Followers

Tuesday, 22 September 2015

Hukum Acara Perdata tentang Pemeriksaan setempat dan pendapat ahli




NAMA                       : HAERUNNISA’
NIM                           : 152 102 049
TUGAS                       : HUKUM ACARA PERDATA

BAB 13 dan 14
PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PENDAPAT  AHLI
A.     PEMERIKSAAN SETEMPAT
Salah satu hal yang erat kaitannya dengan hukum pembuktian adalah “pemeriksaan setempat” , secara formil ia tidak termasuk alat  bukti dalam pasal 1866 KUH perdata . namun pemeriksaan setempat berfungsi untuk membuktikan kejelasan dan kepastian tentang lokasi, ukuran, dan batas – batas objek sengketa. Adapun yang perluu di ketahui adalah :
1.      Pengaturan
Pemeriksaan setempat dapat kita mengetahuinya melalui rujukan perundang – undangan :
a.      Pada HIR  ( PASAL 153 ada 2 ayat  )
·         Apabila dianggap perlu , dapat di lakukan pemeriksaan setempat yang dapat di pergunakan hakim sebagai keterangan dalam mengambil keputusan
·         Panitera membuat berita acara pemeriksaan setempat yang di tandatangani hakim ,komisaris dan panitera tersebut.
b.      Pada RBG
Tidak ada bedanya dengan di atas namun bedanya adalah hany di ayat ke 3  yang mengatur pendelegasian pemeriksaan setempat  kepada PN di tempat objek terperkara terletak.
c.       Psds rv
Di atur dalam rv lebih luas.
2.      Pengertian
Dalam pasal 153 HIR yang berbunyi :
1)      Jika dipandang perlu  atau berfaedah , ketua  boleh mengangkat satu atau dua komisaris dari dewan itu yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaandi tempat itu, yang dapat menjadi keterangan bagi hakim
2)      Panitera pengadilan hendaklah membuat berita acara tentang pekerjaan itu dan hasilnya , berita acara itu harus di tandatangani oleh komisaris dan panitera pengadilan itu.
3.      Oleh Hakim atau atas Permintaan Para Pihak
Berdasarkan pasal 153 HIR , pasal 180 RBG  pemeriksaan setempat dapat diadakan berdasarkan :
a.      Oleh Hakim atas Jabatannya
Hakim karena jabatannya , secara ex officio dapat menetapkan atau memerintahkan diadakan pemeraiksaan setempat, apabila hal itu dianggapnya penting untuk mengetahui secara pasti keadaan yang berkenaan dengan objek gugatan.
b.      Atas Permintaan Para Pihak
Yakni atas permintaan salah satu pihak maupun atas permintaan bersama kedua belah pihak.

4.      Perintah Dituangkan dalam Putusan Sela
a.      Penunjukkan Pelaksana Pemeriksaan Setempat
Dalam putusan sela tersebut, terdapat nama pejabat yang bertindak sebagai pelaksana yang terdiri dari :


1)      Paling tidak salah seorang Hakim Anggota Majelis
Jadi, minimum terdiri dari seorang Hakim Anggota Majelis yang memeriksa perkara tersebut, tetapi boleh juga lebih , misalnya terdiri dari dua Hakim Anggota Majelis
2)      Disertai seorang panitera. Yang bertindak :
·         Mendampingi Hakim Anggota Majelis
·         Bertugas Membuat berita acara pemriksaan setempat.
3)      Dapat di Bantu Oleh Ahli
Tentang kebolehan mengikuti ahli, di sebut dalam pasal 211 Rv , namun tidak bersifat mutlak, karena yang bersifat mutlak hanya Hakim Anggota dan Paitera.
b.      Berisi Perintah Hal yang Harus Diperiksa
Putusan sela memuat perintah mengenai hal-hal yang harus di periksa:
·         Memang di bolehkan secara umum berupa rumusan memerintahkan pemeriksaan terhadap objek barang terperkara di tempat barang terletak.
·         Namun yang paling baik, perintah itu di deskripsi secara jelas dan rinci seperti memeriksa lokasi, ukuran, dan batas-batasnya atau jumlah dan kualitasnya.
5.      Pelaksanaan Pemeriksaan Setempat
Menurut pasal 211 ayat (2) Rv, dapat juga diperintahkan terhadap :
·         Benda bergerak
·         Dengan syarat, apabila barang tersebut sulit atau tidak mungkin dibawa atau di ajukan di sidang pegadilan.
Mengenai pelaksanaan sidang pemeriksaan setempat, berpedoman kepada ketentuan pasal 153 HIR pasal 180 RBG
a.      Di hadiri Para Pihak
Seperti di jelskan , pemeriksaan setempat adalah sidang resmi pengadilan hanya tempat persidangannya yang berpindah dari ruang sidang pengadilan ketempat letaknya barang berperkara.

b.      Datang ke Tempat Barang Terletak
Proses sidang pemeriksaan setempat msti di langsungkan di tempat lokasi barang itu terletak, pejabat yang di angkat  :
·         Datang langsung di tempat barang yang hendak diperiksa terletak
·         Setelah sampai di tempat, hakim yang memimpin pemeriksaan , membuka secara resmi sidang pemeriksaan setempat.
·         Kepada para pihak diberi hak dan kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti atau fakta untuk memperkuat dalil maupun bantahan masing- masing
·         Para pihak di bolehkan mengajukan saksi yang mereka anggap dapat memperkuat dalil gugatan atau bantahan.
c.       Panitera Membuat Berita Acara
Ketentuan ini sejalan dengan pasal 186 HIR yang menegaskan :
·         Panitera membuat berita acara setiap perdsidangan yang memuat dan mencatat segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan.
·         Berita acara ditandatangani oleh hakim dan panitera
·         Jika hakim atau panitera tidak dapat menandatangani , hal itu dijelaskan dalam berita acara tersebut.
d.      Membuat Akta Pendapat
Untuk membuat akta pendapat yang objektif dan realistis, hakim pelaksana dapat meminta bantuan kepada ahli, agar pada saat pemeriksaan dilakukan di dampingi ahli.
6.      Pendelegasian Pemeriksaan Setempa
Pasal 180 ayat (3) RBG mengatur pendelegasian pelaksanaan sidang pemeriksaan setempat kepada PN  . Apabila pemeriksaan setempat harus di lakukan dalam wilayah hukum PN yang  lain. Disebabkan objek barang tersebut terletak di wilayah hukum PN dimaksud, pemeriksaan dilimpahkan kepadanya.
7.      Biaya Pemeriksaan Setempat
Mengenai biaya atau ongkos pemeriksaan setempat diatur dalam pasal 214 Rv :
a.      Dibebankan Kepada Pihak yang Meminta
Patolan pertama, siapa yang meminta pemeriksaan setempat, dengan sendirinya menurut hukum di bebankan kewajiban :
·         Membayar panjar biaya pemeriksaan
·         Dan biaya itu dibayar lebih dahulu sebelum pemeriksaan di lakukan.

b.      Hakim Sendiri yang Menentukan
Apabila pemeriksaan setempat bukan atas permintaan salah satu pihak, tetapi atas perintah hakim secara ex officio maka beban pembayaran panjar biaya di tentukan oleh hakim sendiri.
c.       Komponen Biaya Pemeriksaan Setempat
Menurut pasal 214 Rv, adalah ongkos jalan, komponen inilah yang umum yaitu biaya perjalanan pelaksanaan yang terdiri dari paling sedikit dua orang yang terdiri dari hakim dan panitera.
8.      Nilai Kekuatan Pembuktian
Secara yuridis formil, hasil pemeriksaan setempat bukan alat bukti, karena tidak termasuk sebagai alat bukti yang di sebut pasal 164 HIR , sehingga pada dasarnya tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
a.      Sebagai Keterangan bagi Hakim
Baik pasal 153 ayat (1) HIR pasal 180 ayat ( 1) RBG  mnegaskan , nilai kekuatan yang melekat pada hasil pemeriksaan setempat , dapat di jadikan keterangan bagi hakim.
b.      Variable Nilai Kekuatannya dalam Putusan Peradilan




B.      PENDAPAT AHLI
Pemeriksaan saksi ahli diatur dalam pasal 154 HIR , tidak menyebutkan saksi ahli, tetapi mengangkat ahli. Namun praktik peradilan sudah baku menyebutkan saksi ahli.
1.      Penegrtian Ahli
Seacara umum pengertia “ahli” adalah orang yag memiliki pengetahuan khusus di bidang tertentu.
2.      Pengangkatan Ahli
Di atur dalam pasal 154 ayat (1) HIR :
a.      Oleh Hakim Secara Ex Officio
b.      Atas Permintaan Salah Satu Pihak

3.      Alasan Pemeriksaan Ahli
Pengangkatan seorang ahli di persidangan, didasarkan pada keahliannya di bidang perkara yang di sengketakan, bukan di sebabkan karena pengalaman,  penglihatan  atau pendengarannya.
4.      Bentuk dan Penyampaian Pendapat  Ahli
a.      Bentuk pendapat ahli berupa laporan , Bentuk lisan  dan Berbentuk tulisan.
b.      Laporan disampaikan dalam persidangan
c.       Laporan di kuatkan dengan sumpah
5.      Yang Tidak Cakap Menjadi Hakim
6.      Nilai Kekuatan Pembuktian Pendapat Ahli
a.      Pendapat ahli tidak dapat berdiri sendiri
b.      Fungsi dan kualitasnya menambah alat bukti lain.




BAB 14
PUTUSAN PENGADILAN
A.     ARTI PUTUSAN PENGADILAN
Maksud putusan adalah putusan pengadilan di tingkat pertama, dan memang tujuan akhir proses  pemeriksaan  perkara di PN , diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi penyelesaian perkara yang di sengketakan. Berdasarkan putusan itu ditentukan dengan pasti hak maupun hubungan hokum para pihak dengan objek yang di sengketakan.

B.      ASAS PUTUSAN
1.      Memuat Alasan yang Jekas dan Rinci
Menurut Asas ini putusan yang di jatuhkan harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup.  Adapun alasan – alasan hokum yang menjadi dasar pertimbangan bertitik tolak  dari ketentuan :
-          Pasal  - pasal tertentu peraturan perundang- undangan
-          Hukum kebiasaan
-          Yurisprudensi dan
-          Doktrin hukum.
2.      Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Asas ini di jelaskan sesuai dalam pasal 178 ayat (2) HIR , pasal 189 ayat (2) RBG yakni putusan harus secara total dan menyeluruh memriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang di ajukan.
3.      Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Asas ini di atur dalam pasal 178 ayat (3) HIR yakni putusan tidak boleh mengabulkan melebihi  tuntutan yang di kemukakan dalam gugatan. Larangan  ini disebut sebagai ultra petitum partium. Adapun hakim yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugat , di anggap telah melampaui batas wewenang  atau ultra vires  yakni bertindak melampaui wewenangnya . apabila putusan mengandung ultra petitum, harus di nyatakan cacat  ( invalid ) meskipun hal itu di lakukan hakim dengan iktikad baik maupun sesuai dengan kepentingan umum.
4.      Di Ucapkan di Muka Umum
a.       Prinsip Keterbukaan untuk umum bersifat imperatif
Persidangan dan putusan di ucapkan dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum atau di muka umum, merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari asas fair trial artinya pemeriksaan persidangan harus berdasarkan proses yang jujur sejak awal samapi akhir.
b.      Akibat Hukum atas Pelanggaran Asas Keterbukaan
Dalam pasal 20 UU No 4 tahun 2004 yang berbunyi :
Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di ucapkan dalam sidang terbuka  untuk umum.   Sebab dari pasal tersebut akan mengakibatkan putusan yang di jatuhkan :  tidak sah  atau tidak mempunyai kekuatan hukum.
c.       Dalam hal pemeriksaan secara tertutup, putusan tetap di ucapkan dalam sidang terbuka
Peratutan perundang –undangan membenarkan pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup , akan tetapi pengecualian ini sangat terbatas. Yang paling utama dalam bidang hukum kekeluargaan.
d.      Di ucapkan di Dalam Sidang Pengadilan
Di tegaskan dalam SEMA NO 14 tahun 1974 
Selain persidangan harus terbuka untuk umum , pemeriksaan dan  pengucapan putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila di lakukan dalam sidang pengadilan .
e.      Radio dan Televisi Dapat Menyiarkan Langsung Pemeriksaan dari Ruang Sidang
Sesuai dengan prinsip demokrasi bahwa warga Negara berhak memperoleh sebanyak mungkin informasi tentang bagaimana caranya organ Negara melaksanakan fungsi.
 Akan tetapi kebolehan itu tidak bersifat absolute , terdapat bebrapa pembatasan yang  harus di taati ,antara lain :
1)      Pemasangan kamera televisi tidak boleh mengganggu proses pemeriksaan persidangan
2)      Harus lebih mengutamakan reportase akurat berdasarkan  fair trial  daripada mengedepankan liputan highlight yang bersifat dan bernilai hiburan
3)      Tidak di benarkan menyorot dan menanyakan saksi yang harus di lindungi
4)      Tidak di berikan memberikan refortase apalagi yang berbentuk komentar
5)      Pembatasan yang berhubungan dengan kepentingan public

C.      FORMULASI PUTUSAN
Formulasi putusan adalah susunan atau sistematika yang harus di rumuskan dalam putusan agar memenuhi syarat perundang – undangan  hal ini di atur dalam pasal 184 ayat (1) HIR . Apabila di jatuhkan tidak mengikuti susunan perumusan yang di gariskan pasal tersebut.
            Adapun beberapa unsur formula yang harus tercantum  dalam putusan :
1.      Memuat Secara Ringkas dan Jelas Pokok Perkara, jawaban, pertimbangan dan Amar Putusan
Mengenai apa saja yang mesti tercantum dalam putusan adalah :
a.      Dalil Gugatan
Dalil gugatan di jelaskan dengan singkat dasar  dan hubungan hukum serta fakta yang menjadi dasar gugatan. Dan  dalam dalil gugatan biasanya di cantumkan identitas para pihak.
b.      Mencantumkan Jawaban Tergugat
Keharusan mencantumkan jawaban tergugat maksudnya cukup diambil  yang pokok dan relevan dengan syarat , tidak boleh menghilangkan makna hakiki jawaban tersebut. Adapun agar ringkasan itu tidak menyimpang maka hakim dapat menanyakan tergugat  tentang hal- hal yang kurang jelas dan meragukan dalam jawaban. Pengertian jawaban dalam arti luas meliputi replik dan duplik serta konklusi.
c.       Uraian Singkat Ringkasan dan Lingkup Pembuktian
Deskripsi fakta dan alat bukti atau pembuktian yang ringkas dan lengkap.  Di mulai dengan pembuktian yang diajukan penggugat  dan dilanjutkan dengan pembuktian tergugat.
-          Alat bukti apa saja yang di ajukan masing-masing pihak,
-          Terpenuhi atau tidak syarat formil dan syarat materil masing-masing alat bukti yang di ajukan.
d.      Pertimbangan Hukum
Pertimbangan hukum merupakan jiwa dan intisari putusan. Pertimbangan berisi analisis, argumentasi, pendapat atau kesimpulan hukum dari hakim yang memeriksa perkara.
e.      Ketentuan Perundang- Udangan
Telah di atur dalam pasal  25  ayat (1) UU NO 4 tahun 2004 . segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan-alasan dan dasr- dasar putusan, harus juga memuat pasal-pasal tertentu dan peraturan perundang- undangan yang menjadi landasan putusan.
f.        Amar Putusan
Amar atau diktum putusan merupakan pernyataan ( deklarasi ) yang berkenaan dengan status dan hubungan hukum antara para pihak dengan barang objek yang di sengketakan.

2.      Mencantumkan biaya perkara
Selain putusan mencantumkan mengenai pokok –pokok perkara juga mencantumkan tentang hal banyaknya biaya perkara .
      Adapun mengenai prinsip komponen biaya perkara di atur dalam pasal 181 – 182 HIR :
a.      Prinsip Pembebanan Biaya Perkara
1.      Di bebankan pada Pihak yang Kalah
Inilah prinsip yang pertama, hakim memikul biaya kepada pihak yang kalah. Kalau gugatan di tolak, berarati terguagat berada di pihak yang  kalah.
2.      Kemenangan tidak Mutlak di Bebankan Secara Berimbang
Namun ada kalanya kekalahan dan kemenangan itu tidak mutlak, seperti :
-          Gugatan hanya di kabulkan sebagian
-          Gugatan Penggugat di nyatakan tidak dapat di terima
b.      Pembebanan Meliputi  Biaya Putusan Sela
Jika dalam proses pemeriksaan ada di jatuhkan putusan sela , dan untuk itu di perlukan biaya maka biaya tersebut di bebankan kepada pihak yang kalah. Atau di pikulkan kepada pihak  secara berimbang , meliputi juga biaya putusan sela.
c.       Baiya Putusan Verstek kepada yang di Jatuhi Verstek
Apabila putusan di jatuhhkan melaui verstek , kepada yang di jatuhi putusan itu , sekaligus di bebani membayar biaya perkara, prispnya biaya yang timbul dalam proses putusan verstek di bebankan secara mutlak kepada pihak tergugat.
d.      Pembebanan Biaya Tambahan Pemanggilan
Hal ini di atur dalam pasal 181 ayat (4) HIR . sekiranya di luar biaya yang di perkirakan semuladi perlukan biaya tambahan untuk melakuakan pemanggialn ulang kepada seorang tergugat sesuai ketentual pasal 127 HIR.
e.      Komponen Biaya Perkara
Di atur dalam pasal 182 HIR Secara umum terdiri dari:
-          Biaya panitera dan  materai yang di perlukan selama proses pemeriksaan perkara berlangsung
-          Biaya alat – alat bukti , meliputi biaya saksi , ahli atau juru bahasa, termasuk biaya pelaksanaan pengucapan sumpah.
-          Biaya pemeriksaan setempat dan pembuatan lain menurut hukum
-          Biaya yang di perlukan untuk melaksanakan eksekusi putusan atas putusan provisi atau serta merta.

D.     MENCARI DAN MENEMUKAN HUKUM
Dalam menyelesaikan perkara melalui proses peradilan , hakim tidak hanya berfungsi dan berperan memimpin jalannya persidangan , sehingga para pihak yang berperkara mentaati aturan main sesuai dengan tata tertib beracara yang di gariskan hukum acara.
Adapun asas- asas dalam berperkara ini antara lain :
1.      Pengadilan Tidak Boleh Menolak Memeriksa dan Mengadili Perkara
Hal ini di atur dalam pasal 16 ayat ( 1) UU NO 4 tahun 2004 yakni :
-          Memeriksa dan mengadili suatu perkara yag di ajukan kepadanya dengan dalih hukum yang mengatur itu tidak ada  atau kurang jelas
-          Dalam hal apabila memang tidak ada atau kurang jelas hukumnya, hakim atau pengadilan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
-          Caranya, berpedoman pada ketentuan pasal 27 ayat (1)  UU NO 14 tahun 1970 yang sekarang pasal 28 ayat (1) UU NO 4 tahun 2004.
Prinsip dan cara ini harus di tempuh hakim, harus memeriksa perkara yang di ajukan kepadanya dan untuk itu dia wajib mencari dan menemukan hukum objektif dan materil yang hendak di terapkan menyelesaikan sengketa.
2.      Prinsip curia novit jus
Dala hal ini hakim di anggap mengetahui semua hukum atau curia novit jus . yang di katakana hakim sebagai organ pengadilan :
-          di anggap memahami hukum
-          oleh karena itu harus memberikan pelayanan kepada setiap pencari keadilan yag memohon keadilan kepadanya
-          apabila hakim dalam member pelayanan menyelesaikan sengketa, tidak menemukan hukum tertulis , hakim wajib menggali hukum tidak tertulis untuk memutus perkara berdasar hukum sebagai orang yang bijaksana dan bertanggung jawab penuh kepada Tuhan Yang Maha Esa , diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara
3.      Mencari dan Menemukan Hukum Objektif dari Sumber Hukum yang di Benarkan
Untuk mencari dan menemukan hukum objektif maka harus dari sumber hukum yang di benarkan ketentuanya oleh undang-undang
a.      Ketentuan Hukum Positif
Dalam system civil law  sumber hukum uatamanya adalah hukum positif dalam bentuk kodifikasi.
b.      Dari Sumber Hukum Tidak Tertulis
Sejak zaman penjajah belanda di kenal dual system sumber hukum . semula kehidupan masyarakat Indonesia di atur oleh hukum tidak tertulis yang di sebut hukum adat.
c.       Yurisprudensi  yakni jika kasus yang di sengketakan tidak di temukan aturan hukumnya dalam hukum positif , dan juga tidak di jumpai dalam hukum tidak tertulis hakim di benarkan mencari dan menemukannya dari yurisprudensi.
d.      Traktat
Tempat  untuk mencari dan menemukan hukum ialah traktat, terutama hal –hal yang menyangkut dengan persoalan hukum internasional atau antar Negara.
Traktat di sebut juag pakta yang popular adalah perjanjian yang di buat antar Negara, sehingga bercorak internasional.
e.      Doktrin
-          Satu segi, doktrin hukum diakui sebagai sumber hukum
Dalam kedudukan dan keberadaan yang demikian, hakim di benarkan mencari pendapat atau pandangan hukum dari doktrin yang di kemukakan pakar hukum.
-          Segi lain, doktrin hukum itu sendiri bukan hukum, tetapi hanya pendapat hukum oleh karena itu secara formil tidak seperti undang  -nundang atau kebiasaan.




E.      OTONOMI KEBEBASAN HAKIM KENJATUHKAN PUTUSAN
Pengadilan dalam Negara hukum dan masyarakat demokrasi, merupakan tempat terakhir mencari kebenaran dn keadilan . anggota masyarakat di larang menempuh system main hakim sendiri. Dalam melaksanakan fungsi otonomi kebebasan hakim mengadili perkara , ada beberapa prinsip yang perlu di perhatikan :
1.      Pengadilan Sebagai Katup Penekan
Yakni berdasarkan pasal 1 UU NO 14 tahun 2004 . badan – badan pengadilan sebaga kekuasaan kehakiman adalah penyelenggara peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan atas setiap pelanggaran hukum.
2.      Pengasilan Sebagai Pelaksana Penegak Hukum
Dalam hal ini hakim sebagai pelksana penegak hukum , ada dua fungsi pokok yang harus di perankan :
a.      Sebagai Penjaga Kemerdekaan Anggota Masyarakat
b.      Sebagai wali Masyarakat
3.      Kebebasan Tidak Bersifat Mutlak
Di atur dalam pasal 1 UU NO 4 tahun 2004. Kebebasan hakim dalam menyelesaikan sengketa sebagai berikut :
a.      Mutlak Bebas dan Merdeka dari Campur Tangan Ekstra Yudisial
Dalam alenia pertama UU NO 4 tahun 2004 berbunyi :
Kekuasaan kehakiman yang merdeka itu mengandung pengertian yang di dalamnya kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan ektra yudisial , kecuali dalam hal-hal sebagai mana di sebut dalam UUD Negara RI tahun 1945
b.      Kebebasan Relatif Menerapka Hukum
Yang berbunyi :
Kebebasan dalam melaksanakan wewenang judicial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia.

4.      Secara Fundamental Tidak Demokratis
Sesuai dngan prinsip otonomi kebebasan hakim memeriksa dan mengadili perkara, hakim berkedududkan :
-          Secara fundamental tidak demokratis
-          Pada saat hakim mengambil putusan terhadap perkara yang di periksanya : tidak membutuhkan akses dari siapapun, tidak memerlukan negosiasi dengan pihak manapun dan , tidak perlu minta kompromi dari siapa dan kekuasaan manapun. Berarti hakim tidak memerlukan pendapat, saran, dan penggarisan dari pihak manapun.
5.      Hakim Memiliki Imunitas Personal yag Total
Dalam hal ini hakim tidak hanya dii berikan kebebasan bertindak tidak demokratis tetapi jugamemiliki hak imunitas yang total.  Hak imunitas adalah konsekuensi dari kebebasan kekuasaan kehakiman .
6.      Putusan Hakim di Samakan Dengan Putusan Tuhan
Oleh sebab itu putusan yang di jatuhkan harus benar-benar melaui proses pemeriksaan peradilan yang jujur.

F.       PUTUSAN DI TINJAU DARI BERBAGAI SEGI
Adapun berbagai segi putusan pengadilan yang dapat di jatuhkan hakim :
1.      Dari Aspek Kehadiran Para  Pihak
Untuk mengantisipasi tindakan keingkaran , undag – undang mmberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan , sebagai ganjaran atas tindakan tersebut.  Adapun bentuk – bentuk putusan yag dapat di jatuhkan adalah :
a.      Putusan Gugatan Gugur
b.      Putusan Verstek



2.      Putusan di tinjau dari Segi Sifatnya
Terdapat beberapa jenis putusan  :
a.      Putusan Deklarator
Adalah berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata.
b.      Putusan Constitutief
Adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum , baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.
c.       Putusan Condemnatoir
Adalah putusan yang memuat amar menghukum salah satu  pihak yang berperkara.
3.      Putusan Ditinjau Pada Saat Penjatuhannya
a.      Putusan sela
Di sebut juga putusan sementara , menurut pasal yang mengatur hakim dapat mengambil atau menjatuhkan putusan yang bukan putusan akhir , yang di jatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung.
b.      Putusan Akhir
Yakni putusan akhir diambil dan di jatuhkan pada akhir atau sebagai akhir pemeriksaan perkara pokok.

G.     PUTUSAN YANG DAPAT DIJALANKAN LEBIH DAHULU
Sebagai bagian terakhir uaraian mengenai putusan adalah putusan serta merta terdapat beberapa hal yang perlu dijelaskan agar tidak keliru menerapkannya.
1.      Penegrtian dan Landasan Hukum
Maksudnya adalah hakim berwenang menjatuhkan putusan akhir yang mengandung amar , mmerintahkan supaya putusan yang di jatuhkan tersebut, dijalankan atau di laksanakan lebih dahulu:

-          Meskipun putusan itu belum memperoleh kekuatan hukum tetap.
-          Bahkan meskipun terhadap putusan itu diajukan perlawanan atau banding. Oleh sebab itu penggugat banding berarti putusan belum memperolehh kekuatan hukum, oleh seba itu belum dapat di eksekusi.
a.      Eksekusi Terlebih Dahulu Bersifat Eksepsional
Erdasarkan ketentuan yang sudah di gariskan pasal 180 HIR yakni memberi wewenag kepada hakim menjatuhkan putusan yang berisi dictum : memerintahkan pelaksanaan lebihh dahulu putusan , meskipun belum memperolehkekuatan tetap adalah bersifat eksepsional.
b.      Landasan Hukum  Positif
Landasannya adalah :
-            pasal 180 HIR
Pasal  ini terdiri dari dua ayat . melarang pelaksanaan sandera berdasarkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu.
-          Pasal 191 RBG
Member wewenang kepada hakim menjatuhkan dan memerintahkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu meskipun putusan belum berkekuatan tetap.
c.       Penetapan Putusan yang Dapat Dijalankan Lebih Dahulu Bersifat Fakultatif
Yakni hakim dapat mengabulkan dan memerintahkan putusan yang dapat di jalankan lebih dahulu.
2.      Syarat Putusan yang Dapat Dijalankan Terlebih Dahulu
Syarat yang harus di penuhi :
-          Gugatan di dasarkan atas suatu alas hak yang berbentuk akta otentik
-          Di dasarkan atas akta di bawah tangan yang di akui atau di anggap di akui jika putusan  di jatuhkan verstek.
-          Didasarkan pada putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. 


a.      Syarat Tidak Bersifat Kumulatif
Tetapi bersifat alternatif
b.      Pengabulan Berdasarkan Permintaan
3.      Eksekusi Putusan yang Dapat Dijalankan Lebih Dahulu
a.      Dilaksanakan ketua PN Tanpa Intervensi
b.      Pelaksanaanya Atas Izin Pengadilan Tinggi
c.       Ketua PN Dapat Meminta Jaminan Uang atau Barang
4.      Pemulihan Kembali Eksekusi Terlebih Dahulu
a.      Pemulihan dari Pihak Ketiga Melalui Gugatan
b.      Pemulihan Barang Yang Sudah Hancur.

No comments:

Post a Comment