NAMA : FITRIYAH
NIM
: 152 102 047
KELAS
: VI B / AS
RESUME
HUKUM ACARA PERDATA TENTANG PEMBUKTIAN
PEMBUKTIAN
Hukum
pembuktian (law of evidence) dalam
beperkara merupakan bagian yang sangat kompleks dalam proses litigasi. Keadaan
kompleksitasnya makin rumit, karena pembuktian berkaitan dengan kemampuan
merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa lalu (past event) sebagai suatu
kebenaran (truth). Meskipun kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam proses
peradilan perdata, bukan kebenaran yang bersifat absolut (ultimate truth)
tetapi bersifat kebenaran relatif atau bahkan cukup bersifat kemungkinan
(probable) namun untuk mencari kebenaran yang demikianpun, tetap menghadapi
kesulitan.
Sekedar upaya untuk
menyaring dan mengontrol putusan yang mengandung kebenaran yang berisi
kepalsuan dan kebohongan, hakim harus menolak alat bukti yang secara inheren
tidak dipercaya ( inherenly unreliable) dan menyisihkan alat bukti yang tidak
berharga ( eliminating worthless evidence)
A. PRINSIP UMUM PEMBUKTIAN
Prinsip
umum pembuktian adalah landasan penerapan pembuktian. Sehingga apa yang
dibicarakan dalam prinsip umum, merupakan ketentuan yang berlaku bagi sistem
hukum pembuktian secara umum.
1. Pembuktian
mencari dan mewujudkan kebenaran formil
Di dalam proses peradilan perdata
kebenaran yang dicari dan diwujudkan hakim cukup kebenaran formil (formeel
waarheid). Hakim tidak dituntut untuk meyakini dengan keyakinannya atas
kebenaran tersebut. Para pihak yang berperkara dapat mengajukan pembuktian
berdasarkan kebohongan dan kepalsuan, namun fakta yang demikian secara teoritis
harus diterima hakim untuk melindungi atau mempertahankan hak perorangan atau
hak perdata pihak yang bersangkutan.
Dalam rangka mencari kebenaran formil,
perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai pegangan bagi hakim maupun para
pihak yang beperkara.
a. Tugas
dan peran hakim bersifat pasif
Fungsi dan peran hakim dalam proses
perkara perdata, hanya terbatas pada :
-
Mencari dan menemukan kebenaran formil
-
Kebenaran itu diwujudkan sesuai dengan
dasar alasan dan fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak selama proses
persidangan berlangsung.
b. Putusan
berdasarkan pembuktian fakta
Pembuktian tidak dapat ditegakkan tanpa
ada fakta-fakta yang mendukungnya
a. Fakta
yang dinilai dan perhitungkan, terbatas yang diajukan dalam persidangan
b. Fakta
yang terungkap di luar persidangan
c. Hanya
fakta berdasar kenyataan yang bernilai pembuktian
c. Aliran
baru menentang pasif-total, ke arah aktif-argumentatif
2. Pengakuan
mengakhiri pemeriksaan perkara
Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara
sudah berakhir apabila salah satu pihak memberikan pengkuan yang bersifat
menyeluruh terhadap materi pokok perkara. Apabila tergugat mengakui secara
murni dan bulat atas materi pokok yang didalilkan penggugat, dianggap perkara
yang disengketakan telah selesai.
a. Pengakuan
yang diberikan tanpa syarat
Pengakuan yang berbobot mengakhiri
perkara apabila :
-
Pengakuan diberikan secara tegas
(wxpressis verbis)
-
Pengakuan yang diberikan murni dan bulat
b. Tidak
menyangkal dengan cara berdiam diri
c. Menyangkal
tanpa alasan yang cukup
3. Pembuktian
perkara tidak bersifat logis
a. Hukum
pembuktian dalam perkara tidak selogis pembuktian ilmu pasti
Hakim tidak boleh menuntut pembuktian
yang logis dan pasti dari para pihak yang beperkara sebagimana halnya
pembuktian berdasarkan ilmu pasti.
b. Kebenaran
yang diwujudkan bersifat kemasyarakatan
Bukti-bukti yang harus disampaikan bukan
berisi fakta yang logis, absolut dan pasti, tetapi cukup fakta yang mengandung
kebenaran yang diterima akal sehat (common sence) artinya, kebenaran fakta yang
dikemukakan selaras dengan kebenaran menurut kesadaran masyarakat.
4. Fakta
fakta yang tidak perlu dibuktikan
a. Hukum
positif tidak perlu dibuktikan
Pihak yang beperkara tidak perlu
menyebut hukum mana yang dilanggar dan diterapkan, karena hal itu dianggap
sudah diketahui hakim, hal ini bertitik tolak dari doktrin curia novit jus atau jus curia novit yakni pengadilan atau hakim dianggap
mengetahui segala hukum positif, bahkan bukan hanya hukum positif tetapi
meliputi semua hukum.
b. Fakta
yang diketahui umum tidak dibuktikan
Fakta dalam arti luas, meliputi
pengertian hak. Dengan demikian yang dimaksud dengan fakta bukan hanya kejadian
atau keadaan, tetapi fakta dan hak. Dalam suatu perkara sangat penting
membuktikan fakta dan hak agar dapat ditetapkan dan ditentukan hubungan hukum
antara pihak yang beperkara pada satu sisi atau hubungan hukum antara pihak
yang beberkara dengan objek yang mereka sengketakan.
c. Fakta
yang tidak dibantah, tidak perlu dibuktikan
d. Fakta
yang ditemukan selama proses persidangan tidak perlu dibuktikan
5. Bukti
lawan ( tegenbewijs )
a. Pengertian
bukti lawan
Bukti lawan merupakan bukti penyangkal
(contra-enquete) yang diajukan dan sampaikan dipersidangan untuk melumpuhkan
pembuktian yang dikemukakan pihak lawan. Serta bermaksud untuk meruntuhkan
penilaian hakim atas kebenran pembuktian yang diajukan pihak lawan tersebut.
b. Prinsip
penerapan bukti lawan
1. Semua
alat bukti dapat disangkal dengan bukti lawan
2. Bukti
tertentu tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan, bukti lawan hanya dapat
diajukan terhada alat bukti yang mempunyai nilai kekeuatan bebas ( vrijbewijs
kracht), seperti alat bukti saksi maupun alat bukti yang mempunyai nilai
kekuatan sempurna (volledig bewijskracht) seperti akta otentik atau akta di
bawah tangan.
c. Kadar
bukti lawan yang punya nilai
Pengajuan bukti lawan harus berdasarkan
asas proporsional. Artinya, bukti lawan yang diajukan tidak boleh rendah
nilainya dari bukti yang hendak dilumpuhkan.
6. Persetujuan
pembuktian
a. Kebolehan
persetujuan pembuktian terbatas pada sengketa komersial
Prinsipnya kebolehan membuat kesepakatan
pembuktian hanya terbatas pada sengketa dagang dan komersial. Tidak boleh
mengenai permasalahan yang tidak bisa diselesaikan melalui perdamaian.
b. Persetujuan
menyingkirkan hak mengajukan bukti lawan, melanggar ketertiban umum
1. Menyingkirkan
secara mutlak, tidak boleh
-
Tidak dibenarkan hukum, karena dianggap
bertentangan dengan ketertiban umum
-
Alasannya, mengajukan bukti lawan
merupakan hak yang sangat asasi dalam membela dan mempertahankan kepentingannya,
dan sekaligus hak itu dianggap sebagi salah satu pilar pelaksanaan fair trial.
2. Kesepakatan
mengenai jenis bukti lawan yang dapat diajukan, dibolehkan
c. Persetujuan
pembuktian dilaksanakan dengan iktikad baik
Pasal 1338 KUH perdata menegaskan bahwa
perjanjian harus dilaksanakan dengan iktiqad baik (good faith). Asas ini
merupakan perisai yang sangat berarti menghalangi atau membatasi salah satu
pihak melanggar kesepakatan dengan cara mengajukan pembuktian yang tidak sesuai
dengan yang disepakati
B. BEBAN PEMBUKTIAN
Beban
pembuktian (bewujstlast/burden of proof) merupakan salah satu bagian penting dalam
sistem hukum pembuktian perkara perdata.
1. Prinsip
beban pembuktian
a. Tidak
bersikap berat sebelah
b. Menegakkan
resiko alokasi pembebanan
2. Penerapan
beban pembuktian masalah yurudis
Penerapan beban wajib bukti dan
penilaian kekuatan pembuktian yang proporsional menurut hukum pembuktian,
meletakkan beban pembuktian secara berimbang dengan acuan :
-
Penggugat wajib membuktikan dalil
gugatannya
-
Tergugat wajib membuktikan dalil
bantahannya.
3. Pedoman
pembagian beban pembuktian
a. Pedoman
umum berdasarkan undang-undang
Berdasarkan pedoman yang digariskan
pasal 1865 KUH perdata, pasal 163 HIR adalah putusan MA no. 1574 K/Pdt/1983.
Dijelaskan :
-
Penggugat tidak dapat membuktikan dalil
gugatan berdasar alat bukti yang sah
-
Sedangkan tergugat berhasil
mempertahankan dalil bantahannya, dengan demikian gugatan ditolak.
b. Beban
pembuktian berdasarkan teori hak
Ada dua faktor pokok yang dijadikan
pedoman penerapan pembagian beban pembuktian
-
Pembebanan bertitik tolak dari
mempertahankan hak
-
Tidak sesmua fakta wajib dibuktikan\
c. Beban
pembuktian berdasarkan teori hukum
Segala persoalan beban pembuktian
dipecahkan melalui peraturan perundang-undangan. Dalam proses pemeriksaan dan
penyelesaian perkara hakim melaksanakan hukum. Melaksanakan hukum sama artinya
menjalankan peraturan perundang-undangan.
d. Pembebanan
pembuktian berdasarkan kepatutan
e. Beberapa
prinsip yang berkembang pada penerapan pembebanan pembuktian
a. Yang
harus dibuktikan hal yang positif
b. Hal
yang negatif tidak dibuktikan
c. Pembebanan
secara proporsional
d. Siap
yang menguasai suatu hak atas barang tidak dibebani wajib bukti
4. Hukum
materiil sendiri menentukan beban pembuktian
a. Pasal
1244 KUH perdata
b. Pasal
1365 KUH perdata
c. Pasal
1394 KUH perdata
d. Pasal
1769 KUH perdata
e. Padal
44 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974
f. Pasal
489 KUH perdata
g. Pasal
533 KUH perdata
h. Pasal
468 ayat (2) KUHD
i.
Pasal 1977 KUH perdata
C. BATAS MINIMAL PEMBUKTIAN
1. Pengertian
batas minimal
-
Suatu jumlah alat bukti yang sah yang
paling sedikit haurs terpenuhi, agar alat bukti itu mempunyai nilai kekuatan
pembuktian untuk mendukung kebeneran yang didalilkan atau dikemukakan.
-
Apabila alat bukti yang diajukan
dipersidangan tidak mencapai batas minimal, alat bukti itu tidak mempunyai
nilai kekuatan pembuktian yang cukup untuk membuktikan kebenaran dalil atau
peristiwa maupun pernyataan yang dikemukakan.
a. Alat
bukti yang diajukan tidak memenuhi syarat
b. Alat
bukti yang diajukan berkualitas alat bukti permulaan
2. Patokan
menetukan batas minimal
a. Tidak
digantungkan pada faktor kuantitas
b. Patokannya
didasarkan pada faktor kualitas
Menurut hukum, alat bukti yang
berkualitas dan yang sah sebagai alat bukti adalah :
1. Alat
bukti yang memenuhi syarat formil dan materil
2. Antara
kedua syarat itu bersifat kumulatif
·
Tidak bersifat alternatif
·
Oleh karena itu, meskipun terpenuhi
syarat formil tetapi syarat materiil tidak, mengakibatkan alat bukti itu tidak
sah sebagai alat bukti;
3. Begitu
juga apabila syarat formil atau syarat materiil yang melekat pada alat bukti
itu lebih dari satu, maka syarat itupun bersifat kumulasi, sehingga harus
terpenuhi seluruhnya
4. Untuk
mengetahui syarat formil dan syarat materiil apa yang melekat pada suatu alat
bukti, harus merujuk kepada ketentuan undang-undang yang berkenaan dengan alat
bukti yang bersangkutan
D. KLASIFIKASI KEKUATAN PEMBUKTIAN
YANG MELEKAT PADA SETIAP ALAT BUKTI DIKAITKAN DENGAN BATAS MINIMAL PEMBUKTIAN
1. Alat
bukti surat
a. Klasifikasi
alat bukti surat
Alat bukti surat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Akta
otentik
2. Akta
bawah tangan
3. Akta
sepihak atau pengkuan sepihak
b. Klasifikasi
nilai kekuatan pembuktian alat bukti surat (akta)
2. Nilai
kekuatan dan batas minimal pembuktian alat bukti saksi
a. Nilai
kekuatan pembuktiannya bersifat bebas (vrij bewijskracht)
Maksudnya adalah :
·
Kebenaran yang terkandung dalam
keterangan yang diberikan saksi persidangan dianggap
Ø Tidak
sempurna dan tidak mengikat
Ø Hakim
tidak wajib terikat untuk menerima atau menolak kebenarannya;
·
Dengan demikian, hakim bebas sepenuhnya
atau menolak kebenarannya, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum pembuktian
b. Batas
minimal pembuktiannya
1. Unus
testis nullus testis
Prinsip ini ditegaskan dalam pasal 1905
KUH perdata, pasal 169 HIR bahwa seorang saksi bukan kesaksian. Berarti seorang
saksi saja belum mencapai batas minimal pembuktian
2. Paling
sedikit dua (2) orang saksi
3. Paling
sedikit satu orang saksi di tambah satu alat bukti yang lain
3. Nilai
kekuatan dan batas minimal pembuktian pengakuan
Mengenai kekuatan pembuktian alat bukti
pengakuan diatur dalam pasal 1925 KUH perdata, pasal 174 HIR
a. Pengakuan
murni dan bulat
b. Kekuatan
dan batas minimal pembuktian pengakuan berklausul ( geclausuleerde bekentenis)
4. Kekuatan
dan batas minimal pembuktian persangkaan
a. Nilai
kekuatan dan batas minimal pembuktian persangkaan menurut undang-undang
1. Nilai
kekuatan pembuktiannya
Menurut pasal 1916 KUH perdata,
persangkaan menurut undang-undang adalah persangkaan berdasar suatu ketentuan
pasal khusus undang-undang berkaitan dengan perbuatan atau peristiwa tertentu.
2. Batas
minimal pembuktiannya
b. Nilai
kekuatan dan batas minimal pembuktian persangkaan yang ditarik dari fakta-fakta
persidangan
Menurut pasal 1922 KUH perdata,
persangkaan-persangkaan yang tidak berdasarkan undang-undang sendiri diserahkan
kepada pertimbangan dan kewaspadaan hakim
5. Nilai
kekuatan dan batas minimal alat bukti sumpah
a. Nilai
kekuatan dan batas minimal pembuktian sumpah menentukan
Alat bukti sumpah menentukan atau
pemutus diatur dalam pasal 1930 KUH perdata, berkaitan mengakhiri perkara, dan
putusan sepenuhnya didasarkan dari isi sumpah, yang diucapkan
b. Nilai
kekuatan dan batas minimal pembuktian alat bukti sumpah tambahan
E. ALAT-ALAT BUKTI
1. Pengertian
alat bukti
Alat bukti (bewijsmiddel) bermacam-macam bentuk dan jenis, yang mampu memberi
keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat
bukti mana diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugat atau dalil
bantahan. Berdasar keterangan dan penjelasan yang diberikan alat bukti itulah
hakim melakukan penilaian, pihak mana yang paliing sempurna pembuktiannya.
a. Sistem
tertutup dan terbatas
b. Perkembangan
kearah alat bukti terbuka
2. Jenis
alat bukti
Mengenai alat bukti yang diakui dalam
acara perdata diatur secara enumeratif dalam pasal 1866 KUH perdata, pasal 164
HIR, yang terdiri dari :
a. Bukti
tulisan
b. Bukti
dengan saksi
c. Persangkaan
d. Pengakuan
e. sumpah
3. Bukti
langsung dan tidak langsung
Menurut pasal 1866 KUH perdata 164 HIR,
dilihat dari sifatnya alat bukti, dapat diklasifikasikan :
a. Alat
bukti langsung (diret evindence)
b. Alat
bukti tidak langsung
F. ALAT BUKTI TULISAN
Pada
pasal 1866 KUH perdata, urutan pertama alat bukti disebut bukti tulisan (schriffrelijke bewijs, written evidence)
1. Pengertian
tulisan dari segi yuridis
Tulisan di tinjau dari segi yuridis
dalam kaitannya sebagai alat bukti memerlukan penjelasan ditinjau dari berbagai
aspek.
a. Tanda
bacaan, berupa aksara
b. Disusun
berupa kalimat sebagai pernyataan
c. Ditulis
pada bahan tulisan
d. Ditanda
tangani pihak yang membuat
e. Foto
dan peta bukan tulisan
f. Mencantumkan
tanggal
2. Pengertian
tanda tangan menurut hukum
a. Tanda
tangan terdiri dari nama penanda tangan
b. Cap
jempol disamakan dengan tanda tangan
c. Yang
tidak termasuk tanda tangan
a. Hanya
berupa huruf abjad
b. Tanda
silang atau garis lurus
c. Stempel
dengan huruf cetak
d. Ketikan
dengan komputer
d. Tanda
tangan digital ( digital signature )
3. Fungsi
tulisan atau akta dari segi hukum pembuktian
a. Berfungsi
sebagai formalitas kausa
Maksudnya, surat atau akta tersebut
berfungsi sebagai syarat atas keabsahan suatu tindakan hukum yang dilakukan.
b. Berfungsi
sebagai alat bukti
c. Fungsi
probationis causa
Maksudnya, surat atau akta yang
bersangkutan merupakan satu-satunya alat bukti yang dapat dan sah membuktikan
suatu hal atau peristiwa.
4. Akta
otentik (AO)
Mengenai akta otentek diatur dalam pasal
1868 KUH perdata yang berbunyi :
Suatu
akta otentik ialah yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh
atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk utu ditempat akta dibuat.
a. Kekuatan
pembuktian yang melekat pada AO
-
Kekuatan pembuktian luar
-
Kekuatan pembuktian formil
-
Kekuatan pembuktian materiil
b. Bentuk
AO
c. Pengertian
dibuat dihadapan pejabat
d. Syarat
sahnya AO yang bersifat partai
e. Dugaan
tentang keaslian AOABT
f. Bukti
lawan terhadap AO
g. Berbagai
bentuk kepalsuan yang mungkin melekat pada AO
h. Nilai
kekuatan pembuktian AO
i.
Berbagai cacat bentuk yang mengubah AO
menjadi
j.
Daya kekuatan mengikat AO terhadap alhi
waris dan orang yang mendapat hak dari para pihak
k. Aneka
ragam penerapan AO
5. Akta
di bawah tangan
a. Pengertian
ABT
ABT dirumuskan dalam pasal 1874 KUH
perdata, pasal 286 RBG menurut pasal diatas, ABG ialah :
-
Tulisan atau akta yang ditandatangani
dibawah tangan
-
Tidak dibuat dan ditanda tangani
dihadapan pejabat yang berwenang (pejabat umum) tetapi dibuat sendiri oleh
seseorang atau para pihak.
-
Secaraumum terdiri dari segala jenis
tulisan yang tidak dibuat oleh atau di hadapan pejabat
-
Secara khusus ada ABT yang bersifat
partai yang dibuat oleh palng sedikit dua pihak.
b. Daya
kekuatan pembuktian ABT
-
Daya kekuatan pembuktian formil
a. Ornag
yang bertanda tangan dianggap benar menerangkan hal yang tercantum dalam akta
b. Tidak
mutlak untuk keuntungan pihak lain
-
Daya pembuktian materiil
a. Isi
keterngan yang tercantum harus dianggap benar
b. Memiliki
daya mengikat kepada alhi waris dan orang yang mendaat hak dari padanya
c. Eksemplar
ABT yang dipercaya
1. Bertitik
tolak dari daya kekuatan pembuktian formil, semua dianggap sah
2. Yang
paling dipercaya yang paling sesuai isinya dengan maksud para penanda tangan
d. Syarat
ABT
1. Syarat
formil ABT secara partai
a. Berbentuk
tertulis atau tulisan
b. Dibuat
secara partai (dua pihak atau lebih) tanpa bantuan atau dihadapan seorang
pejabat umum
c. Ditandatangani
oleh para pihak
d. Mencantumkan
tanggal dan tempat penandantanganan
Adapun
ABT yang bersifat sepihak, syarat formilnya terdiri dari:
a. Dibuat
sendiri oleh yang bersangkutan
b. Ditandatangani
oleh pembuatnya
2. Syarat
materiil ABT
a. Keterangan
yang tercantum dalam ABT berisi persetujuan tentang perbuatan hukum (reschts
handeling) atau hubungan hukum (recht betterkking)
b. Sengaja
dibuat sebagai alat bukti
e. Legalisasi
tanda tangan dan tanggal ABT
Pasal 1874 KUH perdata mengatur
legalisasi atau waarmerking tanda tangan para pihak yang tercantum dalam
ABT. Artinya, tanda tangna para pihak yang rercantum dalam akta tersebut,
disahkan kebenarannya oleh notaris atau pejabat yang berwenang untuk itu.
f. Hak
memungkiri tanda tangan
1. Hidup
matinya ABT tergantung pada tanda tangan
Pasal 1874 KUH perdata telah menentukan
salah satu syaart formil pokok ABT adalah penandatanganan. Tulisan yang tidak
bertanda tangan, tidak sah sebagai ABT. Oleh karena itu pemungkiran atas tanda
tangan mengakibatkan keabsahan ABT menjadi lumpuh.
2. Pengakuan
atau pemungkitan dilakukan secara tegas
Pasal 1876 KUH perdata menggariskan,
baik pengkuan atau pengingkaran atas tanda tangan, mesti dilakukan secara
tegas. Jika ketentuan itu dipedomani berarti agar pengakuan atau pengingkaran
tanda tangan sah menurut hukum, meski dinyatakan pihak yang bersangkutan secara
tegas. Tidak dibenarkan secara diam-diam atau tanpa syarat.
3. Tidak
memungkiri secara tegas, dianggap mengakui
g. Pemungkiran
oleh ahli waris dan yang mendapat hak
1. Cara
pemungkiran para pihak dengan cara tegas
Menurut pasal 1876 KUH perdata
dicantumkan :
a. Wajib
melakukan tindakan pengakuan atau pemungkiran pada saat akta itu diajukan
b. Pengakuan
atau pemungkiran, mesti dilakukan dengan cara tegas
2. Cara
pemungkiran ahli waris dan orang yang mendapat hak dari salah satu pihak, cukup
dengan cara tidak mengakui
h. Pemungkiran
tanda tangan mewajibkan beban bukti kepada para pihak lawan
Pasal 1877 KUH perdata telah memberi
pedoman kepada hakim untuk memerintahkan supaya kebenaran tulisan dan tanda
tangan diperiksa dipersidangan apabila nanti pihak lawan memungkiri kebernaran
dan keasliannya.
a. Beban
wajib bukti kepada pihak lawan
b. Alat
bukti yang dapat digunakan
c. Kepada
yang mendalilkan kepalsuan, dibebani wajib bukti
i.
Pemungkiran tanda tangan membuat nilai kekkuatan
pembuktian ABT bersifat alternatif
Kalau tanda tangan tidak dipungkiri,
nilai kekuatan pembuktiannya menurut pasal 1875 KUH perdata adalah sempurna dan
mengikat.
a. Apabila
dipungkiri merosot menjadi bukti permulaan tulisan
b. Kesempurnaan
nilai kekuatan pembuktiannya tetap bantahan bila dapat dibuktikan
orisinalitasnya
j.
Mengakui tanda tangan
Apabila tanda tangan diakui secara tegas
sepenuhnya berlaku ketentuan pasal 1875 KUH perdata :
a. Melahirkan
anggapan hukum, ABT adalah benar asli atau orisinil
b. Oleh
karena itu, hakim wajib menganggapnya benar asli
k. Aneka
ragam penerapan ABT
a. Surat
bukti yang tidak merinci jumlah yang digugat harus ditolak
b. Karcis
parkir sebagai alat bukti persetujuan penitipan, ek pasal 1694 KUH perdata
c. ABT
yang bernilai sebagai bukti permulaan tulisan dapat dikuatkan dengan ketentuan
saksi
d. IPEDA
bersifat administratif
e. AFFIDAVIT,
tidak diakui sebagai akta
6. Pengakuan
sepihak
a. Pengertian
APS
Bentuk APS diatur dalam pasal 1878 KUH
perdata, pasal 291 RBG yang mengatakan :
Perikatan
utang sepihak di bawah tangan untuk membayar sejumlah uang tunai atau
memberikan barang yang dapat dinilai denagn suatu harga tertentu, harus ditulis
seluruhnya dengna tangan dipenanda tangan sendiri, setidak-tidaknya selain
tanda tangan, haruslah ditulis dengan tangan di penanda tangan sendiri suatu
tanda setuju yang menyebut jumlah uang atau banyaknya barang yang terutang,
jika hal ini diindahkan, maka bila perkataan dipungkiri, akta yang ditanda
tangani itu hanya dapat diterima sebagi suatu permulaan pembuktian dengan
tulisan.
b. Syarat
APS
Supaya APS sah sebagai alat bukti, harus
memenuhi syarat formil dan materiil, kedua syarat ini bersifat kumulatif, bukan
alternatif. Dan juga bersifat imperatif bukan fakultatif.
1. Syarat
formil
a. Bentuk
ABT tertulis
b. Mencantumkan
identitas
c. Menyebut
dengan pasti waktu pembayaran
d. Ditulis
tangan oleh penanda tangan
e. Ditandatangani
penulis akta
2. Syarat
materiil
a. Pernyataan
pengakuan sepihak dari penanda tangan
b. Penegasan
utang berasal dari persetujuan timbal balik
c. Merupakan
pengakuan sepihak tanpa syarat
d. Jumlah
utang atau barang sudah pasti
c. Nilai kekautan pembuktian APS
1. Syarat
tidak dipenuhi dan isi dipungkiri
2. Semua
syarat terpenuhi dan isi tidak dipungkiri
3. Tanda
tangan disangkal
4. Beban
bukti atas penyangkalan
d. Berbeda
jumlah yang disebut dalam angka dengan yang ditulis tangan degean huruf
Untuk menyelesaikan kemungkinan yang
demikian, hakim berpedoman kepada ketentuan pasal 1879 KUH perdata, pasal 292
RBG yang memberi penggarisan :
-
Jumlah yang dianggap benar adalah jumlah
yang paling kecil diantara keduanya
-
Prinsip ini berlaku meskipun seluruh APS
ditulis tangan oleh penanda tangan (debitur)
7. Nilai
kekuatan pembuktian selainan
a. Pada
prinsipnya kekuatan pembuktian alat bukti tulisan ada pada akta aslinya
Prinsip ini ditegaskan pasal 1888
KUH perdata atau pasal 301 RBG
sebagaimana yang dirumuskan pada ayat (1) yang berbunyi :
Kekuatan
pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya.
Selanjutnya pada ayat (2) ditentukan
bagaimana kedudukan salinan atau ikhtisar :
1. Salinan
hanya dipercaya, apabia sesuai dengan aslinya
2. Untuk
menguji apakah sesuai dengan aslinya, dengan cata memerintahkan menunjukkan
aslinya.
b. Salinan
yang sah sebagai alat bukti
Pasal 1889 KUH perdata pasal 302 RGB,
keabsahan dan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada salinan, dapat
diklasifikasikan :
1. Salinan
memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat nilai kekuatan
pembuktian yang melekat padanya sempurna dan mengikat, syaratnya :
a. Salinan
pertama sama dengan aslinya
b. Salinan
yang dibuat atas perintah hakim
c. Salinan
yang dibuat oleh notaris atau pejabat yang berwenang
d. Grosse
akta yang dibuat notaris dari grosse akta (salinan pertama)
2. Salinan
yang berkualitas sebagai permulaan pembuktian tulisan
a. Turunan
atau salinan AO yang dibuat menurut minutnya, tidak dikeluarkan notaris yang
membuatnya
b. Salinan
yang sah dari salinan yang sah
c. Salinan
yang disangkal
d. Pihak
lawann membantah salianan
e. Cara
membuktikan persamaan dengan aslinya
c. Memperlihatkan
salinan yang disebut pasal 1889 KUH perdata
d. Daya
kekuatan salinan sama dengan aslinya
Daya kekuatan pembuktian salinan sama
dengan aslinya tanpa mempersoalkan dapat atau tidak ditunjukkan aslinya.
8. Kekuatan
pembuktian kutipan
a. Pengertian
kutipan
Pasal 1890 KUH perdata, pasal 303 RBG,
kutipan adalah :
-
Pengambilan tertulis beberapa bagian
dari akta aslinya
-
Kutipan yang diambil dari bagian
tertentu dari akta aslinya, harus persis kata demi kata
b. Nilai
kekuatan pembuktian kutipan
Hal ini tidak diatur dalam
undang-undang. Oleh karena itu, untuk menentukan kualitas dan nilai kekuatan
pembuktiannya hanya berpatokan pasa prinsip atau asas umum
9. Daya
kekuatan pembuktian fotokopi
G. PEMBUKTIAN DENGAN SAKSI
1. Jangkauan
kebolehan dalam segala hal, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
a. Diperbolehkan
dalam segala hal, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
Dalam pasal 1895 KUH perdata dijelaskan
bahwa :
Pembuktian
dengan saksi-saksi diperkenankan dalam segala hal yang tidak dikecualikan oleh
undang-undang
b. Menyempurnakan
permulaan pembuktian tulisan
Mengenai pengertian permulaan pembuktian
tuliasan, dijelaskan pasal 1902 ayat (2) KUH perdata yaitu, segala akta tertulis
yang berasal dari orang terhadap siapa tuntutan diajukan atau orang yang
mewakili olehnya, dan memberi persangkaan tentang benarnya peristiwa-peristiwa
yang dilakuakn orang tersebut.
2. Menjadi
saksi merupakan kewajiban hukum yang bersifat memaksa
Ketentuan pasal 139-143 HIR, pasal
165-170 RBG, pada prinsipnya menganut sistem bahwa menjadi saksi dalam perkara
perdata adalah kewajiban hukum, tetapi tidak imperatif dalam segala hak seperti
yang dijelaskan berikut :
a. Dalam
keadaan tertentu kewajiban hukumnya tidak bersifat imperatif
-
Saksi tidak relevan meneguhka dalil atau
bantahan
-
Saksi berdomisili di luar wilayah hukum
Pn yang memeriksa
b. Menjadi
saksi kewajiban hukum secara imperatif
Mengenai tata cara pelaksanaan pemaksaan
saksi memenuhi kewajiban, merujuk kepada ketentuan pasal 139-142 HIR sebagai
berikut:
1. Syarat
formil
a. Saksi
berdomisili di wilayah hukum Pn yang memeriksa perkara tersebut
b. Saksi
mempunyai kedudukan yang urgen dan relevan
c. Saksi
tidak mau hadir secara sukarela
2. Tata
cara pelaksanaan pemaksaan
a. Meminta
kepada PN untuk menghadirkannya
b. Hakim
mengeluarkan perintah pemanggilan
c. Memanggil
sekali lagi, bila ingkar memenuhi panggilan
d. Memerintahkan
membawa saksi dengan paksa dan menghukum membayar ganti rugi
c. Ketidak
hadiran disebabkan alasan yang sah
Hal ini digariskan dalam pasal 142 HIR.
Jika tidak hadirnya saksi memenuhi panggilan berdasarkan alasan atau sebab yang
sah, hakim wajib menghapuskan segala hukuman yang dijatuhkan kepada saksi
3. Syarat
alat bukti keterangan saksi
a. Syarat
formil alat bukti saksi
Syarat formil yang melekat pada alat
bukti saksi, yang terdiri dari :
1. Orang
yang cakap menjadi saksi
2. Keterangan
disampaikan di sidang pengadilan
3. Penegasan
mengundurkan diri
4. Diperiksa
satu per satu
5. Mengucapkan
sumpah
b. Syarat
materiil
1. Keterangan
seorang saksi tidak sah sebagai alat bukti
2. keterangan berdasarkan alasan dan sumber
pengetahuan
3. Hal-hal
yang tidak sah menjadi alat bukti keterangan
4. Saling
persesuaian
4. Cara
hidup, kesusilaan dan kedudukan saksi mejadi dasar kepercayaan
Dalam pasal 172 HIR pasal 1908 KUH
perdata dicantumkan bahwa hakim perlu memahamai atau mengetahuilatar belakang
kehidupan saksi sebagai dasar landasan menentukan kepercayaan (reliavility) saksi.
Jika ditemukan data dan informasi yang
menjelaskan cara hidup saksi sangant negatif (penjudi, pemabok, perampok dan
sebagainya) atau kesusilaannya jelek atau buruk (pembohong, penipu, pemeras dan
sebagainya) maupun kedudukan martabatnya rendah dalam arti suka mengganggu dan
merusak ketertiban kehidupan masyarakat, keterangan yang diberian saksi
dianggap tidak memenuhi syarat materiil, oleh karena itu tidak sah sebagai alat
bukti.
5. Masalah
testimonium de auditu
a. Pengertian
Yaitu berupa keterangan yang diberikan
seseorang yang berisi pernyataan orang lain baik secara verbal, tertulis atau
dengan cara lain dan keterangan yang demikian tidak dapat diterima (inadmissible) sebagai bukti.
b. Diakui
secara eksepsional
Salah satu alasan eksepsional yang dapat
dibenarkan dalam common law, apabila
saksi utama yang mengalami, melihat dan
mendengar sendiri meniggal dunia dan sebelum dia meninggal menjelaskan segala
sesuatu peristiwa itu kepada seseorang. Dan peristiwa yang dipermasalahkan
tidak dapat terungkap tanpa ada penjelasan dari seseorang yang mengetahuinya,
maka dalam kasus yang demikian secara eksepsional dapat dibenarkan tertimonium de auditu sebagai alat
bukti.
c. Variabel
penerapan de auditu
1. Secara
umum ditolak sebagai alat bukti
2. Dikonstruksi
sebagai persangkaan
6. Pengundururan
diri pejabat penyimpan rahasia jabatan sebagai saksi
Berdasarkan pasal 1909 KUH perdata,
pasal 149 HIR, pasal 174 RBG, terdapat beberapa kelompok yang mempunyai hak
mengundurkan diri (verschoningsrecht)
sebagai saksi :
1. Saudara
laki dan saudara perempuan, serta ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu
pihak
2. Keluarga
sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari
laki-laki atau istri salah satu pihak.
3. Semua
orang yang karena kedududkan pekerjaan atau jabatannya yang sah, diwajibkan
menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya mengenai hal yang dipercayakan
kepadanya.
a. Pejabat
yang berhak mengundurkan diri
1. Karena
kedudukan
2. Karena
pekerjaan
3. Karena
jabatan
b. Syarat
sahnya pengunduran diri
1. Kedudukan,
pekerjaan, atau jabatan yang diembannya berdasar undang-undang atau jabatan
yang sah menurut hukum
2. Ketentuan
perundang-undangan yang menjadi dasar landasan pekerjaan, kedudukan atau
jabatan itu, memikulkan kewajiban hukum kepadanya untuk menyimpan rahasia
jabatan yang bersangkutan dengan tugas pekerjaanya.
3. Kewajiban
penyimpan rahasia itu, berkaitan langsung dengan fungsi kedudukan, pekerjaan
atau jabatan dimaksud
4. Hanya
terbatas semata-mata mengenai hal-hal yang diketahui dan yang dipercayakan
kepada saksi
c. Menyimpan
rahasai jabatan bersifat hukum publik
d. Perlu
digeser teori rahasia absolut
a. Pengaburan
pengertian rahasia jabatan
b. Gejala
umum yang perlu dijauhkan
7. Tata
cara pemeriksaan saksi
Hal ini diatur dalam pasal 150,151 dan
152 HIR.
a. Memberi
hak kepada para pihak mengajukan pertanyaan
b. Saksi
didampingi juru bahasa
c. Keterangan
saksi dituangkan dalam berita acara
8. Kuasa
cakap menjadi saksi
9. Pihak
yang berperkara sebagai saksi
H. ALAT BUKTI PERSANGKAAN
Alat
bukti urutan ketiga dalam pasal 164 HIR, pasal 1886 KUH perdata, adalah
persangkaan.
1. Pengaturannya
a. Diatur
dalam pasal 173 HIR, terdiri satu pasal saja, sehingga dapat dikatakan sangat
ringkas, tidak meliputi segala segi yang esensial mengenai penerapan alat bukti
itu
b. Dalam
pasal 310 RBG, terdiri dari pasal tunggal ssebagaimana yang diatur HIR hanya
sekedar memberi pengertian kabur apa yang dimaksud dengan persangkaan, tetapi
tidak mengatur lebih lanjut bagaimana penerapannya
c. Diatur
dalam KUH perdata, yang ditempatkan pada buku keempat, bab keempat, dan memuat
8 pasal. Pasal 1915-1922..
2. Pengertian
dan klasifikasi alat bukti persangkaan
Dalam pasal 1915 KUH perdata, dibanding
dengan pasal 173 HIR atau pasal 310 RBG yang berbunyi : persangkaan adalah
kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa
yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.
a. kesimpulan
tidak konkret seratus persen
b. persangkaan
bukan alat bukti
tanpa mempergunakan persangkaan sebagai
perantara (intermediary), pelaksanaan pembuktian berada dalam keadaan
ketidakmungkinan atau imposibilitas :
1. pada
prinsipnya dalam menilai alat bukti lain maupun yang hendak diterapkan dalam
penyelesaian suatu perkara, fungsi dan peran persangkaan sebagai perantara,
tidak dapat dihindari
2. fungsi
dan peran perantaranya, adalah mengantarkan atau menyeberangkan alat bukti
pembuktian ke arah yang lebih kongkret mendekati kepastian.
c. tanpa
mempergunakan persangkaan, tidak mungkin
melaksakan hukum pembuktian
d. klasifikasi
alat bukti perangkaan
baik pasal 173 HIR atau pasal 310 RBG,
tidak mengatur klasifikasi alat bukti persangkaan
3. persangkaan
undang-undang
a. pengertian
persangkaan udang-undang
pengertian persangkaa undang-undang
digariskan dalam pasal 1916 KUH perdata yaitu :
1. persangkaan
berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang berkenaan atau berhubungan
dengan perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu
2. persangkaan
semacam ini, menurut pasal 1916 antara lain:
A. perbuatan
yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena semata-mata demi sifat dan
wujudnya dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu ketentuan
undang-undang
B. perbuatan
yang oleh undang-undang diterangkan bahwa hak milik atau pembebasan utang
disimpulkan dari keadaan tertentu
C. kekuatan
yang oleh undang-undang diberikan kepada suatu putusan hakim yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap
D. kekuatan
yang oleh undang-undang diberikan kepada pengakuan atau sumpah salah satu
pihak.
b. klasifikasi
persangkaan undang-undang
1. persangkaan
undang-undang yang tidak dapat dibantah (praesumprio
juris et de jure)
2. persangkaan
undang-undang yang dapat dibantah
4. persangkaan
hakim
a. pengertian
merujuk kepada ketentuan pasal 173 HIR
pasal 1922 KUH perdata, pengertian persangkaan hakim (rechtelijte vermoeden)
adalah :
-
persangkaan berdasarkan kenyataan atau
fakta(fetelijke vermoeden) atau presumtiones facti yang bersumber dari
fakta yang terbukti dalam persidangan sebagai pangkal titik tolak menyusun
persangkaan
-
hal ini dilakukan hakim, karena
undang-undang sendiri memberi kewenangan kepadanya berupa kebebasan menyusun
persangkaan
b. cara
menarik persangkaan yang memenuhi syarat formil
c. unsur
membentuk persangkaan hakim
1. faktor
fakta yang sudah terbukti dan diketahui
2. faktor
akal atau intelektualitas
5. kualitas
persangkaan hakim
a. persangkaan
benar-benar mendekati kepastian
b. persangkaan
kurang mendekat kepastian
c. persangkaan
tidak mendekat kepastian
6. memperhitungkan
nilai kekuatan pembuktian persangkaan hakim
a. nilai
kekuatan pembuktian bebas
b. cara
memperhitungkan persangkaan yang memenuhi syarat
c. tidak
boleh memperhitungkan yang bersumber dari fakta-fakta yang saling berlawanan
d. dari
satu fakta dapat dijadikan sumber beberapa persangkaan
7. nilai
kekuatan pembuktian putusan perdata yang BHT
a. putusan
perkara yang BHT dimasukkan dalam
persangkaan undang-undang tidak
terbantah
b. syarat
putusan BHT
8. perbedaan
BHT secara positif dan negatif
a. perbedaan
BHT yang bersifat positif melekat pada nebis in idem
suatu putusan disebut bersifat positif,
apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan didasarkan pada meteri pokok perkara
yang disengketakan. Atau isi putusan yang dijatuhkan bertitik tolak dari subject matter yang disengketakan
suatu putusan BHT yang bersifat positif,
mengakibatkan perkara yang disengketakan bersifat :
-
litis
siniri oppertet
-
dan dalam putusan melekat daya kekuatan
nebis in idem digariskan pasal 1917 ayat (2) KUH perdata
-
dengan demikian tidak dapat diajukan
sebgai perkara untuk kedua kalinya kepada pihak yang sama, mengenai objek sama,
dengan dalil gugat yang sama, dan dalam hubungan yang sama
-
dan putusan menjadi alat bukti
persangkaan undang-undang yang tidak dapat dibantah.
b. pada
putusan BHT yang bersifat negatif, tidak melekat nebis in idem
putusan BHT yang bersifat negatif, maka
putusan yangg dijatuhkan bertitik tolak dari cacat formil yang melekat pada
gugutan, dan sama sekali belum disentuh materi pokok perkara
9. daya
kekuatan objektif dan subjektif putusan BHT
a. daya
kekuatan objektif
b. daya
kekuatan subjektif putusan BHT
10. daya
kekuatan mengikat putusan mengenai status seseorang1920 KUH perdata, menurut
pasal ini putusan hakim mengenai kedudukan hukum seseorang berlaku terhadap
siapapun.
hal ini di atur dalam pasal
11. daya
keuatan mangikat putusan pengadilan asing
a. secara
mutlak tidak diakui dan tidak dapat di eksekusi pengadilan indonesia
b. putusan
hakim ading diajukan sebagai gugatan baru di pengadilan indonesia
12.
daya kekuatan mengikat putusan pidana
yang BH dalam perkara perdata
a. persangkaan
undang-undang atas putusan pemidanaan yang BHT, dapat dibantah
b. daya
kekuatan mengikatnya kepada terpidana hanya sebatas kejahatan atau pelanggaran
yang dijatuhkan kepadanya
c. putusan
pidana bebas tidak dapat diajukan menangkis tuntutan ganti rugi dalam perkara
perdata
I. TENTANG PENGAKUAN
Pasal
1866 KUH perdata, maupun pasal 164 HIR dengan tegas menyebutnya sebagai alat
bukti.
1. Pengaturan
2. Pengertian
pengkuan
Pengerian pengakuan terdapat dalam
pasal1923 KUH perdata pasal 174 HIR yaitu:
-
Pernyataan atau keterangan yang
dikemukakan salah satu pihak kepada pihak lain dalam proses pemeriksaan suatu
perkara
-
Pernyataan atau keterangan itu dilakukan
dimuka hakim atau dalam sidang pengadilan
-
Keterangan itu merupakan pengkuan, bahwa
apa yang didalilkan atau yang dikemukakan pihak lawan benar untuk keseluruhan
atau sebagian.
a. Pengakuan
bukan alat bukti
b. Setiap
pengakuan dianggap benar
c. Hal-hal
yang dapat diakui
3. Yang
berwenang memberi pengkuan
a. Dilakukan
principal sendiri
b. Dengan
perantara kuasa
c. Bentuk
dan cara melakukan pengakuan
4. Pengakuan
yang memenuhi syarat formil dan nilai kekuatan pembuktiannya
a. Dilakukan
dimuka hakim
b. Nilai
kekuatan pembuktiannya
5. Pengakuan
tidak dapat ditarik kembali
a. Tidak
dibenarkan menarik pengakuan
b. Penarikan
atas alasan kekhilafan dibolehkan
6. Peristiwa
yang tidak boleh diakui
a. Kedudukan
seseorang dalam hukum
b. Hak
atas warisan yang belum terbuka
c. Menempatkan
seseorang di bawah perwalian
7. Pengakuan
di luar sidang pengadilan
a. Berbentuk
lisan
b. Pengakuan
diluar sidang secara tertulis
c. Daya
kekuatan pembuktian pengakuan diluar sidang
8. Klasifikasi
pengakuan
a. Pengakuan
murni
b. Pengakuan
berkualifikasi
c. Pengakuan
berklausal
9. Pengakuan
tidak boleh dipisah-pisah
a. Pengertian
onsplitsbaar aveau
b. Penerapan
yang melanggarnya menimbulkan kesewenangan
c. Sistem
pembenanan wajib bukti dalam larangan pemisahan pengkuan
d. Larangan
memisah pengakuan, mengakibatkan tidak ada yang diakui
e. Kalusul
yang mengandung pembebasan, dapat dipisah dari pengakuan
J. TENTANG SUMPAH DI MUKA HAKIM
Alat
bukti terakhir yang disebut dalam pasal 164 HIR pasal 184 RBG maupun pasal 1866
KUH perdata adalah sumpah.
1. Gambaran
pengaturannya
a. Dalam
HIR
1. Pasal
155,156,157 dan pasal 158 tentang pemeriksaan perkara dalam persidangan
2. pasal
177, diatur pada BAB IX bagian kedua, tentang pembuktian
b. Dalam
RBG
1. Pasal
182,183,184, dan pasal 185, tentang pemeriksaan sidang pengadilan
2. Nilai
kekuatan pembuktiaannya diatur dalam titel V, bukti dalam perkara perdata pasal
314
c. Dalam
KUH perdata
a. Bab
keenam, yang terjudul tentang sumpah di muka hakim
b. Terdiri
dari pasal 1929-1945; seluruhnya berjumlah 17 (tujuh belas) pasal
2. Pengertian
sumpah
Pengertian sumpah sebagai alat bukti,
adalah seuatu keterangan atau pernyataan yang dikuatkan atas nama Tuhan.
Undang-undang telah menentukan apabila
seseorang telah mengucapkan sumpah dalam pesidangan dalam kedudukan dan
kapasitasnya sebagai pihak dalam perkara yang sedang disidangkan, secara formil
keterangan yang diikrarkan itu wajib dianggap benar.
3. Syarat
formil sumpah
a. Ikrar
diucapkan dengan lisan
b. Diucapkan
dimuka hakim dalam persidangan
c. Dilaksanakan
di hadapan pihak lawan
d. Tidak
ada alat bukti lain
4. Sumpah
pemutus
a. Pengertian
sumpah pemutus
Yaitu sumpah yang oleh pihak yang satu
(boleh penggugat atau tergugat) diperintahkan kepada pihak yang lain untuk
menggantungkan pemututsan perkara atas pengucapan atau pengangkatan sumpah.
Pihak yang memerintahkan atau menerima
mengucapkan sumpah disebut deferent , yaitu orang atau pihak yang
diperintahkan sumpah pemutus sedangkan pihak yang diperintahkan bersumpah
disebut delaat atau gedefereerde
b. Lingkup
sumpah pemutus
c. Sumpah
pemutus dapat diperintahkan dalam semua tingkat pemeriksaan
d. Syarat-syarat
formil sumpah pemutus
a. Tidak
ada bukti apapun, syarat ini disebut dalam pasal 1930 ayat (2) KUH perdata,
pasal 156 ayat (1) HIR
b. Inisiatif
berada pada pihak yang memerintahkan
c. Suatu
perbuatan yang dilakukan sendiri
e. Fungsi
dan kewenangan hakim dalam sumpah pemutus
a. Menentukan
apakah telah terpenuhi syarat
b. Menentukan
apakah SP mengenai perbuatan sendiri
c. Berwenang
menentukan rumusan sumpah
f. Tata
cara pelaksanaan sumpah pemutus
g. Yang
berhak memerintahkan, menerima, menolak dan mengembalikan sumpah pemutus
a. Pihak
yang beperkara sendiri
b. Kuasa
berdasarkan surat kuasa khusus
c. Wali
dapat bertindak melakukan SP
d. Kurator
dalam pailit memerlukan persetujuan hakim komisaris
e. Direksi
mewakili perseroan
h. Daya
kekuatan mengikat sumpah pemutus dalam sengketa undang-undang
5. Sumpah
tambahan
Sumpah tambahan diatur dalam dalam pasal
1940 KUH perdata yang berbunyi :
Hakim,
karena jabatannya, dapat memerintahkan salah satu pihak yang beperkara untuk
mengangkat sumpah, supaya dengan sumpah itu dapat diputuskan perkara itu atau
dapat ditentukan jumlah uang yang
dikabulkan.
a. Letak
perbedaan antara sumpah pemutus dengan sumpah tambahan
1. Yang
memerintahkan pengangkatan sumpah :
a. Pasa
SP yang berhak dan berwenang memerintahkan, adalah pihak yang beperkara
b. Pada
ST yang berwenang memerintahkan adalah hakim karena jabatannya atau secara ex officio
2. Pengembalian
pengucapan sumpah
a. Pada
SP dimungkinkan mengembalikan sumpah kepada yang memerintahkan semula
b. Pada
ST undang-undang tidak membolehkan mengembalikan sumpah
3. Perbedaan
dari kkualitas pembuktian
-
Pada SP, para pihak sama sekali tidak
mampu mengajukan bukti apapun. Hal ini ditegaskan dalam pasal 1930 KUH perdata,
pasal 156 ayat (1) HIR
-
Pada ST, para pihak atau salah satu
pihak mampu mengajukan pembuktian, tetapi tidak mencapai batas minimal
pembuktian.
b. Syarat
formil sumpah tambahan
c. Perintah
pengangkatan sumpah tambahan secara objektif
d. Sumpah
tambahan diucapkan sendiri atau kuasa
e. Isi
sumpah tambahan mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri
1. Harus
mengenai perbuatan positif
2. Harus
mengenai hal yang dialami sendiri
f. Keabsahan
formil surat tambahan dicatat dalam berita acara
6. Sumpah
penaksir
Bentuk sumpah ini diatur dalam pasal 155
ayat (1) HIR dan pasal 1940 KUH perdata. Disebut juga aestimatoire eed ( estimatoir oath), yaitu sumpah yang diucapkan
untuk menetapkan jumlah ganti rugi atau harga barang yang akan dikabulkan.
a. Pengertian
Sumpah penaksir merupakan salah satu
alat bukti sumpah yang secara khusus diterapkan untuk menentukan berapa jumlah
nilai ganti rugi atau harga barang yang digugat oleh penggugat
b. Objek
sumpah penaksir
c. Harus
dapat dibuktikan hak
Syarat formil utama agar sumpah penaksir
dapat diterapkan :
a. Apabila
penggugat telah mampu membuktikan haknya atas dalil pokok gugatan
b. Karena
sumpah penaksir tesebut asesor kepada hak yang menimbulkan adanya tuntutan atas
sejumlah ganti rugi atau sejumlah harga barang maka selama belum dapat
dibuktikannya hak, tidaklah mungkin menuntut ganti rugi atau harga barang.
d. Hakim
yang berwenang memerintahkan
Dalam pasal 1940 KUH perdata menegaskan,
yang berwenang memerintahkan pembebanannya adalah hakim secara ex officio.
e. Yang
dapat diperintahkan, penggugat
Hakim tidak boleh memerintahkan
pembebanan sumpah penaksir kepada tergugat, karena perbuatan hukum itu
merupakan hak yang diberikan undang-undang kepada penggugat.
f. Nilai
kekuatan pembuktian sumpah penaksir
Pasal 1942 ayat (2) KUH perdata maupun pasal 155
ayat (1) HIR mengatakan, ketua PN atau hakim menentukan sampai berapa jumlah
uang ganti rugi atau harga barang yang dituntut penggugat yang dapat dipercaya
hakim atas sumpah yang diucapkannya..
Ada pdf nya kak?
ReplyDelete