NAMA :
HAERUNNISA’
NIM : 152 102 049
TUGAS : HUKUM
ACARA PERDATA
BAB 13 dan 14
PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PENDAPAT
AHLI
A.
PEMERIKSAAN SETEMPAT
Salah satu hal yang erat kaitannya
dengan hukum pembuktian adalah “pemeriksaan setempat” , secara formil ia tidak
termasuk alat bukti dalam pasal 1866 KUH
perdata . namun pemeriksaan setempat berfungsi untuk membuktikan kejelasan dan
kepastian tentang lokasi, ukuran, dan batas – batas objek sengketa. Adapun yang
perluu di ketahui adalah :
1.
Pengaturan
Pemeriksaan setempat dapat kita mengetahuinya melalui rujukan
perundang – undangan :
a. Pada HIR ( PASAL 153 ada 2 ayat )
·
Apabila
dianggap perlu , dapat di lakukan pemeriksaan setempat yang dapat di pergunakan
hakim sebagai keterangan dalam mengambil keputusan
·
Panitera
membuat berita acara pemeriksaan setempat yang di tandatangani hakim ,komisaris
dan panitera tersebut.
b. Pada RBG
Tidak ada bedanya dengan di atas namun bedanya adalah hany di
ayat ke 3 yang mengatur pendelegasian
pemeriksaan setempat kepada PN di tempat
objek terperkara terletak.
c. Psds rv
Di atur dalam rv lebih luas.
2.
Pengertian
Dalam pasal 153 HIR yang berbunyi :
1) Jika dipandang perlu atau
berfaedah , ketua boleh mengangkat satu
atau dua komisaris dari dewan itu yang dengan bantuan panitera pengadilan akan
melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaandi tempat itu, yang dapat
menjadi keterangan bagi hakim
2) Panitera pengadilan hendaklah membuat berita acara tentang pekerjaan itu
dan hasilnya , berita acara itu harus di tandatangani oleh komisaris dan
panitera pengadilan itu.
3.
Oleh Hakim atau atas Permintaan Para
Pihak
Berdasarkan pasal 153 HIR , pasal 180 RBG pemeriksaan setempat dapat diadakan
berdasarkan :
a.
Oleh Hakim atas Jabatannya
Hakim karena jabatannya , secara ex officio dapat
menetapkan atau memerintahkan diadakan pemeraiksaan setempat, apabila hal itu
dianggapnya penting untuk mengetahui secara pasti keadaan yang berkenaan dengan
objek gugatan.
b.
Atas Permintaan Para Pihak
Yakni atas permintaan salah satu pihak maupun atas permintaan
bersama kedua belah pihak.
4.
Perintah Dituangkan dalam Putusan
Sela
a.
Penunjukkan Pelaksana Pemeriksaan
Setempat
Dalam putusan sela tersebut, terdapat nama pejabat yang
bertindak sebagai pelaksana yang terdiri dari :
1) Paling tidak salah seorang Hakim
Anggota Majelis
Jadi, minimum terdiri dari seorang Hakim Anggota Majelis yang
memeriksa perkara tersebut, tetapi boleh juga lebih , misalnya terdiri dari dua
Hakim Anggota Majelis
2) Disertai seorang panitera. Yang
bertindak :
·
Mendampingi
Hakim Anggota Majelis
·
Bertugas
Membuat berita acara pemriksaan setempat.
3) Dapat di Bantu Oleh Ahli
Tentang kebolehan mengikuti ahli, di sebut dalam pasal 211 Rv
, namun tidak bersifat mutlak, karena yang bersifat mutlak hanya Hakim Anggota
dan Paitera.
b.
Berisi Perintah Hal yang Harus
Diperiksa
Putusan sela memuat perintah mengenai hal-hal yang harus di
periksa:
·
Memang
di bolehkan secara umum berupa rumusan memerintahkan pemeriksaan terhadap objek
barang terperkara di tempat barang terletak.
·
Namun
yang paling baik, perintah itu di deskripsi secara jelas dan rinci seperti
memeriksa lokasi, ukuran, dan batas-batasnya atau jumlah dan kualitasnya.
5.
Pelaksanaan Pemeriksaan Setempat
Menurut pasal 211 ayat (2) Rv, dapat juga diperintahkan
terhadap :
·
Benda
bergerak
·
Dengan
syarat, apabila barang tersebut sulit atau tidak mungkin dibawa atau di ajukan
di sidang pegadilan.
Mengenai pelaksanaan
sidang pemeriksaan setempat, berpedoman kepada ketentuan pasal 153 HIR pasal
180 RBG
a.
Di hadiri Para Pihak
Seperti di jelskan , pemeriksaan setempat adalah sidang resmi
pengadilan hanya tempat persidangannya yang berpindah dari ruang sidang
pengadilan ketempat letaknya barang berperkara.
b.
Datang ke Tempat Barang Terletak
Proses sidang pemeriksaan setempat msti di langsungkan di
tempat lokasi barang itu terletak, pejabat yang di angkat :
·
Datang
langsung di tempat barang yang hendak diperiksa terletak
·
Setelah
sampai di tempat, hakim yang memimpin pemeriksaan , membuka secara resmi sidang
pemeriksaan setempat.
·
Kepada
para pihak diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti atau
fakta untuk memperkuat dalil maupun bantahan masing- masing
·
Para
pihak di bolehkan mengajukan saksi yang mereka anggap dapat memperkuat dalil
gugatan atau bantahan.
c.
Panitera Membuat Berita Acara
Ketentuan ini sejalan dengan pasal 186 HIR yang menegaskan :
·
Panitera
membuat berita acara setiap perdsidangan yang memuat dan mencatat segala
sesuatu yang terjadi dalam persidangan.
·
Berita
acara ditandatangani oleh hakim dan panitera
·
Jika
hakim atau panitera tidak dapat menandatangani , hal itu dijelaskan dalam
berita acara tersebut.
d.
Membuat Akta Pendapat
Untuk membuat akta pendapat yang objektif dan realistis,
hakim pelaksana dapat meminta bantuan kepada ahli, agar pada saat pemeriksaan
dilakukan di dampingi ahli.
6.
Pendelegasian Pemeriksaan Setempa
Pasal 180 ayat (3) RBG mengatur pendelegasian pelaksanaan
sidang pemeriksaan setempat kepada PN .
Apabila pemeriksaan setempat harus di lakukan dalam wilayah hukum PN yang lain. Disebabkan objek barang tersebut
terletak di wilayah hukum PN dimaksud, pemeriksaan dilimpahkan kepadanya.
7.
Biaya Pemeriksaan Setempat
Mengenai biaya atau ongkos pemeriksaan setempat diatur dalam
pasal 214 Rv :
a.
Dibebankan Kepada Pihak yang Meminta
Patolan pertama, siapa yang meminta pemeriksaan setempat,
dengan sendirinya menurut hukum di bebankan kewajiban :
·
Membayar
panjar biaya pemeriksaan
·
Dan
biaya itu dibayar lebih dahulu sebelum pemeriksaan di lakukan.
b.
Hakim Sendiri yang Menentukan
Apabila pemeriksaan setempat bukan atas permintaan salah
satu pihak, tetapi atas perintah hakim secara ex officio maka beban pembayaran
panjar biaya di tentukan oleh hakim sendiri.
c.
Komponen Biaya Pemeriksaan Setempat
Menurut pasal 214 Rv, adalah ongkos jalan, komponen inilah
yang umum yaitu biaya perjalanan pelaksanaan yang terdiri dari paling sedikit
dua orang yang terdiri dari hakim dan panitera.
8.
Nilai Kekuatan Pembuktian
Secara yuridis formil, hasil pemeriksaan setempat bukan alat
bukti, karena tidak termasuk sebagai alat bukti yang di sebut pasal 164 HIR ,
sehingga pada dasarnya tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
a.
Sebagai Keterangan bagi Hakim
Baik pasal 153 ayat (1) HIR pasal 180 ayat ( 1) RBG mnegaskan , nilai kekuatan yang melekat pada
hasil pemeriksaan setempat , dapat di jadikan keterangan bagi hakim.
b.
Variable Nilai Kekuatannya dalam
Putusan Peradilan
B.
PENDAPAT AHLI
Pemeriksaan saksi ahli diatur dalam
pasal 154 HIR , tidak menyebutkan saksi ahli, tetapi mengangkat ahli. Namun
praktik peradilan sudah baku menyebutkan saksi ahli.
1.
Penegrtian Ahli
Seacara umum pengertia “ahli” adalah orang yag memiliki
pengetahuan khusus di bidang tertentu.
2.
Pengangkatan Ahli
Di atur dalam pasal 154 ayat (1) HIR :
a. Oleh Hakim Secara Ex Officio
b. Atas Permintaan Salah Satu Pihak
3.
Alasan Pemeriksaan Ahli
Pengangkatan seorang ahli di persidangan, didasarkan pada
keahliannya di bidang perkara yang di sengketakan, bukan di sebabkan karena
pengalaman, penglihatan atau pendengarannya.
4.
Bentuk dan Penyampaian Pendapat Ahli
a. Bentuk pendapat ahli berupa laporan ,
Bentuk lisan dan Berbentuk tulisan.
b. Laporan disampaikan dalam persidangan
c. Laporan di kuatkan dengan sumpah
5.
Yang Tidak Cakap Menjadi Hakim
6.
Nilai Kekuatan Pembuktian Pendapat
Ahli
a. Pendapat ahli tidak dapat berdiri
sendiri
b. Fungsi dan kualitasnya menambah alat
bukti lain.
BAB 14
PUTUSAN PENGADILAN
A.
ARTI PUTUSAN PENGADILAN
Maksud putusan adalah putusan
pengadilan di tingkat pertama, dan memang tujuan akhir proses pemeriksaan
perkara di PN , diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi penyelesaian
perkara yang di sengketakan. Berdasarkan putusan itu ditentukan dengan pasti
hak maupun hubungan hokum para pihak dengan objek yang di sengketakan.
B.
ASAS PUTUSAN
1.
Memuat Alasan yang Jekas dan Rinci
Menurut Asas ini putusan yang di jatuhkan harus berdasarkan
pertimbangan yang jelas dan cukup. Adapun alasan – alasan hokum yang menjadi
dasar pertimbangan bertitik tolak dari
ketentuan :
-
Pasal - pasal tertentu peraturan perundang-
undangan
-
Hukum
kebiasaan
-
Yurisprudensi
dan
-
Doktrin
hukum.
2.
Wajib Mengadili Seluruh Bagian
Gugatan
Asas ini di jelaskan sesuai dalam pasal 178 ayat (2) HIR ,
pasal 189 ayat (2) RBG yakni putusan harus secara total dan menyeluruh memriksa
dan mengadili setiap segi gugatan yang di ajukan.
3.
Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi
Tuntutan
Asas ini di atur dalam pasal 178 ayat (3) HIR yakni putusan
tidak boleh mengabulkan melebihi
tuntutan yang di kemukakan dalam gugatan. Larangan ini disebut sebagai ultra petitum partium. Adapun hakim yang mengabulkan melebihi
posita maupun petitum gugat , di anggap telah melampaui batas wewenang atau ultra
vires yakni bertindak melampaui
wewenangnya . apabila putusan mengandung ultra
petitum, harus di nyatakan cacat (
invalid ) meskipun hal itu di lakukan hakim dengan iktikad baik maupun sesuai
dengan kepentingan umum.
4.
Di Ucapkan di Muka Umum
a.
Prinsip Keterbukaan untuk umum bersifat
imperatif
Persidangan dan putusan di ucapkan dalam sidang pengadilan
yang terbuka untuk umum atau di muka umum, merupakan salah satu bagian yang
tidak terpisahkan dari asas fair trial artinya
pemeriksaan persidangan harus berdasarkan proses yang jujur sejak awal samapi
akhir.
b.
Akibat Hukum atas Pelanggaran Asas
Keterbukaan
Dalam pasal 20 UU No 4 tahun 2004 yang berbunyi :
Semua putusan pengadilan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
Sebab dari pasal tersebut akan mengakibatkan
putusan yang di jatuhkan : tidak
sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum.
c.
Dalam hal pemeriksaan secara
tertutup, putusan tetap di ucapkan dalam sidang terbuka
Peratutan perundang –undangan membenarkan pemeriksaan
dilakukan dalam sidang tertutup , akan tetapi pengecualian ini sangat terbatas.
Yang paling utama dalam bidang hukum kekeluargaan.
d.
Di ucapkan di Dalam Sidang Pengadilan
Di tegaskan dalam SEMA NO 14 tahun 1974
Selain persidangan harus terbuka untuk umum , pemeriksaan
dan pengucapan putusan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila di lakukan dalam sidang pengadilan .
e.
Radio dan Televisi Dapat Menyiarkan
Langsung Pemeriksaan dari Ruang Sidang
Sesuai dengan prinsip demokrasi bahwa warga Negara berhak
memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang bagaimana caranya organ Negara
melaksanakan fungsi.
Akan tetapi kebolehan
itu tidak bersifat absolute , terdapat bebrapa pembatasan yang harus di taati ,antara lain :
1) Pemasangan kamera televisi tidak
boleh mengganggu proses pemeriksaan persidangan
2) Harus lebih mengutamakan reportase
akurat berdasarkan fair trial
daripada mengedepankan liputan highlight yang bersifat dan bernilai hiburan
3) Tidak di benarkan menyorot dan
menanyakan saksi yang harus di lindungi
4) Tidak di berikan memberikan refortase
apalagi yang berbentuk komentar
5) Pembatasan yang berhubungan dengan
kepentingan public
C.
FORMULASI PUTUSAN
Formulasi putusan adalah susunan atau
sistematika yang harus di rumuskan dalam putusan agar memenuhi syarat perundang
– undangan hal ini di atur dalam pasal
184 ayat (1) HIR . Apabila di jatuhkan tidak mengikuti susunan perumusan yang
di gariskan pasal tersebut.
Adapun
beberapa unsur formula yang harus tercantum dalam putusan :
1. Memuat Secara Ringkas dan Jelas Pokok
Perkara, jawaban, pertimbangan dan Amar Putusan
Mengenai apa saja yang mesti tercantum dalam putusan adalah :
a.
Dalil Gugatan
Dalil gugatan di jelaskan dengan singkat dasar dan hubungan hukum serta fakta yang menjadi
dasar gugatan. Dan dalam dalil gugatan
biasanya di cantumkan identitas para pihak.
b.
Mencantumkan Jawaban Tergugat
Keharusan mencantumkan jawaban tergugat maksudnya cukup
diambil yang pokok dan relevan dengan
syarat , tidak boleh menghilangkan makna hakiki jawaban tersebut. Adapun agar
ringkasan itu tidak menyimpang maka hakim dapat menanyakan tergugat tentang hal- hal yang kurang jelas dan
meragukan dalam jawaban. Pengertian jawaban dalam arti luas meliputi replik dan
duplik serta konklusi.
c.
Uraian Singkat Ringkasan dan Lingkup
Pembuktian
Deskripsi fakta dan alat bukti atau pembuktian yang ringkas
dan lengkap. Di mulai dengan pembuktian
yang diajukan penggugat dan dilanjutkan
dengan pembuktian tergugat.
-
Alat
bukti apa saja yang di ajukan masing-masing pihak,
-
Terpenuhi
atau tidak syarat formil dan syarat materil masing-masing alat bukti yang di
ajukan.
d.
Pertimbangan Hukum
Pertimbangan hukum merupakan jiwa dan intisari putusan.
Pertimbangan berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan hukum dari
hakim yang memeriksa perkara.
e.
Ketentuan Perundang- Udangan
Telah di atur dalam pasal
25 ayat (1) UU NO 4 tahun 2004 .
segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasr- dasar
putusan, harus juga memuat pasal-pasal tertentu dan peraturan perundang-
undangan yang menjadi landasan putusan.
f.
Amar Putusan
Amar atau diktum putusan merupakan pernyataan ( deklarasi )
yang berkenaan dengan status dan hubungan hukum antara para pihak dengan barang
objek yang di sengketakan.
2.
Mencantumkan biaya perkara
Selain putusan mencantumkan mengenai pokok –pokok perkara
juga mencantumkan tentang hal banyaknya biaya perkara .
Adapun mengenai
prinsip komponen biaya perkara di atur dalam pasal 181 – 182 HIR :
a.
Prinsip Pembebanan Biaya Perkara
1. Di bebankan pada Pihak yang Kalah
Inilah prinsip yang pertama, hakim memikul biaya kepada pihak
yang kalah. Kalau gugatan di tolak, berarati terguagat berada di pihak
yang kalah.
2. Kemenangan tidak Mutlak di Bebankan
Secara Berimbang
Namun ada kalanya kekalahan dan kemenangan itu tidak mutlak,
seperti :
-
Gugatan
hanya di kabulkan sebagian
-
Gugatan
Penggugat di nyatakan tidak dapat di terima
b.
Pembebanan Meliputi Biaya Putusan Sela
Jika dalam proses pemeriksaan ada di jatuhkan putusan sela ,
dan untuk itu di perlukan biaya maka biaya tersebut di bebankan kepada pihak
yang kalah. Atau di pikulkan kepada pihak
secara berimbang , meliputi juga biaya putusan sela.
c.
Baiya Putusan Verstek kepada yang di
Jatuhi Verstek
Apabila putusan di jatuhhkan melaui verstek , kepada yang di
jatuhi putusan itu , sekaligus di bebani membayar biaya perkara, prispnya biaya
yang timbul dalam proses putusan verstek di bebankan secara mutlak kepada pihak
tergugat.
d.
Pembebanan Biaya Tambahan Pemanggilan
Hal ini di atur dalam pasal 181 ayat (4) HIR . sekiranya di
luar biaya yang di perkirakan semuladi perlukan biaya tambahan untuk melakuakan
pemanggialn ulang kepada seorang tergugat sesuai ketentual pasal 127 HIR.
e.
Komponen Biaya Perkara
Di atur dalam pasal 182 HIR Secara umum terdiri dari:
-
Biaya
panitera dan materai yang di perlukan
selama proses pemeriksaan perkara berlangsung
-
Biaya
alat – alat bukti , meliputi biaya saksi , ahli atau juru bahasa, termasuk
biaya pelaksanaan pengucapan sumpah.
-
Biaya
pemeriksaan setempat dan pembuatan lain menurut hukum
-
Biaya
yang di perlukan untuk melaksanakan eksekusi putusan atas putusan provisi atau
serta merta.
D.
MENCARI DAN MENEMUKAN HUKUM
Dalam menyelesaikan perkara melalui
proses peradilan , hakim tidak hanya berfungsi dan berperan memimpin jalannya
persidangan , sehingga para pihak yang berperkara mentaati aturan main sesuai
dengan tata tertib beracara yang di gariskan hukum acara.
Adapun asas- asas dalam berperkara ini antara lain :
1.
Pengadilan Tidak Boleh Menolak
Memeriksa dan Mengadili Perkara
Hal ini di atur dalam pasal 16 ayat ( 1) UU NO 4 tahun 2004
yakni :
-
Memeriksa
dan mengadili suatu perkara yag di ajukan kepadanya dengan dalih hukum yang
mengatur itu tidak ada atau kurang jelas
-
Dalam
hal apabila memang tidak ada atau kurang jelas hukumnya, hakim atau pengadilan
wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
-
Caranya,
berpedoman pada ketentuan pasal 27 ayat (1)
UU NO 14 tahun 1970 yang sekarang pasal 28 ayat (1) UU NO 4 tahun 2004.
Prinsip dan cara ini harus di tempuh hakim, harus memeriksa
perkara yang di ajukan kepadanya dan untuk itu dia wajib mencari dan menemukan
hukum objektif dan materil yang hendak di terapkan menyelesaikan sengketa.
2.
Prinsip curia novit jus
Dala hal ini hakim di anggap mengetahui semua hukum atau
curia novit jus . yang di katakana hakim sebagai organ pengadilan :
-
di
anggap memahami hukum
-
oleh
karena itu harus memberikan pelayanan kepada setiap pencari keadilan yag
memohon keadilan kepadanya
-
apabila
hakim dalam member pelayanan menyelesaikan sengketa, tidak menemukan hukum
tertulis , hakim wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus perkara
berdasar hukum sebagai orang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada
Tuhan Yang Maha Esa , diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara
3.
Mencari dan Menemukan Hukum Objektif
dari Sumber Hukum yang di Benarkan
Untuk mencari dan menemukan hukum objektif maka harus dari
sumber hukum yang di benarkan ketentuanya oleh undang-undang
a. Ketentuan Hukum Positif
Dalam system civil law
sumber hukum uatamanya adalah hukum positif dalam bentuk kodifikasi.
b. Dari Sumber Hukum Tidak Tertulis
Sejak zaman penjajah belanda di kenal dual system sumber
hukum . semula kehidupan masyarakat Indonesia di atur oleh hukum tidak tertulis
yang di sebut hukum adat.
c. Yurisprudensi yakni jika kasus yang di sengketakan tidak di
temukan aturan hukumnya dalam hukum positif , dan juga tidak di jumpai dalam
hukum tidak tertulis hakim di benarkan mencari dan menemukannya dari yurisprudensi.
d. Traktat
Tempat untuk mencari
dan menemukan hukum ialah traktat, terutama hal –hal yang menyangkut dengan
persoalan hukum internasional atau antar Negara.
Traktat di sebut juag pakta yang popular adalah perjanjian
yang di buat antar Negara, sehingga bercorak internasional.
e. Doktrin
-
Satu
segi, doktrin hukum diakui sebagai sumber hukum
Dalam kedudukan dan keberadaan yang demikian, hakim di
benarkan mencari pendapat atau pandangan hukum dari doktrin yang di kemukakan
pakar hukum.
-
Segi
lain, doktrin hukum itu sendiri bukan hukum, tetapi hanya pendapat hukum oleh
karena itu secara formil tidak seperti undang
-nundang atau kebiasaan.
E.
OTONOMI KEBEBASAN HAKIM KENJATUHKAN
PUTUSAN
Pengadilan dalam Negara hukum dan
masyarakat demokrasi, merupakan tempat terakhir mencari kebenaran dn keadilan .
anggota masyarakat di larang menempuh system main hakim sendiri. Dalam
melaksanakan fungsi otonomi kebebasan hakim mengadili perkara , ada beberapa
prinsip yang perlu di perhatikan :
1.
Pengadilan Sebagai Katup Penekan
Yakni berdasarkan pasal 1 UU NO 14 tahun 2004 . badan – badan
pengadilan sebaga kekuasaan kehakiman adalah penyelenggara peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan atas setiap pelanggaran hukum.
2.
Pengasilan Sebagai Pelaksana Penegak
Hukum
Dalam hal ini hakim sebagai pelksana penegak hukum , ada dua
fungsi pokok yang harus di perankan :
a. Sebagai Penjaga Kemerdekaan Anggota
Masyarakat
b. Sebagai wali Masyarakat
3.
Kebebasan Tidak Bersifat Mutlak
Di atur dalam pasal 1 UU NO 4 tahun 2004. Kebebasan hakim
dalam menyelesaikan sengketa sebagai berikut :
a. Mutlak Bebas dan Merdeka dari Campur
Tangan Ekstra Yudisial
Dalam alenia pertama UU NO 4 tahun 2004 berbunyi :
Kekuasaan kehakiman yang merdeka itu
mengandung pengertian yang di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari
campur tangan pihak kekuasaan ektra yudisial , kecuali dalam hal-hal sebagai
mana di sebut dalam UUD Negara RI tahun 1945
b. Kebebasan Relatif Menerapka Hukum
Yang berbunyi :
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang
judicial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum
dan keadilan berdasarkan pancasila sehingga putusannya mencerminkan rasa
keadilan rakyat Indonesia.
4.
Secara Fundamental Tidak Demokratis
Sesuai dngan prinsip otonomi kebebasan hakim memeriksa dan
mengadili perkara, hakim berkedududkan :
-
Secara
fundamental tidak demokratis
-
Pada
saat hakim mengambil putusan terhadap perkara yang di periksanya : tidak
membutuhkan akses dari siapapun, tidak memerlukan negosiasi dengan pihak
manapun dan , tidak perlu minta kompromi dari siapa dan kekuasaan manapun.
Berarti hakim tidak memerlukan pendapat, saran, dan penggarisan dari pihak
manapun.
5.
Hakim Memiliki Imunitas Personal yag
Total
Dalam hal ini hakim tidak hanya dii berikan kebebasan
bertindak tidak demokratis tetapi jugamemiliki hak imunitas yang total. Hak imunitas adalah konsekuensi dari
kebebasan kekuasaan kehakiman .
6.
Putusan Hakim di Samakan Dengan
Putusan Tuhan
Oleh sebab itu putusan yang di jatuhkan harus benar-benar
melaui proses pemeriksaan peradilan yang jujur.
F.
PUTUSAN DI TINJAU DARI BERBAGAI SEGI
Adapun berbagai segi putusan pengadilan yang dapat di jatuhkan hakim :
1.
Dari Aspek Kehadiran Para Pihak
Untuk mengantisipasi tindakan keingkaran , undag – undang
mmberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan , sebagai ganjaran
atas tindakan tersebut. Adapun bentuk –
bentuk putusan yag dapat di jatuhkan adalah :
a. Putusan Gugatan Gugur
b. Putusan Verstek
2.
Putusan di tinjau dari Segi Sifatnya
Terdapat beberapa jenis putusan :
a. Putusan Deklarator
Adalah berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan
atau kedudukan hukum semata-mata.
b. Putusan Constitutief
Adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum , baik
yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan
hukum baru.
c. Putusan Condemnatoir
Adalah putusan yang memuat amar menghukum salah satu pihak yang berperkara.
3.
Putusan Ditinjau Pada Saat
Penjatuhannya
a. Putusan sela
Di sebut juga putusan sementara , menurut pasal yang mengatur
hakim dapat mengambil atau menjatuhkan putusan yang bukan putusan akhir , yang
di jatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung.
b. Putusan Akhir
Yakni putusan akhir diambil dan di jatuhkan pada akhir atau
sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok.
G.
PUTUSAN YANG DAPAT DIJALANKAN LEBIH
DAHULU
Sebagai bagian terakhir uaraian
mengenai putusan adalah putusan serta merta terdapat beberapa hal yang perlu
dijelaskan agar tidak keliru menerapkannya.
1.
Penegrtian dan Landasan Hukum
Maksudnya adalah hakim berwenang menjatuhkan putusan akhir
yang mengandung amar , mmerintahkan supaya putusan yang di jatuhkan tersebut,
dijalankan atau di laksanakan lebih dahulu:
-
Meskipun
putusan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
-
Bahkan
meskipun terhadap putusan itu diajukan perlawanan atau banding. Oleh sebab itu
penggugat banding berarti putusan belum memperolehh kekuatan hukum, oleh seba
itu belum dapat di eksekusi.
a.
Eksekusi Terlebih Dahulu Bersifat
Eksepsional
Erdasarkan ketentuan yang sudah di
gariskan pasal 180 HIR yakni memberi wewenag kepada hakim menjatuhkan putusan
yang berisi dictum : memerintahkan pelaksanaan lebihh dahulu putusan , meskipun
belum memperolehkekuatan tetap adalah bersifat eksepsional.
b.
Landasan Hukum Positif
Landasannya adalah :
-
pasal 180 HIR
Pasal
ini terdiri dari dua ayat . melarang pelaksanaan sandera berdasarkan
putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu.
-
Pasal
191 RBG
Member wewenang kepada hakim menjatuhkan dan memerintahkan
putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu meskipun putusan belum
berkekuatan tetap.
c.
Penetapan
Putusan yang Dapat Dijalankan Lebih Dahulu Bersifat Fakultatif
Yakni
hakim dapat mengabulkan dan memerintahkan putusan yang dapat di jalankan lebih
dahulu.
2.
Syarat
Putusan yang Dapat Dijalankan Terlebih Dahulu
Syarat yang harus di penuhi :
-
Gugatan di dasarkan atas suatu alas hak
yang berbentuk akta otentik
-
Di dasarkan atas akta di bawah tangan
yang di akui atau di anggap di akui jika putusan di jatuhkan verstek.
-
Didasarkan pada putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap.
a.
Syarat
Tidak Bersifat Kumulatif
Tetapi bersifat alternatif
b.
Pengabulan
Berdasarkan Permintaan
3.
Eksekusi
Putusan yang Dapat Dijalankan Lebih Dahulu
a.
Dilaksanakan
ketua PN Tanpa Intervensi
b.
Pelaksanaanya
Atas Izin Pengadilan Tinggi
c.
Ketua PN
Dapat Meminta Jaminan Uang atau Barang
4.
Pemulihan
Kembali Eksekusi Terlebih Dahulu
a.
Pemulihan
dari Pihak Ketiga Melalui Gugatan
b.
Pemulihan
Barang Yang Sudah Hancur.
No comments:
Post a Comment