Nama : syamsul rizal
Nim : 152 102 046
EKSEPSI DAN BANTAHAN POKOK PERKARA
A, RUANG
LINGKUP EKSEPENSI
1,
pengertian dan tujuan
Exceptie (belanda)
Ekception (Iggris) secara umum bearti pengecualian akan tetapi, dalam konteks
hukum acara, bermakna tangkisan atau bantahan (objection) bisa juga berarti
pembelaan (plea) yang di ajukan tergugat penggugat. Namun tangkisan dan
bantahan yang di ajukan dalam bentuk eksepensi:
·
Di
tunjukkan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat atau formalitas gugatan
yaitu: jika gugatan yang di ajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil
yang mengakibat gugatan tidak sah yang karnanya gugatan tidak dapat di terima
(inadmissible);
·
Dengan
demikian keberatan yang di ajukan dalam
bentuk eksepensi ,tidak di tujukkan dan tidak menyinggung bantahan
terhadap pokok perkara (verweer ten principale) bantahan atau tngkisan terhadap
materi poko perkara, di ajukan sebagai bagian tersendiri mengikuti eksepensi.
Tujuan pokok pengajuan eksepensi
yaitu agar pengadilan mengakhiri peruses pemeriksaan tanpa lebih lanjut
memeriksa materi poko perkara . pengakhiran yang di minta melalui eksepensi
bertujuan agara pengadilan:
·
Menjatuhkan
putusan negative, yang menyatakan gugatan tidak dapat di terima (niet
ontvankelijk);
·
Berdasarkan
putusan negative itu, pemeriksaan perkara mengakhiri tanpa menyinggung
penyeleseian materi poko perkara.
2. Cara
mengajukan eksepensi
Cara pengajuan eksepensi di atur
dalam pasal 125 ayat (2), pasal 133, pasal 134 dan pasal 136 HIR. Cara pengajuan berkenaan
ketentuan kapan eksepensi di sampaikan dalam peruses pemeriksaan berdassarkan
pasal-pasal di atas.
a.
Cara
mengajukan eksepensi kewenangan absolute (Exceptio Declinatoir)
Pengajuan
eksepensi kewenanagan absolut di atur dalam pasal 134 HIR, dan passal 132Rv.
Berdasarkan kedua pasal tersebut digariskan hal sebagai berikut.
1)
Dapat
di ajukan tergugat setiap saat
Menurut
pasal 134 HIR maupun pasal 132
Rv,eksepensi kewenangan absolut, dapat di ajukan tergugat setiap saat:
·
Selama
peruses pemeriksaan berlangsung di siding tingkat pertama (PN)
·
Tergugat
dan berhak mengajukan sejak peruses pemriksaan di mulai sampai putusan di
jatuhkan.
Dengan demikian jenis
eksepensi ini dapat diajukan kapan saja, sebelum putusan di jatuhkan. Pengajuan
tidak di batasi hanya di siding pertama,tetapi terbuka dalam segala tahap
pemeriksaan
2)
Secara
Ex-Officio Hakim harus menyatakan diri tidak berwenang tentang hal ini,lebih
jelas di atur dalam pasal 132 Rv, yang berbunyi:
“ dalam hal hakim tidak
berwenang karna jenis pokok perkaranya. Maka ia meskipun tidak diajukan
tangkisan tentang ketidak wenangannya, karna jabatannya wajib menyatakan
dirinya tidak berwenag.”
Pqaada dasarnya, tidak terdapat perbedaan
perinsip antara pasal 134 HIR dengan pasal 132 Rv.perbedaannya hanya terletak
pada penegasan pengajuan.pasal 134 HIR
mengatur dengan tegas , eksepsi kompetensi absolute dapat di ajukan
setiap saat. Bertitik tolak dari kedua
pasal di maksud, dapat dikemukakan landassan yurisdiksi berkenaan denhan
eksepsi kompetensi absolute.
a)
Tergugat
daqpat mengajukannya setiap saat, selama peruses pemeriksaan berlangsung,
b)
Hakim
secara ex officio, wajib menyatakan diri
tidak berwenang mengadili perkara yang di periksanya:
·
Apabila
perkara, yang di ajukan secara absolut berada diluar yuridiksinya, atau
termasuk dalam kewenangan lingkungan peradilan lain;
·
Kewajiban
itu mesti dilakukan ex officio meskipun tergugat tidak mengajukan eksepsi
tentang itu.
Kewajiban
hakim yang bersifat ex officio untuk menyatakan diri tidak berwenang mengadili,
di jelaskan dalam putsan MA No. 137K/Pdt/1984,? Antara lain:
·
Eksepsi
tidak berwenang ,engadili berdasarkan kelausul albitrase adalah bersifat
absolute
·
Sehubungan
dengan itu pihak tergugat tidak mengajukan eksepensi hakim secara ex officio,
mesti menyatakan diri tidak berwenang
memeriksa dan mengadili sengketa tersebut.
3)
Dapat diajukan tingkat banding dan kasasi
Pada dasrnya
yuridiksi absolut merupakan persoalan ketertiban umum (public order). Oleh karna itu boleh di
langgar oleh siapapun. Pelanggaran terhadap batal demi hukum.
b.
Cara
pengajuan eksepsi kopetensi relatif (relative competentie)
Bentuk saat pengajuan eksepsi kopetensi relative di atur
dalam pasal 125 ayat (2) dan pasal 133HIR. Bertitik tolak dari kedua pasal tersebut, dapat di
jelaskan hal-hal berikut
1)
Bentuk
pengajuan
Pengajuan eksepsi
kompetensi relatif yang di benarkan hukum:
a)
Berbentuk
lisan (oral)
Hal ini diatur dalam
pasal 133HIR yang member hak kepada
tergugat untuk mengajukan eksepsi kopetensi relative secaraq lisan. Oleh karna
itu undang-undang mengakui kebebasannya berbentuk lisan, PN:
·
Tidak
boleh menolak dan menyampingkannya.
·
Hakim
wajib menerima dan mencatatnya dalam berita acara untuk dinilai dan
dipertimbangkan sebagaimana mestinya.
Hakim
yang menolak dan tidak mempertimbangkanya eksepsi lisan, dianggap melanggar
tata tertib beracara dan tindakan itu
dikualifikasikan sebagai penyalah gunaan wewenag (abuse of authority).
b)
Berbentuk
tulisan (in writing)
Yang berbentuk
tulisan diatur dalam pasal 125 ayat (2) jo.passal 121 HIR. Menurur pasaal 121
HIR, tergugat pada hari sidang yang ditentukan diberi hak mengajukan jawaban
tertulis, sedang paasal 125 ayat (2) menyatakan
·
Dalam
surat jawaban , tergugat dapat mengajukan eksepsi kompetensi relatif yang
menyatakan perkara yang disengketakan tidak termasuk kewenagan relative PN yang bersangkutan;
·
Oleh
karna eksepsi dikemukakan dalam surat jawaban,bearti pengajuannya bersama-sama
dan merupakan bagian yang tidak terpisah dari bantahan pokok perkara.
2)
Saat
pengajuan Eksepsi kompetensi relative
Memperhatiksn
ketentuan pasal 125 ayat (2) dan pasal 133 HIR, pengajuan eksepsi ini harus di
sampaikan:
·
Pada
sidang pertama, dan
·
Bersamaan
pada saat mengajukan jawaban pertama terhadap materi pokok perkara.
Apa bila pada saat
sidang pertama belum diajukan jawaban, tidak gugur hak mengajukan eksepsi
kopetensi relatif.
c.
Cara, dan saat pengajuan eksepsi lain
Meskipun
undang-undang menyebut eksepsi kompetensi mengadili secara absolute dan
relative, masih banyak eksepsi lain yang diakui keabsahan dan keberadaanya
keabsahan dan keberadaan eksepsi lain diluar eksepsi kopetensi diakui secara
tersirat dalam pasal 136 HIR, pasal 114 Rv
yang berbunyi:
Perlawanan yang sekiranya hendak
dikemukakan oleh terguggat (exceptie)
kecuali tentang hal hakimtidak berkuasa, tidak akan dikemukakan dan ditimbang
masing-masing, tetapi harus dibicarakan dan diputuskan bersama-sama dengan
pokok perkara.
1)
Saat
pengajuannya
Mengenai saat
pengajuan, lebih jelas diatur pada pasal 114 Rv, ketentuan tersebut telah di
jadikan pedoman oleh peraktisi hukum, yang menggariskan
·
Semua
eksepsi kecuali kopetensi absolute, harus disampaikan bersama-sama pada jawaban
pertama terhadap pokok perkara ;
·
Dengan
anjaman apabila tidak diajukan bersamaan pada jawaban pertama terhadap poko
perkara, hilan hak tergugat untuk melakukan eksepsi.
2)
Bentuk
pengajuan
a)
Dapat
dilakukan dengan lisan
Apabila dilakukan
pemeriksaan secara lisan hakim memerintah untuk mencatatdalam berita acara
sidang, yang penting jadi peganagan,eksepsi tersebut di ajukan pada jawaban
pertama bersama-sama dengan jawbana terhadap pokok perkara,
b)
Berbentuk
tulisan
Yang apling baik
diajukan dalam bentuk tertulis dengan cara mencatumkannya dalam jawaban pertama
mendahului uraian bantahan terhadap bantahan pokok perkara (verweer ten
principale)
3)
Pengajuan
Eksepsi Sekaligus
·
Hanya
dapat diajukan secara terbatas . yaitu pada jawaban pertama bersama-sama dengan
bantahan pokok perkara ,
·
Apa
bila batas waktu itu dilampui, hilanh hak tergugat mengajukan eksepsi
selanjutnya pasal 136 HIR menggariskan pengajuan eksepsi yang sah dan benar seeperti di uraikan di bawah ii,
a.
Semua
eksepsi yang hendak dikemukakan harus dilakukan sekaligus
Apabila
eksepsi yang hendak diajukan hanya satu maka menimbulkan persoalan, asal
diajukan pada jawaban pertama bersama-sama keberatan terhadap pokok perkara.
Akan tetapi, jika eksepsi yang hendak diajukanlebih dari satu jenis (bisa dua, tiga, atau lebih,), pengajuannya wajib
disampaikan sekaligus pada waktu yang bersamaan pada jawaban pertama,
bersama-sama dengan keberatan dengan pokok perkara.
b.
Dilarang
mengajukan eksepsi satu persatu
Hanya
eksepsi absolute yang dapat diajukan secara tersenendiri, eksepsi ini tidak
wajib diajukan pada pada jawaban pertama bersama-sama dengan bantahan terhadap
pokok perkara.
·
Tidak
dapat diajukan secara tersendiri
·
Tetapi
harus diajukan sekaligus bersama-sama secara keseluruhan
Tidak boleh tercicil
secara terpisah satu persatu.dasar landasan laerangan ini adalah demi
terjaganya tata tertib dan efisensi beracara.
c.
Eksepsi
yang tidak diajukan sekaligus bersama jawaban pertama dianggap gugur
Penerapan
ini ditafsir dari ketentuan pasal 136 HIR.
·
Eksepsi
yang tidak diajukan dengan jawaban pertama bersama-sama dengan kebertan
terhadap pokok perkara, dianggap gugur;
·
Oleh
karna itu, eksepsi yang di ajukan setelah tahap peruses itu dilampaui, tidak
perlu dihiraukan dan dipertimbangkan hakim.
Passal
114 cendrung dijadikan pedoman oleh peraktek peradilan. Menyatakan
·
Tergugat
wajab mengajukan semua eksepsi bersama-sama dengan jawaban mengenai
pokokmperkara,
·
Jika
jawaban pertama hanya memuat eksepsi yang tidak diajukan gugur, dan jawaban
bantahan pokok perkara, hilang hak tergugat untuk mengajukannya.
4.
cara penyelesaian eksepsi
Diatur dalam pasal 136 HIR
berdasrkan pasal tersebut, cara penyelesaean digantungkan pada jenis eksepsi
yang diajukan
a.
Penyelesaian
eksepsi kopetensi
1)
Diperiksa
dan diputus se3belum memeriksa pokok perkara
Apabila tergugat
mengajukan eksepsi kompetensi absolute atau relatif pasal 136 HIR,
memerintahkan hakim.
·
Memeriksa
dan memutuskan lebih dahulu tentang eksepsi tersebut;
·
Pemerisa
dan memutus tentang itu, diambil dan dijatuhkan sebelum pemeriksaan pokok
perkara.
Apabila
tergugat mengajukan eksepsi yang berisi penyataan PN tidak berwenqamg mengadili
perkara, baik secara absolute atau relatif:
·
Hakim
menunda pemeriksa pokok perkara;
·
Tindkan
yang dapat dilakukan, memeriksa dan memutus eksepsi lebih dahulu;
·
Tindakan
demikian bersifat imferatif, tidak dibenarkan memeriksa pokok perkara sebelum
ad putusan yang menegaskan apakah PN yang bersangkutan berwenang atau tidak
memriksa. Hakim bebas menjatuhkan putusan menolak atau mengabulkan eksepsi.
2)
Penolakan
atas eksepsi kopetensi, dituangkan dalam putusan sela (interlocutory
·
Eksepsi
tergugat ditolak
·
Penolakan
dituangkan dalm bentuk putusan sala (interlocutory), dan
·
Amar
putusan, berisi penegasan
1)
Menyatakan
bahwa PN berwenang mengadili
2)
Memerintahkan
keddua belah pihak melanjutkan pemeriksaan pokok perkara
3), Pengabulan eksepsi kopetensi,
dituangkan dalam bentuk putusan akhir
(Eind vonnis)
·
Menjatuhkan
putusan
·
Putusan
itu berbentuk putusan akhir yang berisi amar
-
Mengabulkan
eksepsi tergugat serta
-
Menyatakan
PN tidak berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
Pasal 9 ayat (2) UU No, 20 tahun
1974 yang berbunyi
Putusan
dalam mana PN menganggap dirinya tidak berhak untuk memeriksa perkaranya.
Dianggap sebagai putusan penghabisan
Oleh karna itu eksepsi dikabulakan dan
hakaim menyatakan PN tidak berwenag mengadili perkara , putusan yang di
jatuhkan atas pengabulan dianggap putusan akhir.
·
Pemeriksaan
perkara dianggap selesae pada peradilan tingkat pertama;
·
Pihak
yang tidak puas atas putusan, langsung dapat mengajukan upaya banding, sesuai dengan ketentuan pasal 9 ayat (1) undang0undang No. 20 tahun
1947.
b,
cara penyelesean eksepsi lain di lauar eksepsi kopetensi, diberikan dan
diputuskan bersama-sama pokok perkara
·
Pemeriksaan
dan diputuskan bersama-sama dengan pokok perkara
·
Dengan
demikian dan amar putusan mengenaai eksepsi dan pokok perkara, di tuangkan
bersama dengan keseluruhan dlaam putusan akhir.
1)
Eksepsi
di kabulkan putusan bersifat negative
·
Mengabulkan
eksepsi terguggat
·
Menyatakan
guggatan penggugat tidak dapat diterima (niet onvankelijkeverlaard)
2)
Eksepsi
ditolak putusan bersifat positif berdasrkan pokok perkara
·
Putusan
yang dijatuhkan menyelesae pengseketaan yang bersifat positif
·
Bentuk
penyelesaian terkandung dalam putusan yang besifat positf
1)
Menolak
guggatan penggugat, dengan demikaian hak dan kedudukan tergugat atas objek yang
disengketakan, tetapsah menurut hukum;
2)
Mengabulakan
gugatan dibarangu denga dektum yang menyatakan hak dan kedudukasengketa,
tergugat atas objek sengketa, tidaksah dan harus dipulihkan kepada penggugat
5.
Upaya Hukum terhadap Putusa Eksepsi
a, putusan PN yang dapat dibandin
adalah putusan akhir
Menurut pasal 9 ayat (1) UU.No, 20 tahun 1947:
·
Putusan
PN yang dapat disbanding adalah putusan akhir (eind vonnis, final judgement).
·
Sedankan
yang bukan putusan akkhir, seperti putusan sela (interlocutoir)
-hayang
diminyakan banding, bersama –sama dengan putusan akhir;
-oleh
karna itu terhadap putusan sela yang dijatuhkan terhadap eksepsi kopetensi,
tidak dapat diajukan banding secara tersendiri
b, putussan penolakan eksepsi
kopetensi adalah putusan sela , tidak dapat disbanding tersendiri
·
Menghentikan
pemeriksaan pokokperkara
·
Memeriksa
dan memutus eksepsi kompetensi yamng diajukan
·
Dengan
demikian terhadap eksepsi harus lebih dahulu dijatuhkan putusan
Kalau
ternyata eksepsi itu tidak beralasan, sehingga cukup dasar hukum bagi PN untuk
menolak maka
·
Putusan
dituangkan dalam putusan sela
·
Putusan
berisi amar
-
Menolak
eksepsi tergugat
-
Menyatakan
PN berwenang mengadili, dan
-
Dan
memerintah para pihak melanjutkan pemeriksaan pokok perkara
C,
pengabulan eksepsi kompetensi merupakan putusan akhir dapat di ajukan banding
Pada pasal 9 ayat 1 undang-undang
no, 20 tahun 1947 bebunyi
Putusan di mana PN
menganggap dirinya dirinya tidak berhak memeriksa perkara dianggap sebagai
putusan penghabisan
·
Menyatakan
diri tidak berwenang memeriksa perkara
·
Akibat
langsung dari pernyataan itu pengadilan
mengakhiri peruses pemeriksaan.
D, larangan
mengajukan banding terhadap putusan sela, tidak terbatas atas penolakan eksepsi
kopetensi
Laranagan yang diatur
pasal 9 ayat 1 UU No 20 tahun 1947 tidak hanya terbatas terhadap putusan sela
atas penolakan eksepsi kopetensi tetapi melipuiti segala bentuk putusan sela.
Misalnya putusan perovisi, atau putusan penetapan semetara yang di jatuhkan PN
berdasarkan guggatan perovisi yang diajukan pembangunan samapi putusan
dijatuhkan.
6.
jenis eksepsi
a,eksepsi perosesual (processuele
exceptie)
eksepsi ini berdasarkan hukum acara, yaitu
jenis eksepsi yang berkenaan dengan syarat formil gugatan.
1)
Eksepsi
tidak berwenangmengadili (exceptie van onbeveogheid) disebut juga exception
declinatoir atau incompetency, pengadilan tidak berwenang mengadili perkara
yang bersangkutan, akan tetapi pengadilan dan lingkungan lain berwenanf untuk
mengadilinyan.
a,tidak
berwenang secara absolute
1, berkaitan langsung dengan pembagian
lingkungan peradilan dan peradilan kusus
i, berdasrkan amendemen pasal 24 UUD
1945dan pasal 10 UU No, 14 tahun 1970 sebagai mana di ubah oleh UUNo, 35 tahun
1999 dan sekarang diatur dalam pasal 2 ayat 1jo. Pasal 10 ayat 2 UU No,4 taahun
2004kekuasaan kehakiman (judicial power)
terdiri dari ingkungan
·
Peradilan
umun
·
Peradilan
agama
·
Peradilan
meliter
·
Peradilan
tatausaha Negara
·
Masing-masinglingkungan
mempunyai yuridiksi tertentu
ii,berdasrkan
peraturan perundang-undang terdapat yuridiksi absolute peradilan khusus
·
Arbitrase
, berdasarkan UU No. 30 tahun1999
·
P4D/p4P,
berdasarkan UU No,22 tahun 1957
·
Pengadilan
pajak UU No, 14 tahun 2002
·
Mahkamah
pelayaran berdasrakan ST 1934 -215 27A pril1934
2,
cara penyelesaiaan
Cara penyelesaian eksepsi absolute
·
Diperiksa
dan diputus lebih dahulu sebelum materi pokok diperiksa
·
Putusandituangkan
dalam bentuk
-putusan
sela
-putusan
akhir apa bila eksepsi dikabulkan
B, BANTAHAN TERHADAP POKOK PERKARA
·
Jaban
tergugat mengenai pokok perkara
·
Bantahan
langsung yang ditujukan tergugat dalam pokok mperkara,
1, bantahan disampaikan dalam jawaban
A, perusos jawaban
1, tergugat
berhak mengaju jawaban
Menurut
pasal 121 ayat 2 HIR
2, hak penggugat mengaju riplik
Sejalan
dengan asa audi alteram partem, kepada penggugat diberi hak untuk untuk
mennggapi jawaban yang diajukan tergugat dan secara tehnis disebut riplik
3, hak tergugat mengaju duplik
Duplik dapat
diartikan jawaban kedua atau berupa jawaban balik dari tergugat terhadap riplik
penggugat. Sama halnya dengan system peradilan diindonesia duplik merupakan
jawaban terhadap reiplik penggugat
4, peruses jawab menjawab riplik dan duplik
Sesuai dengan
perinsip peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan , sedapat mungkin
perosespemeriksaan dapat perjalan dengan efekti tidak bertele-tele serta tiadk
kepada anarki
B, isi jawaban pasal
Penyamapai
jawban replik dan duplik adalah hak bukan kewajiban
1, jawaban
di sertai alsan
Pasal 113
Rv yang menyatakan jawaban yang disampaikan
·
Di
sertai alsan –alasan
·
Turunannya salinannya di sampaikan kepada
penggugat
2, klasifikasi is jawaban
a,pengakuan
(bekintenis)
tergugat
boleh dan dibenarkan memberi jawaban yang berisi pengakuan
·
Sebagian
dalil gugatan tergugat
·
Seluruh
dalil gugatan
2 perumusan bantahan yang dibarangi eksepensi
·
Mendahulukan
eksepesi dibagian depan
·
Menyusul
kemudian uraian bantahan pook perkara dengan judul
·
Berupa
kesimpilan yang berisi pernytaan singkat eksepsi dan bantahan pokok perkara.
·
No comments:
Post a Comment