Followers

Tuesday, 22 September 2015

Hukum Acara perdata Pembuktian



NAMA                       : FITRIYAH
NIM                            : 152 102 047
KELAS                      : VI B / AS

RESUME  HUKUM ACARA PERDATA TENTANG PEMBUKTIAN

PEMBUKTIAN
Hukum pembuktian (law of evidence)  dalam beperkara merupakan bagian yang sangat kompleks dalam proses litigasi. Keadaan kompleksitasnya makin rumit, karena pembuktian berkaitan dengan kemampuan merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa lalu (past event) sebagai suatu kebenaran (truth). Meskipun kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam proses peradilan perdata, bukan kebenaran yang bersifat absolut (ultimate truth) tetapi bersifat kebenaran relatif atau bahkan cukup bersifat kemungkinan (probable) namun untuk mencari kebenaran yang demikianpun, tetap menghadapi kesulitan.
Sekedar upaya untuk menyaring dan mengontrol putusan yang mengandung kebenaran yang berisi kepalsuan dan kebohongan, hakim harus menolak alat bukti yang secara inheren tidak dipercaya ( inherenly unreliable) dan menyisihkan alat bukti yang tidak berharga ( eliminating worthless evidence)
A.    PRINSIP UMUM PEMBUKTIAN
Prinsip umum pembuktian adalah landasan penerapan pembuktian. Sehingga apa yang dibicarakan dalam prinsip umum, merupakan ketentuan yang berlaku bagi sistem hukum pembuktian secara umum.
1.      Pembuktian mencari dan mewujudkan kebenaran formil
Di dalam proses peradilan perdata kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim cukup kebenaran formil (formeel waarheid). Hakim tidak dituntut untuk meyakini dengan keyakinannya atas kebenaran tersebut. Para pihak yang berperkara dapat mengajukan pembuktian berdasarkan kebohongan dan kepalsuan, namun fakta yang demikian secara teoritis harus diterima hakim untuk melindungi atau mempertahankan hak perorangan atau hak perdata pihak yang bersangkutan.
Dalam rangka mencari kebenaran formil, perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai pegangan bagi hakim maupun para pihak yang beperkara.
a.       Tugas dan peran hakim bersifat pasif
Fungsi dan peran hakim dalam proses perkara perdata, hanya terbatas pada :
-          Mencari dan menemukan kebenaran formil
-          Kebenaran itu diwujudkan sesuai dengan dasar alasan dan fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak selama proses persidangan berlangsung.
b.      Putusan berdasarkan pembuktian fakta
Pembuktian tidak dapat ditegakkan tanpa ada fakta-fakta yang mendukungnya
a.       Fakta yang dinilai dan perhitungkan, terbatas yang diajukan dalam persidangan
b.      Fakta yang terungkap di luar persidangan
c.       Hanya fakta berdasar kenyataan yang bernilai pembuktian
c.       Aliran baru menentang pasif-total, ke arah aktif-argumentatif

2.      Pengakuan mengakhiri pemeriksaan perkara
Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara sudah berakhir apabila salah satu pihak memberikan pengkuan yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok perkara. Apabila tergugat mengakui secara murni dan bulat atas materi pokok yang didalilkan penggugat, dianggap perkara yang disengketakan telah selesai.
a.       Pengakuan yang diberikan tanpa syarat
Pengakuan yang berbobot mengakhiri perkara apabila :
-          Pengakuan diberikan secara tegas (wxpressis verbis)
-          Pengakuan yang diberikan murni dan bulat
b.      Tidak menyangkal dengan cara berdiam diri
c.       Menyangkal tanpa alasan yang cukup
3.      Pembuktian perkara tidak bersifat logis
a.       Hukum pembuktian dalam perkara tidak selogis pembuktian ilmu pasti
Hakim tidak boleh menuntut pembuktian yang logis dan pasti dari para pihak yang beperkara sebagimana halnya pembuktian berdasarkan ilmu pasti.
b.      Kebenaran yang diwujudkan bersifat kemasyarakatan
Bukti-bukti yang harus disampaikan bukan berisi fakta yang logis, absolut dan pasti, tetapi cukup fakta yang mengandung kebenaran yang diterima akal sehat (common sence) artinya, kebenaran fakta yang dikemukakan selaras dengan kebenaran menurut kesadaran masyarakat.
4.      Fakta fakta yang tidak perlu dibuktikan
a.       Hukum positif tidak perlu dibuktikan
Pihak yang beperkara tidak perlu menyebut hukum mana yang dilanggar dan diterapkan, karena hal itu dianggap sudah diketahui hakim, hal ini bertitik tolak dari doktrin curia novit jus atau jus curia novit  yakni pengadilan atau hakim dianggap mengetahui segala hukum positif, bahkan bukan hanya hukum positif tetapi meliputi semua hukum.
b.      Fakta yang diketahui umum tidak dibuktikan
Fakta dalam arti luas, meliputi pengertian hak. Dengan demikian yang dimaksud dengan fakta bukan hanya kejadian atau keadaan, tetapi fakta dan hak. Dalam suatu perkara sangat penting membuktikan fakta dan hak agar dapat ditetapkan dan ditentukan hubungan hukum antara pihak yang beperkara pada satu sisi atau hubungan hukum antara pihak yang beberkara dengan objek yang mereka sengketakan.
c.       Fakta yang tidak dibantah, tidak perlu dibuktikan
d.      Fakta yang ditemukan selama proses persidangan tidak perlu dibuktikan
5.      Bukti lawan ( tegenbewijs )
a.       Pengertian bukti lawan
Bukti lawan merupakan bukti penyangkal (contra-enquete) yang diajukan dan sampaikan dipersidangan untuk melumpuhkan pembuktian yang dikemukakan pihak lawan. Serta bermaksud untuk meruntuhkan penilaian hakim atas kebenran pembuktian yang diajukan pihak lawan tersebut.
b.      Prinsip penerapan bukti lawan
1.      Semua alat bukti dapat disangkal dengan bukti lawan
2.      Bukti tertentu tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan, bukti lawan hanya dapat diajukan terhada alat bukti yang mempunyai nilai kekeuatan bebas ( vrijbewijs kracht), seperti alat bukti saksi maupun alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan sempurna (volledig bewijskracht) seperti akta otentik atau akta di bawah tangan.
c.       Kadar bukti lawan yang punya nilai
Pengajuan bukti lawan harus berdasarkan asas proporsional. Artinya, bukti lawan yang diajukan tidak boleh rendah nilainya dari bukti yang hendak dilumpuhkan.
6.      Persetujuan pembuktian
a.       Kebolehan persetujuan pembuktian terbatas pada sengketa komersial
Prinsipnya kebolehan membuat kesepakatan pembuktian hanya terbatas pada sengketa dagang dan komersial. Tidak boleh mengenai permasalahan yang tidak bisa diselesaikan melalui perdamaian.
b.      Persetujuan menyingkirkan hak mengajukan bukti lawan, melanggar ketertiban umum
1.      Menyingkirkan secara mutlak, tidak boleh
-          Tidak dibenarkan hukum, karena dianggap bertentangan dengan ketertiban umum
-          Alasannya, mengajukan bukti lawan merupakan hak yang sangat asasi dalam membela dan mempertahankan kepentingannya, dan sekaligus hak itu dianggap sebagi salah satu pilar pelaksanaan fair trial.
2.      Kesepakatan mengenai jenis bukti lawan yang dapat diajukan, dibolehkan
c.       Persetujuan pembuktian dilaksanakan dengan iktikad baik
Pasal 1338 KUH perdata menegaskan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktiqad baik (good faith). Asas ini merupakan perisai yang sangat berarti menghalangi atau membatasi salah satu pihak melanggar kesepakatan dengan cara mengajukan pembuktian yang tidak sesuai dengan yang disepakati


B.     BEBAN PEMBUKTIAN
Beban pembuktian (bewujstlast/burden of proof) merupakan salah satu bagian penting dalam sistem hukum pembuktian perkara perdata.
1.      Prinsip beban pembuktian
a.       Tidak bersikap berat sebelah
b.      Menegakkan resiko alokasi pembebanan
2.      Penerapan beban pembuktian masalah yurudis
Penerapan beban wajib bukti dan penilaian kekuatan pembuktian yang proporsional menurut hukum pembuktian, meletakkan beban pembuktian secara berimbang dengan acuan :
-          Penggugat wajib membuktikan dalil gugatannya
-          Tergugat wajib membuktikan dalil bantahannya.
3.      Pedoman pembagian beban pembuktian
a.       Pedoman umum berdasarkan undang-undang
Berdasarkan pedoman yang digariskan pasal 1865 KUH perdata, pasal 163 HIR adalah putusan MA no. 1574 K/Pdt/1983. Dijelaskan :
-          Penggugat tidak dapat membuktikan dalil gugatan berdasar alat bukti yang sah
-          Sedangkan tergugat berhasil mempertahankan dalil bantahannya, dengan demikian gugatan ditolak.
b.      Beban pembuktian berdasarkan teori hak
Ada dua faktor pokok yang dijadikan pedoman penerapan pembagian beban pembuktian
-          Pembebanan bertitik tolak dari mempertahankan hak
-          Tidak sesmua fakta wajib dibuktikan\
c.       Beban pembuktian berdasarkan teori hukum
Segala persoalan beban pembuktian dipecahkan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam proses pemeriksaan dan penyelesaian perkara hakim melaksanakan hukum. Melaksanakan hukum sama artinya menjalankan peraturan perundang-undangan.
d.      Pembebanan pembuktian berdasarkan kepatutan
e.       Beberapa prinsip yang berkembang pada penerapan pembebanan pembuktian
a.       Yang harus dibuktikan hal yang positif
b.      Hal yang negatif tidak dibuktikan
c.       Pembebanan secara proporsional
d.      Siap yang menguasai suatu hak atas barang tidak dibebani wajib bukti
4.      Hukum materiil sendiri menentukan beban pembuktian
a.       Pasal 1244 KUH perdata
b.      Pasal 1365 KUH perdata
c.       Pasal 1394 KUH  perdata
d.      Pasal 1769 KUH perdata
e.       Padal 44 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974
f.       Pasal 489 KUH perdata
g.      Pasal 533 KUH perdata
h.      Pasal 468 ayat (2) KUHD
i.        Pasal 1977 KUH perdata
C.    BATAS MINIMAL PEMBUKTIAN
1.      Pengertian batas minimal
-          Suatu jumlah alat bukti yang sah yang paling sedikit haurs terpenuhi, agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan pembuktian untuk mendukung kebeneran yang didalilkan atau dikemukakan.
-          Apabila alat bukti yang diajukan dipersidangan tidak mencapai batas minimal, alat bukti itu tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalil atau peristiwa maupun pernyataan yang dikemukakan.
a.       Alat bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat
b.      Alat bukti yang diajukan berkualitas alat bukti permulaan
2.      Patokan menetukan batas minimal
a.       Tidak digantungkan pada faktor kuantitas
b.      Patokannya didasarkan pada faktor kualitas
Menurut hukum, alat bukti yang berkualitas dan yang sah sebagai alat bukti adalah :
1.      Alat bukti yang memenuhi syarat formil dan materil
2.      Antara kedua syarat itu bersifat kumulatif
·         Tidak bersifat alternatif
·         Oleh karena itu, meskipun terpenuhi syarat formil tetapi syarat materiil tidak, mengakibatkan alat bukti itu tidak sah sebagai alat bukti;
3.      Begitu juga apabila syarat formil atau syarat materiil yang melekat pada alat bukti itu lebih dari satu, maka syarat itupun bersifat kumulasi, sehingga harus terpenuhi seluruhnya
4.      Untuk mengetahui syarat formil dan syarat materiil apa yang melekat pada suatu alat bukti, harus merujuk kepada ketentuan undang-undang yang berkenaan dengan alat bukti yang bersangkutan
D.    KLASIFIKASI KEKUATAN PEMBUKTIAN YANG MELEKAT PADA SETIAP ALAT BUKTI DIKAITKAN DENGAN BATAS MINIMAL PEMBUKTIAN
1.      Alat bukti surat
a.       Klasifikasi alat bukti surat
Alat bukti surat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.      Akta otentik
2.      Akta bawah tangan
3.      Akta sepihak atau pengkuan sepihak
b.      Klasifikasi nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat (akta)
2.      Nilai kekuatan dan batas minimal pembuktian alat bukti saksi
a.       Nilai kekuatan pembuktiannya bersifat bebas (vrij bewijskracht)
Maksudnya adalah :
·         Kebenaran yang terkandung dalam keterangan yang diberikan saksi persidangan dianggap
Ø  Tidak sempurna dan tidak mengikat
Ø  Hakim tidak wajib terikat untuk menerima atau menolak kebenarannya;
·         Dengan demikian, hakim bebas sepenuhnya atau menolak kebenarannya, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum pembuktian
b.      Batas minimal pembuktiannya
1.      Unus testis nullus testis
Prinsip ini ditegaskan dalam pasal 1905 KUH perdata, pasal 169 HIR bahwa seorang saksi bukan kesaksian. Berarti seorang saksi saja belum mencapai batas minimal pembuktian
2.      Paling sedikit dua (2) orang saksi
3.      Paling sedikit satu orang saksi di tambah satu alat bukti yang lain
3.      Nilai kekuatan dan batas minimal pembuktian pengakuan
Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti pengakuan diatur dalam pasal 1925 KUH perdata, pasal 174 HIR
a.       Pengakuan murni dan bulat
b.      Kekuatan dan batas minimal pembuktian pengakuan berklausul ( geclausuleerde bekentenis)
4.      Kekuatan dan batas minimal pembuktian persangkaan
a.       Nilai kekuatan dan batas minimal pembuktian persangkaan menurut undang-undang
1.      Nilai kekuatan pembuktiannya
Menurut pasal 1916 KUH perdata, persangkaan menurut undang-undang adalah persangkaan berdasar suatu ketentuan pasal khusus undang-undang berkaitan dengan perbuatan atau peristiwa tertentu.
2.      Batas minimal pembuktiannya
b.      Nilai kekuatan dan batas minimal pembuktian persangkaan yang ditarik dari fakta-fakta persidangan
Menurut pasal 1922 KUH perdata, persangkaan-persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim
5.      Nilai kekuatan dan batas minimal alat bukti sumpah
a.       Nilai kekuatan dan batas minimal pembuktian sumpah menentukan
Alat bukti sumpah menentukan atau pemutus diatur dalam pasal 1930 KUH perdata, berkaitan mengakhiri perkara, dan putusan sepenuhnya didasarkan dari isi sumpah, yang diucapkan
b.      Nilai kekuatan dan batas minimal pembuktian alat bukti sumpah tambahan
E.     ALAT-ALAT BUKTI
1.      Pengertian alat bukti
Alat bukti (bewijsmiddel) bermacam-macam bentuk dan jenis, yang mampu memberi keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat bukti mana diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugat atau dalil bantahan. Berdasar keterangan dan penjelasan yang diberikan alat bukti itulah hakim melakukan penilaian, pihak mana yang paliing sempurna pembuktiannya.
a.       Sistem tertutup dan terbatas
b.      Perkembangan kearah alat bukti terbuka
2.      Jenis alat bukti
Mengenai alat bukti yang diakui dalam acara perdata diatur secara enumeratif dalam pasal 1866 KUH perdata, pasal 164 HIR, yang terdiri dari :
a.       Bukti tulisan
b.      Bukti dengan saksi
c.       Persangkaan
d.      Pengakuan
e.       sumpah
3.      Bukti langsung dan tidak langsung
Menurut pasal 1866 KUH perdata 164 HIR, dilihat dari sifatnya alat bukti, dapat diklasifikasikan :
a.       Alat bukti langsung (diret evindence)
b.      Alat bukti tidak langsung
F.     ALAT BUKTI TULISAN
Pada pasal 1866 KUH perdata, urutan pertama alat bukti disebut bukti tulisan (schriffrelijke bewijs, written evidence)
1.      Pengertian tulisan dari segi yuridis
Tulisan di tinjau dari segi yuridis dalam kaitannya sebagai alat bukti memerlukan penjelasan ditinjau dari berbagai aspek.
a.       Tanda bacaan, berupa aksara
b.      Disusun berupa kalimat sebagai pernyataan
c.       Ditulis pada bahan tulisan
d.      Ditanda tangani pihak yang membuat
e.       Foto dan peta bukan tulisan
f.       Mencantumkan tanggal
2.      Pengertian tanda tangan menurut hukum
a.       Tanda tangan terdiri dari nama penanda tangan
b.      Cap jempol disamakan dengan tanda tangan
c.       Yang tidak termasuk tanda tangan
a.       Hanya berupa huruf abjad
b.      Tanda silang atau garis lurus
c.       Stempel dengan huruf cetak
d.      Ketikan dengan komputer
d.      Tanda tangan digital ( digital signature )
3.      Fungsi tulisan atau akta dari segi hukum pembuktian
a.       Berfungsi sebagai formalitas kausa
Maksudnya, surat atau akta tersebut berfungsi sebagai syarat atas keabsahan suatu tindakan hukum yang dilakukan.
b.      Berfungsi sebagai alat bukti
c.       Fungsi probationis causa
Maksudnya, surat atau akta yang bersangkutan merupakan satu-satunya alat bukti yang dapat dan sah membuktikan suatu hal atau peristiwa.
4.      Akta otentik (AO)
Mengenai akta otentek diatur dalam pasal 1868 KUH perdata yang berbunyi :
Suatu akta otentik ialah yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk utu ditempat akta dibuat.
a.       Kekuatan pembuktian yang melekat pada AO
-          Kekuatan pembuktian luar
-          Kekuatan pembuktian formil
-          Kekuatan pembuktian materiil
b.      Bentuk AO
c.       Pengertian dibuat dihadapan pejabat
d.      Syarat sahnya AO yang bersifat partai
e.       Dugaan tentang keaslian AOABT
f.       Bukti lawan terhadap AO
g.      Berbagai bentuk kepalsuan yang mungkin melekat pada AO
h.      Nilai kekuatan pembuktian AO
i.        Berbagai cacat bentuk yang mengubah AO menjadi
j.        Daya kekuatan mengikat AO terhadap alhi waris dan orang yang mendapat hak dari para pihak
k.      Aneka ragam penerapan AO
5.      Akta di bawah tangan
a.       Pengertian ABT
ABT dirumuskan dalam pasal 1874 KUH perdata, pasal 286 RBG menurut pasal diatas, ABG ialah :
-          Tulisan atau akta yang ditandatangani dibawah tangan
-          Tidak dibuat dan ditanda tangani dihadapan pejabat yang berwenang (pejabat umum) tetapi dibuat sendiri oleh seseorang atau para pihak.
-          Secaraumum terdiri dari segala jenis tulisan yang tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat
-          Secara khusus ada ABT yang bersifat partai yang dibuat oleh palng sedikit dua pihak.
b.      Daya kekuatan pembuktian ABT
-          Daya kekuatan pembuktian formil
a.       Ornag yang bertanda tangan dianggap benar menerangkan hal yang tercantum dalam akta
b.      Tidak mutlak untuk keuntungan pihak lain
-          Daya pembuktian materiil
a.       Isi keterngan yang tercantum harus dianggap benar
b.      Memiliki daya mengikat kepada alhi waris dan orang yang mendaat hak dari padanya
c.       Eksemplar ABT yang dipercaya
1.      Bertitik tolak dari daya kekuatan pembuktian formil, semua dianggap sah
2.      Yang paling dipercaya yang paling sesuai isinya dengan maksud para penanda tangan
d.      Syarat ABT
1.      Syarat formil ABT secara partai
a.       Berbentuk tertulis atau tulisan
b.      Dibuat secara partai (dua pihak atau lebih) tanpa bantuan atau dihadapan seorang pejabat umum
c.       Ditandatangani oleh para pihak
d.      Mencantumkan tanggal dan tempat penandantanganan
Adapun ABT yang bersifat sepihak, syarat formilnya terdiri dari:
a.       Dibuat sendiri oleh yang bersangkutan
b.      Ditandatangani oleh pembuatnya
2.      Syarat materiil ABT
a.       Keterangan yang tercantum dalam ABT berisi persetujuan tentang perbuatan hukum (reschts handeling) atau hubungan hukum (recht betterkking)
b.      Sengaja dibuat sebagai alat bukti
e.       Legalisasi tanda tangan dan tanggal ABT
Pasal 1874 KUH perdata mengatur legalisasi atau waarmerking  tanda tangan para pihak yang tercantum dalam ABT. Artinya, tanda tangna para pihak yang rercantum dalam akta tersebut, disahkan kebenarannya oleh notaris atau pejabat yang berwenang untuk itu.
f.       Hak memungkiri tanda tangan
1.      Hidup matinya ABT tergantung pada tanda tangan
Pasal 1874 KUH perdata telah menentukan salah satu syaart formil pokok ABT adalah penandatanganan. Tulisan yang tidak bertanda tangan, tidak sah sebagai ABT. Oleh karena itu pemungkiran atas tanda tangan mengakibatkan keabsahan ABT menjadi lumpuh.
2.      Pengakuan atau pemungkitan dilakukan secara tegas
Pasal 1876 KUH perdata menggariskan, baik pengkuan atau pengingkaran atas tanda tangan, mesti dilakukan secara tegas. Jika ketentuan itu dipedomani berarti agar pengakuan atau pengingkaran tanda tangan sah menurut hukum, meski dinyatakan pihak yang bersangkutan secara tegas. Tidak dibenarkan secara diam-diam atau tanpa syarat.
3.      Tidak memungkiri secara tegas, dianggap mengakui
g.      Pemungkiran oleh ahli waris dan yang mendapat hak
1.      Cara pemungkiran para pihak dengan cara tegas
Menurut pasal 1876 KUH perdata dicantumkan :
a.       Wajib melakukan tindakan pengakuan atau pemungkiran pada saat akta itu diajukan
b.      Pengakuan atau pemungkiran, mesti dilakukan dengan cara tegas
2.      Cara pemungkiran ahli waris dan orang yang mendapat hak dari salah satu pihak, cukup dengan cara tidak mengakui
h.      Pemungkiran tanda tangan mewajibkan beban bukti kepada para pihak lawan
Pasal 1877 KUH perdata telah memberi pedoman kepada hakim untuk memerintahkan supaya kebenaran tulisan dan tanda tangan diperiksa dipersidangan apabila nanti pihak lawan memungkiri kebernaran dan keasliannya.
a.       Beban wajib bukti kepada pihak lawan
b.      Alat bukti yang dapat digunakan
c.       Kepada yang mendalilkan kepalsuan, dibebani wajib bukti
i.        Pemungkiran tanda tangan membuat nilai kekkuatan pembuktian ABT bersifat alternatif
Kalau tanda tangan tidak dipungkiri, nilai kekuatan pembuktiannya menurut pasal 1875 KUH perdata adalah sempurna dan mengikat.
a.       Apabila dipungkiri merosot menjadi bukti permulaan tulisan
b.      Kesempurnaan nilai kekuatan pembuktiannya tetap bantahan bila dapat dibuktikan orisinalitasnya
j.        Mengakui tanda tangan
Apabila tanda tangan diakui secara tegas sepenuhnya berlaku ketentuan pasal 1875 KUH perdata :
a.       Melahirkan anggapan hukum, ABT adalah benar asli atau orisinil
b.      Oleh karena itu, hakim wajib menganggapnya benar asli
k.      Aneka ragam penerapan ABT
a.       Surat bukti yang tidak merinci jumlah yang digugat harus ditolak
b.      Karcis parkir sebagai alat bukti persetujuan penitipan, ek pasal 1694 KUH perdata
c.       ABT yang bernilai sebagai bukti permulaan tulisan dapat dikuatkan dengan ketentuan saksi
d.      IPEDA bersifat administratif
e.       AFFIDAVIT, tidak diakui sebagai akta
6.      Pengakuan sepihak
a.       Pengertian APS
Bentuk APS diatur dalam pasal 1878 KUH perdata, pasal 291 RBG yang mengatakan :
Perikatan utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau memberikan barang yang dapat dinilai denagn suatu harga tertentu, harus ditulis seluruhnya dengna tangan dipenanda tangan sendiri, setidak-tidaknya selain tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan di penanda tangan sendiri suatu tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang, jika hal ini diindahkan, maka bila perkataan dipungkiri, akta yang ditanda tangani itu hanya dapat diterima sebagi suatu permulaan pembuktian dengan tulisan.
b.      Syarat APS
Supaya APS sah sebagai alat bukti, harus memenuhi syarat formil dan materiil, kedua syarat ini bersifat kumulatif, bukan alternatif. Dan juga bersifat imperatif bukan fakultatif.
1.      Syarat formil
a.       Bentuk ABT tertulis
b.      Mencantumkan identitas
c.       Menyebut dengan pasti waktu pembayaran
d.      Ditulis tangan oleh penanda tangan
e.       Ditandatangani penulis akta
2.      Syarat materiil
a.       Pernyataan pengakuan sepihak dari penanda tangan
b.      Penegasan utang berasal dari persetujuan timbal balik
c.       Merupakan pengakuan sepihak tanpa syarat
d.      Jumlah utang atau barang sudah pasti
c.        Nilai kekautan pembuktian APS
1.      Syarat tidak dipenuhi dan isi dipungkiri
2.      Semua syarat terpenuhi dan isi tidak dipungkiri
3.      Tanda tangan disangkal
4.      Beban bukti atas penyangkalan
d.      Berbeda jumlah yang disebut dalam angka dengan yang ditulis tangan degean huruf
Untuk menyelesaikan kemungkinan yang demikian, hakim berpedoman kepada ketentuan pasal 1879 KUH perdata, pasal 292 RBG yang memberi penggarisan :
-          Jumlah yang dianggap benar adalah jumlah yang paling kecil diantara keduanya
-          Prinsip ini berlaku meskipun seluruh APS ditulis tangan oleh penanda tangan (debitur)
7.      Nilai kekuatan pembuktian selainan
a.       Pada prinsipnya kekuatan pembuktian alat bukti tulisan ada pada akta aslinya
Prinsip ini ditegaskan pasal 1888 KUH  perdata atau pasal 301 RBG sebagaimana yang dirumuskan pada ayat (1) yang berbunyi :
Kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya.
Selanjutnya pada ayat (2) ditentukan bagaimana kedudukan salinan atau ikhtisar :
1.      Salinan hanya dipercaya, apabia sesuai dengan aslinya
2.      Untuk menguji apakah sesuai dengan aslinya, dengan cata memerintahkan menunjukkan aslinya.
b.      Salinan yang sah sebagai alat bukti
Pasal 1889 KUH perdata pasal 302 RGB, keabsahan dan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada salinan, dapat diklasifikasikan :
1.      Salinan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya sempurna dan mengikat, syaratnya :
a.       Salinan pertama sama dengan aslinya
b.      Salinan yang dibuat atas perintah hakim
c.       Salinan yang dibuat oleh notaris atau pejabat yang berwenang
d.      Grosse akta yang dibuat notaris dari grosse akta (salinan pertama)
2.      Salinan yang berkualitas sebagai permulaan pembuktian tulisan
a.       Turunan atau salinan AO yang dibuat menurut minutnya, tidak dikeluarkan notaris yang membuatnya
b.      Salinan yang sah dari salinan yang sah
c.       Salinan yang disangkal
d.      Pihak lawann membantah salianan
e.       Cara membuktikan persamaan dengan aslinya
c.       Memperlihatkan salinan yang disebut pasal 1889 KUH perdata
d.      Daya kekuatan salinan sama dengan aslinya
Daya kekuatan pembuktian salinan sama dengan aslinya tanpa mempersoalkan dapat atau tidak ditunjukkan aslinya.
8.      Kekuatan pembuktian kutipan
a.       Pengertian kutipan
Pasal 1890 KUH perdata, pasal 303 RBG, kutipan adalah :
-          Pengambilan tertulis beberapa bagian dari akta aslinya
-          Kutipan yang diambil dari bagian tertentu dari akta aslinya, harus persis kata demi kata
b.      Nilai kekuatan pembuktian kutipan
Hal ini tidak diatur dalam undang-undang. Oleh karena itu, untuk menentukan kualitas dan nilai kekuatan pembuktiannya hanya berpatokan pasa prinsip atau asas umum
9.      Daya kekuatan pembuktian fotokopi

G.    PEMBUKTIAN DENGAN SAKSI
1.      Jangkauan kebolehan dalam segala hal, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
a.       Diperbolehkan dalam segala hal, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
Dalam pasal 1895 KUH perdata dijelaskan bahwa :
Pembuktian dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh undang-undang
b.      Menyempurnakan permulaan pembuktian tulisan
Mengenai pengertian permulaan pembuktian tuliasan, dijelaskan pasal 1902 ayat (2) KUH perdata yaitu, segala akta tertulis yang berasal dari orang terhadap siapa tuntutan diajukan atau orang yang mewakili olehnya, dan memberi persangkaan tentang benarnya peristiwa-peristiwa yang dilakuakn orang tersebut.
2.      Menjadi saksi merupakan kewajiban hukum yang bersifat memaksa
Ketentuan pasal 139-143 HIR, pasal 165-170 RBG, pada prinsipnya menganut sistem bahwa menjadi saksi dalam perkara perdata adalah kewajiban hukum, tetapi tidak imperatif dalam segala hak seperti yang dijelaskan berikut :
a.       Dalam keadaan tertentu kewajiban hukumnya tidak bersifat imperatif
-          Saksi tidak relevan meneguhka dalil atau bantahan
-          Saksi berdomisili di luar wilayah hukum Pn yang memeriksa
b.      Menjadi saksi kewajiban hukum secara imperatif
Mengenai tata cara pelaksanaan pemaksaan saksi memenuhi kewajiban, merujuk kepada ketentuan pasal 139-142 HIR sebagai berikut:
1.      Syarat formil
a.       Saksi berdomisili di wilayah hukum Pn yang memeriksa perkara tersebut
b.      Saksi mempunyai kedudukan yang urgen dan relevan
c.       Saksi tidak mau hadir secara sukarela
2.      Tata cara pelaksanaan pemaksaan
a.       Meminta kepada PN untuk menghadirkannya
b.      Hakim mengeluarkan perintah pemanggilan
c.       Memanggil sekali lagi, bila ingkar memenuhi panggilan
d.      Memerintahkan membawa saksi dengan paksa dan menghukum membayar ganti rugi
c.       Ketidak hadiran disebabkan alasan yang sah
Hal ini digariskan dalam pasal 142 HIR. Jika tidak hadirnya saksi memenuhi panggilan berdasarkan alasan atau sebab yang sah, hakim wajib menghapuskan segala hukuman yang dijatuhkan kepada saksi
3.      Syarat alat bukti keterangan saksi
a.       Syarat formil alat bukti saksi
Syarat formil yang melekat pada alat bukti saksi, yang terdiri dari :
1.      Orang yang cakap menjadi saksi
2.      Keterangan disampaikan di sidang pengadilan
3.      Penegasan mengundurkan diri
4.      Diperiksa satu per satu
5.      Mengucapkan sumpah
b.      Syarat materiil
1.      Keterangan seorang saksi tidak sah sebagai alat bukti
2.       keterangan berdasarkan alasan dan sumber pengetahuan
3.      Hal-hal yang tidak sah menjadi alat bukti keterangan
4.      Saling persesuaian
4.      Cara hidup, kesusilaan dan kedudukan saksi mejadi dasar kepercayaan
Dalam pasal 172 HIR pasal 1908 KUH perdata dicantumkan bahwa hakim perlu memahamai atau mengetahuilatar belakang kehidupan saksi sebagai dasar landasan menentukan kepercayaan (reliavility) saksi.
Jika ditemukan data dan informasi yang menjelaskan cara hidup saksi sangant negatif (penjudi, pemabok, perampok dan sebagainya) atau kesusilaannya jelek atau buruk (pembohong, penipu, pemeras dan sebagainya) maupun kedudukan martabatnya rendah dalam arti suka mengganggu dan merusak ketertiban kehidupan masyarakat, keterangan yang diberian saksi dianggap tidak memenuhi syarat materiil, oleh karena itu tidak sah sebagai alat bukti.
5.      Masalah testimonium de auditu
a.       Pengertian
Yaitu berupa keterangan yang diberikan seseorang yang berisi pernyataan orang lain baik secara verbal, tertulis atau dengan cara lain dan keterangan yang demikian tidak dapat diterima (inadmissible) sebagai bukti.
b.      Diakui secara eksepsional
Salah satu alasan eksepsional yang dapat dibenarkan dalam common law, apabila saksi utama yang mengalami,  melihat dan mendengar sendiri meniggal dunia dan sebelum dia meninggal menjelaskan segala sesuatu peristiwa itu kepada seseorang. Dan peristiwa yang dipermasalahkan tidak dapat terungkap tanpa ada penjelasan dari seseorang yang mengetahuinya, maka dalam kasus yang demikian secara eksepsional dapat dibenarkan tertimonium de auditu sebagai alat bukti.
c.       Variabel penerapan  de auditu
1.      Secara umum ditolak sebagai alat bukti
2.      Dikonstruksi sebagai persangkaan
6.      Pengundururan diri pejabat penyimpan rahasia jabatan sebagai saksi
Berdasarkan pasal 1909 KUH perdata, pasal 149 HIR, pasal 174 RBG, terdapat beberapa kelompok yang mempunyai hak mengundurkan diri (verschoningsrecht) sebagai saksi :
1.      Saudara laki dan saudara perempuan, serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak
2.      Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari laki-laki atau istri salah satu pihak.
3.      Semua orang yang karena kedududkan pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya mengenai hal yang dipercayakan kepadanya.
a.       Pejabat yang berhak mengundurkan diri
1.      Karena kedudukan
2.      Karena pekerjaan
3.      Karena jabatan
b.      Syarat sahnya pengunduran diri
1.      Kedudukan, pekerjaan, atau jabatan yang diembannya berdasar undang-undang atau jabatan yang sah menurut hukum
2.      Ketentuan perundang-undangan yang menjadi dasar landasan pekerjaan, kedudukan atau jabatan itu, memikulkan kewajiban hukum kepadanya untuk menyimpan rahasia jabatan yang bersangkutan dengan tugas pekerjaanya.
3.      Kewajiban penyimpan rahasia itu, berkaitan langsung dengan fungsi kedudukan, pekerjaan atau jabatan dimaksud
4.      Hanya terbatas semata-mata mengenai hal-hal yang diketahui dan yang dipercayakan kepada saksi
c.       Menyimpan rahasai jabatan bersifat hukum publik
d.      Perlu digeser teori rahasia absolut
a.       Pengaburan pengertian rahasia jabatan
b.      Gejala umum yang perlu dijauhkan
7.      Tata cara pemeriksaan saksi
Hal ini diatur dalam pasal 150,151 dan 152 HIR.
a.       Memberi hak kepada para pihak mengajukan pertanyaan
b.      Saksi didampingi juru bahasa
c.       Keterangan saksi dituangkan dalam berita acara
8.      Kuasa cakap menjadi saksi
9.      Pihak yang berperkara sebagai saksi
H.    ALAT BUKTI PERSANGKAAN
Alat bukti urutan ketiga dalam pasal 164 HIR, pasal 1886 KUH perdata, adalah persangkaan.
1.      Pengaturannya
a.       Diatur dalam pasal 173 HIR, terdiri satu pasal saja, sehingga dapat dikatakan sangat ringkas, tidak meliputi segala segi yang esensial mengenai penerapan alat bukti itu
b.      Dalam pasal 310 RBG, terdiri dari pasal tunggal ssebagaimana yang diatur HIR hanya sekedar memberi pengertian kabur apa yang dimaksud dengan persangkaan, tetapi tidak mengatur lebih lanjut bagaimana penerapannya
c.       Diatur dalam KUH perdata, yang ditempatkan pada buku keempat, bab keempat, dan memuat 8 pasal. Pasal 1915-1922..
2.      Pengertian dan klasifikasi alat bukti persangkaan
Dalam pasal 1915 KUH perdata, dibanding dengan pasal 173 HIR atau pasal 310 RBG yang berbunyi : persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
a.       kesimpulan tidak konkret seratus persen
b.      persangkaan bukan alat bukti
tanpa mempergunakan persangkaan sebagai perantara (intermediary), pelaksanaan pembuktian berada dalam keadaan ketidakmungkinan atau imposibilitas :
1.      pada prinsipnya dalam menilai alat bukti lain maupun yang hendak diterapkan dalam penyelesaian suatu perkara, fungsi dan peran persangkaan sebagai perantara, tidak dapat dihindari
2.      fungsi dan peran perantaranya, adalah mengantarkan atau menyeberangkan alat bukti pembuktian ke arah yang lebih kongkret mendekati kepastian.
c.       tanpa mempergunakan  persangkaan, tidak mungkin melaksakan hukum pembuktian
d.      klasifikasi alat bukti perangkaan
baik pasal 173 HIR atau pasal 310 RBG, tidak mengatur klasifikasi alat bukti persangkaan
3.      persangkaan undang-undang
a.       pengertian persangkaan udang-undang
pengertian persangkaa undang-undang digariskan dalam pasal 1916 KUH perdata yaitu :
1.      persangkaan berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang berkenaan atau berhubungan dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu
2.      persangkaan semacam ini, menurut pasal 1916 antara lain:
A.    perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan wujudnya dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan undang-undang
B.     perbuatan yang oleh undang-undang diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang disimpulkan dari keadaan tertentu
C.     kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
D.    kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada pengakuan atau sumpah salah satu pihak.
b.      klasifikasi persangkaan undang-undang
1.      persangkaan undang-undang yang tidak dapat dibantah (praesumprio juris et de jure)
2.      persangkaan undang-undang yang dapat dibantah
4.      persangkaan hakim
a.       pengertian
merujuk kepada ketentuan pasal 173 HIR pasal 1922 KUH perdata, pengertian persangkaan hakim (rechtelijte vermoeden) adalah :
-          persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta(fetelijke vermoeden) atau presumtiones facti yang bersumber dari fakta yang terbukti dalam persidangan sebagai pangkal titik tolak menyusun persangkaan
-          hal ini dilakukan hakim, karena undang-undang sendiri memberi kewenangan kepadanya berupa kebebasan menyusun persangkaan
b.      cara menarik persangkaan yang memenuhi syarat formil
c.       unsur membentuk persangkaan hakim
1.      faktor fakta yang sudah terbukti dan diketahui
2.      faktor akal atau intelektualitas
5.      kualitas persangkaan hakim
a.       persangkaan benar-benar mendekati kepastian
b.      persangkaan kurang mendekat kepastian
c.       persangkaan tidak mendekat kepastian
6.      memperhitungkan nilai kekuatan pembuktian persangkaan hakim
a.       nilai kekuatan pembuktian bebas
b.      cara memperhitungkan persangkaan yang memenuhi syarat
c.       tidak boleh memperhitungkan yang bersumber dari fakta-fakta yang saling berlawanan
d.      dari satu fakta dapat dijadikan sumber beberapa persangkaan
7.      nilai kekuatan pembuktian putusan perdata yang BHT
a.       putusan perkara yang BHT dimasukkan dalam  persangkaan undang-undang  tidak terbantah
b.      syarat putusan BHT
8.      perbedaan BHT secara positif dan negatif
a.       perbedaan BHT yang bersifat positif melekat pada nebis in idem
suatu putusan disebut bersifat positif, apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan didasarkan pada meteri pokok perkara yang disengketakan. Atau isi putusan yang dijatuhkan bertitik tolak dari subject matter yang disengketakan
suatu putusan BHT yang bersifat positif, mengakibatkan perkara yang disengketakan bersifat :
-          litis siniri oppertet
-          dan dalam putusan melekat daya kekuatan nebis in idem digariskan pasal 1917 ayat (2) KUH perdata
-          dengan demikian tidak dapat diajukan sebgai perkara untuk kedua kalinya kepada pihak yang sama, mengenai objek sama, dengan dalil gugat yang sama, dan dalam hubungan yang sama
-          dan putusan menjadi alat bukti persangkaan undang-undang yang tidak dapat dibantah.

b.      pada putusan BHT yang bersifat negatif, tidak melekat nebis in idem
putusan BHT yang bersifat negatif, maka putusan yangg dijatuhkan bertitik tolak dari cacat formil yang melekat pada gugutan, dan sama sekali belum disentuh materi pokok perkara
9.      daya kekuatan objektif dan subjektif putusan BHT
a.       daya kekuatan objektif
b.      daya kekuatan subjektif putusan BHT
10.  daya kekuatan mengikat putusan mengenai status seseorang1920 KUH perdata, menurut pasal ini putusan hakim mengenai kedudukan hukum seseorang berlaku terhadap siapapun.
hal ini di atur dalam pasal
11.  daya keuatan mangikat putusan pengadilan asing
a.       secara mutlak tidak diakui dan tidak dapat di eksekusi pengadilan indonesia
b.      putusan hakim ading diajukan sebagai gugatan baru di pengadilan indonesia
12.                          daya kekuatan mengikat putusan pidana yang BH dalam perkara perdata
a.       persangkaan undang-undang atas putusan pemidanaan yang BHT, dapat dibantah
b.      daya kekuatan mengikatnya kepada terpidana hanya sebatas kejahatan atau pelanggaran yang dijatuhkan kepadanya
c.       putusan pidana bebas tidak dapat diajukan menangkis tuntutan ganti rugi dalam perkara perdata
I.       TENTANG PENGAKUAN
Pasal 1866 KUH perdata, maupun pasal 164 HIR dengan tegas menyebutnya sebagai alat bukti.
1.      Pengaturan
2.      Pengertian pengkuan
Pengerian pengakuan terdapat dalam pasal1923 KUH perdata pasal 174 HIR yaitu:
-          Pernyataan atau keterangan yang dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu perkara
-          Pernyataan atau keterangan itu dilakukan dimuka hakim atau dalam sidang pengadilan
-          Keterangan itu merupakan pengkuan, bahwa apa yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk keseluruhan atau sebagian.
a.       Pengakuan bukan alat bukti
b.      Setiap pengakuan dianggap benar
c.       Hal-hal yang dapat diakui
3.      Yang berwenang memberi pengkuan
a.       Dilakukan principal sendiri
b.      Dengan perantara kuasa
c.       Bentuk dan cara melakukan pengakuan
4.      Pengakuan yang memenuhi syarat formil dan nilai kekuatan pembuktiannya
a.       Dilakukan dimuka hakim
b.      Nilai kekuatan pembuktiannya
5.      Pengakuan tidak dapat ditarik kembali
a.       Tidak dibenarkan menarik pengakuan
b.      Penarikan atas alasan kekhilafan dibolehkan
6.      Peristiwa yang tidak boleh diakui
a.       Kedudukan seseorang dalam hukum
b.      Hak atas warisan yang belum terbuka
c.       Menempatkan seseorang di bawah perwalian
7.      Pengakuan di luar sidang pengadilan
a.       Berbentuk lisan
b.      Pengakuan diluar sidang secara tertulis
c.       Daya kekuatan pembuktian pengakuan diluar sidang
8.      Klasifikasi pengakuan
a.       Pengakuan murni
b.      Pengakuan berkualifikasi
c.       Pengakuan berklausal
9.      Pengakuan tidak boleh dipisah-pisah
a.       Pengertian onsplitsbaar aveau
b.      Penerapan yang melanggarnya menimbulkan kesewenangan
c.       Sistem pembenanan wajib bukti dalam larangan pemisahan pengkuan
d.      Larangan memisah pengakuan, mengakibatkan tidak ada yang diakui
e.       Kalusul yang mengandung pembebasan, dapat dipisah dari pengakuan
J.      TENTANG SUMPAH DI MUKA HAKIM
Alat bukti terakhir yang disebut dalam pasal 164 HIR pasal 184 RBG maupun pasal 1866 KUH perdata adalah sumpah.
1.      Gambaran pengaturannya
a.       Dalam HIR
1.      Pasal 155,156,157 dan pasal 158 tentang pemeriksaan perkara dalam persidangan
2.      pasal 177, diatur pada BAB IX bagian kedua, tentang pembuktian
b.      Dalam RBG
1.      Pasal 182,183,184, dan pasal 185, tentang pemeriksaan sidang pengadilan
2.      Nilai kekuatan pembuktiaannya diatur dalam titel V, bukti dalam perkara perdata pasal 314
c.       Dalam KUH perdata
a.       Bab keenam, yang terjudul tentang sumpah di muka hakim
b.      Terdiri dari pasal 1929-1945; seluruhnya berjumlah 17 (tujuh belas) pasal

2.      Pengertian sumpah
Pengertian sumpah sebagai alat bukti, adalah seuatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan.
Undang-undang telah menentukan apabila seseorang telah mengucapkan sumpah dalam pesidangan dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai pihak dalam perkara yang sedang disidangkan, secara formil keterangan yang diikrarkan itu wajib dianggap benar.
3.      Syarat formil sumpah
a.       Ikrar diucapkan dengan lisan
b.      Diucapkan dimuka hakim dalam persidangan
c.       Dilaksanakan di hadapan pihak lawan
d.      Tidak ada alat bukti lain
4.      Sumpah pemutus
a.       Pengertian sumpah pemutus
Yaitu sumpah yang oleh pihak yang satu (boleh penggugat atau tergugat) diperintahkan kepada pihak yang lain untuk menggantungkan pemututsan perkara atas pengucapan atau pengangkatan sumpah.
Pihak yang memerintahkan atau menerima mengucapkan sumpah disebut deferent   , yaitu orang atau pihak yang diperintahkan sumpah pemutus sedangkan pihak yang diperintahkan bersumpah disebut delaat atau gedefereerde
b.      Lingkup sumpah pemutus
c.       Sumpah pemutus dapat diperintahkan dalam semua tingkat pemeriksaan
d.      Syarat-syarat formil sumpah pemutus
a.       Tidak ada bukti apapun, syarat ini disebut dalam pasal 1930 ayat (2) KUH perdata, pasal 156 ayat (1) HIR
b.      Inisiatif berada pada pihak yang memerintahkan
c.       Suatu perbuatan yang dilakukan sendiri
e.       Fungsi dan kewenangan hakim dalam sumpah pemutus
a.       Menentukan apakah telah terpenuhi syarat
b.      Menentukan apakah SP mengenai perbuatan sendiri
c.       Berwenang menentukan rumusan sumpah
f.       Tata cara pelaksanaan sumpah pemutus
g.      Yang berhak memerintahkan, menerima, menolak dan mengembalikan sumpah pemutus
a.       Pihak yang beperkara sendiri
b.      Kuasa berdasarkan surat kuasa khusus
c.       Wali dapat bertindak melakukan SP
d.      Kurator dalam pailit memerlukan persetujuan hakim komisaris
e.       Direksi mewakili perseroan
h.      Daya kekuatan mengikat sumpah pemutus dalam sengketa undang-undang
5.      Sumpah tambahan
Sumpah tambahan diatur dalam dalam pasal 1940 KUH perdata yang berbunyi :
Hakim, karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang beperkara untuk mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau dapat ditentukan jumlah  uang yang dikabulkan.
a.       Letak perbedaan antara sumpah pemutus dengan sumpah tambahan
1.      Yang memerintahkan pengangkatan sumpah :
a.       Pasa SP yang berhak dan berwenang memerintahkan, adalah pihak yang beperkara
b.      Pada ST yang berwenang memerintahkan adalah hakim karena jabatannya atau secara ex officio
2.      Pengembalian pengucapan sumpah
a.       Pada SP dimungkinkan mengembalikan sumpah kepada yang memerintahkan semula
b.      Pada ST undang-undang tidak membolehkan mengembalikan sumpah
3.      Perbedaan dari kkualitas pembuktian
-          Pada SP, para pihak sama sekali tidak mampu mengajukan bukti apapun. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1930 KUH perdata, pasal 156 ayat (1) HIR
-          Pada ST, para pihak atau salah satu pihak mampu mengajukan pembuktian, tetapi tidak mencapai batas minimal pembuktian.
b.      Syarat formil sumpah tambahan
c.       Perintah pengangkatan sumpah tambahan secara objektif
d.      Sumpah tambahan diucapkan sendiri atau kuasa
e.       Isi sumpah tambahan mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri
1.      Harus mengenai perbuatan positif
2.      Harus mengenai hal yang dialami sendiri
f.       Keabsahan formil surat tambahan dicatat dalam berita acara
6.      Sumpah penaksir
Bentuk sumpah ini diatur dalam pasal 155 ayat (1) HIR dan pasal 1940 KUH perdata. Disebut juga aestimatoire eed ( estimatoir oath), yaitu sumpah yang diucapkan untuk menetapkan jumlah ganti rugi atau harga barang yang akan dikabulkan.
a.       Pengertian
Sumpah penaksir merupakan salah satu alat bukti sumpah yang secara khusus diterapkan untuk menentukan berapa jumlah nilai ganti rugi atau harga barang yang digugat oleh penggugat
b.      Objek sumpah penaksir
c.       Harus dapat dibuktikan hak
Syarat formil utama agar sumpah penaksir dapat diterapkan :
a.       Apabila penggugat telah mampu membuktikan haknya atas dalil pokok gugatan
b.      Karena sumpah penaksir tesebut asesor kepada hak yang menimbulkan adanya tuntutan atas sejumlah ganti rugi atau sejumlah harga barang maka selama belum dapat dibuktikannya hak, tidaklah mungkin menuntut ganti rugi atau harga barang.
d.      Hakim yang berwenang memerintahkan
Dalam pasal 1940 KUH perdata menegaskan, yang berwenang memerintahkan pembebanannya adalah hakim secara ex officio.
e.       Yang dapat diperintahkan, penggugat
Hakim tidak boleh memerintahkan pembebanan sumpah penaksir kepada tergugat, karena perbuatan hukum itu merupakan hak yang diberikan undang-undang kepada penggugat.
f.       Nilai kekuatan pembuktian sumpah penaksir
Pasal 1942 ayat (2) KUH perdata maupun pasal 155 ayat (1) HIR mengatakan, ketua PN atau hakim menentukan sampai berapa jumlah uang ganti rugi atau harga barang yang dituntut penggugat yang dapat dipercaya hakim atas sumpah yang diucapkannya..

1 comment: