital,
ü  Atas permintaan itu pengadilan dapat memberikan izin dengan syarat:
1)      Penjualan itu atau pengagunan itu sedemikian rupa pentingnya untuk menyelamatkan kehidupan pemohon dan keluarga;
2)      Harus mendengar pihak lain (suami atau istri) tentang hal itu, baik dalam sidang insidentil atau dalam sidang pemeriksaan pokok perkara.
3)      Penjualan atau pengagunan itu, tidak boleh mengakibatkan kerugian yang sedemikian rupa kepada pihak lain.
Mengenai bentuk pengajuan izin, tergantung kepada keadaan yang mengikuti sita marital, dengan acuan sebagai berikut:
a)      Berbentuk permintaan tertulis atau lisan
b)      Bentuk gugatan voluntair.

No comments:

Post a Comment