NAMA : MAHSUM
NIM : 152 102 041
KELAS : VI b AS
TUGAS : HK. ACARA PERDATA“M. YAHYA HARAHAP” (BAB IV)
v GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS
ACTION)
A. SEJARAH RINGKAS
Menurut
Prof. Miller,[1]
perkembangan Class Actin dalam system Common Law telah memasuki periode
ketiga (in a third period of
defelopment). Gambaran ringkas perkembangannya, dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1.
Inggris
a. Dimulai
tahun 1873
Diatur dalam supreme Court of Judicatur Act 1873.
Esensinya, member kemungkinan dan
kewenangan bagi pengadilan:
·
Menjatuhkan putusan yang bersifat
deklaratif atas pemulihan yang adil (ecuitable
remedies);
·
Yaitu berupa pemulihan terhadap suatu
hal yang diderita kelompok yang anggotanya berjumlah banyak (numerous).
b. Perubahan substansial tahun 1965
Diatur dalam supreme
Court 1965.
Esensinya, mengatur representative action, yaitu gugatan perwakilan kelompok (GPK) yang
berpatokan pada syarat:
·
Anggota kelompoknyabanyak
·
Terdapat kesamaan kepentingan
·
Gugatan itu untuk kepentingan seluruh
anggota.
2.
Kanada
a.
Dimulai
tahun 1881
Diatur dalam The Ontario Judicatur Act 1881, dan perkembangan selanjutnya
mengikuti inggris.
b.
Pada
tahun 1992 dikeluarkan class procedorings Act (OCPA, 1992) yang mengatur Class
Action (CA)
Pengaturan
CA tersebut mencakup adanya sejumlah orang yang mempunyai permasalahan hokum
yang sama, permasalahan hokum itu timbul dari fakta atau peristiwa yang sama, dan
satu atau lebih anggota kelompok dapt mengajukan gugatan untuk mewakili seluruh
anggota kelompok yang bersangkutan.
3.
Amerika
Serikat
a.
Mulai
dikenal tahun 1912
Diatur
dalam Us federal Equity Rule1912.[2]
b.
Diperbaharui
pada tahun 1938 dalam Federal Rule of
Civil Procedure (FRCP, 1938)
Diperkenalkan tiga jenis CA:
·
True
CA, bahwa
tindakan CA untuk kepentingan bersama
·
Hybrid
CA, merupakan
hak CA yang melibatkan hak trtentu
·
Spurious
CA adalah
CA yang melibatkan hak-hak yang diklaim itu berbeda dan tidak ditujukan kepada
harta tertentu.
c.
Terjadi
lagi pembaharuan pada tahun 1966 (FRCP, 1966)[3]
Perubahan
itu mengatur ketentuan, satu orang itu dapat bertindak mewakili kelompok dengan
syarat ada sejumlah anggota yang besar dan mempunyai permasalahan hokum dan
fakta serta tuntutan yang sama.
4.
Australia
Diatur dalam FederalCourt Australia Act 1976, dan beberapa Negara bagian seperti
New South Wales, supreme Court Rules,
1976, Victoria Supreme Court Act,
1986.
5.
India
Diatur dalam Rule of Order of Civile Procedure, 1908.
6.
Indonesia
Baru
dikenal secara resmi dan formil pada tahun 2002, diatur dalam bentuk
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2002, tanggal 26 April 2002.
B. PENGERTIAN CLASS ACTION (CA)
1.
Secara
Umum
CA merupakan sinonim class suit atau representative action (RA) yang berarti:
a. Gugatan
yang berisi tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan oleh satu atau
beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok (class representatif)
b. Perwakilan
kelompok itu mengajukan gugatan tidak hanya untuk dan atas nama mereka, tetapi
sekaligus untuk dan atas nama kelompok yang mereka wakili.
c. Dalam
pengajuan gugatan tersebut, tidak perlu disebutkan secara individual satu
persatu identitas kelompok yang diwakili.
d. Selain
itu antara seluruh anggota kelompok, dengan wakil kelompok terdapat kesamaan
fakta atau dasar hokum yang melahirkan kesamaan kepentingan dan penderitaan.
2.
Menurut
PERMA No.1 Tahun 2002
a.
Istilah
yang dipergunakan
Istilah
yang dipergunakan adalah acara gugatan perwakilan kelompok (GPK), hal itu
ditegaskan dalam dictum PERMA itu sendiri pada bagian menetapkan yang menyebut
tentang Acara Gugata Perwakilan Kelompok atau Refresentatif Action.
b.
Pengertian
GPK
Diatur dalam pasal 1 huruf a yang
menyatakan
·
Suatu tata cara pengajuan gugatan yang
dilakukan satu orang atau lebih
·
Orang itu mewakili kelompok sekaligus
dirinya sendiri dan juga anggota kelompok yang jumlahnya banyak.
·
Antara yang mewakili dan anggota
kelompok yang diwakili memiliki kesamaan fakta atau dasar hokum.
C. TUJUAN CLASS ACTION
Tujuan
CA/GPK dalam PERMA, diatur dalam konsideran, antara lain sebagai berikut.
1.
Mengembangkan
penyederhanaan Akses Masyarakat Memperoleh keadilan
Dengan
satu gugatan, doberi hak procedural terhadap satu atau beberapa orang bertindak
sebagai penggugat untuk memperjuangkan kepentingan penggugat dan sekaligus
kepentingan anggota kelompok (bias ratusan atau ribuan anggota.
2.
Mengefektifkan
Efesiensi Penyelesaian Pelanggaran Hukum yang Menyangkut Orang Banyak
Secara
serentak atau missal kepentingan kelompok dibolehkan cukup hanya diajukan dalam
satu gugatan saja, hal itu dapat ditempuh apabila ternyata mereka memiliki
fakta atau dasar hokum yang sama sehingga kalau gugatan diselesaikan sendiri-sendiri,
penyelesaian tidak efektif dan efisien.
D. PENERAPAN LIBERAL ATAU RESTRIKTIF
Dalam
sejarah CA, muncul sikap dan penerapan yang agak berbeda. Ada yang menerapkan
dengan sikap liberal dan ada pula yang bersikap restriktif.
E. KONSEP HAK GUGATAN LSM BERBEDA
DENGAN CLASS ACTION
1.
Konsep
CA Berdasarkan Commonality
Landasan
untama konsep CA adalah asas atau syarat commonality,
yaitu prinsip kesamaan yang berkenaan dengan fakta atau dasar hokum dan
kesamaan tuntutan hokum.
a.
Wakil kelompok (Class
Representatif)
Bertindak
mengambil inisiatif sebagai penggugat mengajukan gugatan untuk dan atas nama
diri sendiri serta sekaligus untuk dan atas nama seluruh anggota kelompok yang
jumlahnya banyak.
b.
Anggota Kelompok (Class Members)
Diwakili oleh wakil kelompok tanpa memerlukan surat kuasa dari mereka, dengan
hak option out (opt out) yaitu menyatakan keluar sebagai anggota kelompok
c.
Wakil
kelompok dan anggota kelompok mengalami permasalahan yang sama
Hal
tersebut meliputi:
·
Fakta dan dasar hokum yang sama, dan
·
Tuntutan penyelesaian dang anti rugi
yang sama.
2.
Konsep
Gugatan LSM Berdasarkan Pemberian Hak oleh Undang-Undang
LSM
bertindak mengajukan gugatan bukan sebagai pihak yang mengalami kerugian nyata.
LSM berada di luar kelompok (class) yang mengalami penderitaan dan kerugian
yang ditimbulkan tergugat.
F. SYARAT FORMIL CA
Syarat
formil yang merupakan conditio sine qua
non mengajukan CA yang digariskan PERMA No. 1 tahun 2002 adalah sebagai
berikiut:
1.
Ada
Kelompok (Class)
Yang
membentuk atau membangun terwujudnya suatu kelompok atau kelas menurut hokum,
terdiri dari sekian banyak perorangan (individu).
a.
Perwakilan
kelompok (Class Representatve)
Gambara dan keberadaan serta kapasitas
wakil kelompok menurut hokum.
b.
Anggota
kelompok (Class Member)
1. Jumlah
anggota kelompok banyak (Numerous Persons)
Pasal 2 huruf a PERMA berbunyi:
Jumlah
anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidak efektif dan efisien apabila
gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam
gugatan.
2. Deskripsi
kelompok
Dalam gugatan harus jelas didefinisikan
deskripsi kelompok yang terlihat dalam GPK yang diajukan.
2.
Kesamaan
Fakta dan Dasar Hukum
Syarat
yang kedua yang digariskan dalam pasal 1 huruf a adalah kesamaan atau commonality.asas kesamaan menurut pasal
tersebut adalah kesamaan fakta atau dasar hokum.
3.
Kesamaan
Jenis Tuntutan
Syarat ini berkaitan erat dengan syarat
kesamaan fakta atau dasar hokum. Namun demikian, syarat kesamaan jenis tuntutan
secara implicit disebut dalam pasal 1 huruf b yang berbunyi:
Wakil
kelompok adalah satu orang atau lebih
yang menderita yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan sekaligus
mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.
G. FORMULASI GUGATAN
Mengenai
formulasi GPK, merujuk kepada ketentuan pasal 3 dan pasal 10 PERMA. Menurut
kalimat pertama pasal 3 dikatakan, persyaratan-persyaratan formal GPK:
·
Tetap tunduk kepada ketentuan yang
diatur dalam Hokum Acara Perdata, dalam hal ini HIR dan RBG
·
Harus memiliki ketentuan yang diatur
dalam pasal 3 PERMA. Penerapan yang seperti itu secara umum ditegaskan juga
dalam pasal 10, yang berbunyi:
Ketentuan-ketentuan
lain yang telah diatur dalam Hukum Acara Perdatatetap berlaku, disamping
ketentuan-ketentuan dalam PERMA ini.
Sehubungan
degan itu, ada dua sisi formulasi guagatan yang perlu diperhatikan agar GPK
yang diajukan tidak cacat formil.
1.
Persyaratan
Umum Berdasarkan Hokum Acara
Sebenarnya
jika diperhatikan ketentuan pasal 3 PERMA, hamper terdapat persamaan
syarat-syarat formulasi gugatan dengan yang diatur dalam HIR atau RBG.
2.
Persyaratan
Khusus Berdasarkan Pasal 3 PERMA
Seperti
yang dikatakan, di antara syarat umum yang diatur dalam Hukum Acara, ada yang
sama dengan ketentuan yang disebut pada pasal 3 PERMA. Namun demikian,
persyaratan tersebut akan disebutka satu persatu, yaitu:
a.
Identitas
lengkap dan jelas wakil kelompok
b.
Definisi
Kelompok secara Rinci dan Spesifik, walaupun Tanpa Menyebut Nama Anggota
Kelompok Satu persatu
c.
Keterangan
tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban
melakukan pemberitahuan
d.
Posita
dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok yang
teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi dikemukakan secara jelas dan rinci
e.
Penegasan
tentang beberapa bagian kelompok atau subkelompok
f.
Tuntutan
atau petitum tentang ganti rugi
H.
PROSES
PEMERIKSAAN AWAL
Mengenai proses pemerisaan GPK terdapat dua sistem.
Pertama, tahap proses pemeriksaan awal yang tunduk kepada ketentuan pasal 5
PERMA. Kedua, tahap proses pemeriksaan biasa yang tunduk kepada hukum acara
yang digariskan HIR/RBG, yang berkenaan dengan replik-duplik, pembuktian,
konklusi, dan pengucapan putusan.
1. Pengertian
dan Tujuan Proses Pemeriksaan Awal
Bertitik tolak dari Pasal 5 ayat (1)
istilah yang dipergunakan, awal proses pemeriksaan persidangan. Secara teknis
yustisial, lebih tepat disebut tahap proses pemeriksaan awal atau lazim disebut
preliminary certificate test, atau preliminary hearing.
2. Dapat
Memberi Nasihat
Pasal 5 ayat (2) mengatur kewenangan
hakim memberi nasehat kepada penggugat dan tergugat berkenaan dengan syarat-syarat
yang diatur dalam pasal 3.
3. Menerbitkan
Penetapan GPK Sah
Sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (3)
dan (4), hakim menerbitkan penetapan pengadilan, apabila telah selesai
dilakukan pemeriksaan kriteria gugatan yang diajukan. Jika hakim berpendapat :
· GPK
yang diajukan sah memenuhi syarat yang digariskan pasal 3 PERMA, Maka
pengadilan menerbitkan penetapan yang berisi diktum atau amar.
1. Menyatakan
sah gugatan GPK,
2. Memberi
izin untuk berperkara melalui proses GPK, dan
3. Selanjutnya
memerintahkan penggugat segera mengajukan usulan model pemberitahuan untuk
memperoleh persetujuan hakim.
4. Menjatuhkan
Putusan GPK Tidak Sah
Hal ini telah diatur
dalam pasal 5 ayat (5) PERMA yang menyatakan :
· Apabila
dari hasil pemeriksaan kriteria gugatan, GPK tidak sah, karena tidak memenuhi
syarat yang digariskan pasal 3, Maka pernyataan tidak sah itu, dituangkan dalam
bentuk putusan, yang berisi diktum ;
1) Menyatakan
GPK tidak sah,
2) Memerintahkan
pemeriksaan dihentikan.
Sistem proses pemeriksaan awal yang
digariskan pasal 5 tersebut, hampir sama dengan pasal 23Federal Rule Amerika Serikat yang disebut preliminary certificate test. Apabila hasil pemeriksaan kriteria CA
yang diajukan penggugat memenuhi syarat, hakim menerbitkan Sertification order.
Syarat yang paling pokok untuk menerbitkan
sertifikakat, hampir sama dengan ketentuan pasal 5 jo. Pasal 3 PERMA, yaitu :
a. There be a class
(ada kelompok)
b.
Commonality,
that the action raises question of law or fact common to the class.
c.
Class
Representative :
· Fair
(jujur),
· Adequate protection to the interest
of the class (kesungguhan membela kepentingan
kelompok).
5. Penetapan
Sah GPK Bersifat Final
Menurut pasal 5 ayat (3) PERMA,
pernyataan gugatan GPK sah dituangkan dalam bentuk penetapan pengadilan. Akan
tetapi, pasal tersebut tidak menjelaskan, apakah penetapan itu bersifat final
atau tidak, sehingga penyelesaian sengketa bisa terlambat. Tidak ada penegasan
tentang itu, dapat menimbulkan perbedaan penafsiran, sehingga penyelesaian
sengketa bias terlambat.
I.
PENYELESAIAN
MELALUI PERDAMAIAN
Penyelesaian Melalui Perdamaian diatur dalam pasal 6
PERMA yang berbunyi : hakim berkewajiban
mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian,
baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara.
Bertitik
tolak dari ketentuan pasal dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Hakim
wajib mendamaikan
Pasal ini berisikan perintah pada hakim,
wajib mendamaikan para pihak. Namun dalam praktik kewajiban itu, bersifat
performa saja. Kewajiban itu hanya tertulis saja, tetapi isinya dalam praktek
sangat berbeda.
2. Perdamaian
dituangkan dalam putusan perdamaian
Bertitik tolak dari ketentuan pasal 10
PERMA, tata cara pemeriksaan perdamaian yang diatur dalam pasal 6 tunduk kepada
pasal 130 HIR, dengan acuan sebagai berikut :
·
Para pihak menyepakati sendiri materi
perdamaian,
·
Kesempatan (agreement) dibuat dan
dirumuskan diluar persidangan tanpa campur tangan hakim.
·
Persetujuan dituangkan dalam bentuk
tertulis, dan ditandatangani para pihak
·
Selanjutnya para pihak meminta pada agar
terhadap kesempatan itu, dijatuhkan putusan perdamaian, atas permintaan itu,
hakim menjatuhkan putusan yang memuat diktum “menghukum para pihak memenuhi dan
melaksakan isi perdamaian”.
Putusan perdamaian menurut pasal 130
HIR, dianggap sama dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap :
·
Tertutup terhadapnya upaya banding dan
kasasi,
·
Langsung final dan mengikat (final and binding) kepada para pihak,
·
Langsung melekat padanya kekuatan
eksekutorial (executorial kracht)
sehingga apabila tidak dilaksanakan secara sukarela, dapat dijalankan eksekusi
melalui PN.
3. Kelemahan
pasal 6 PERMA
a. Tidak
Mengatur Unfair settlement
b. Tidak
Memberi Hak mengajukan keberatan
J.
PEMBERITAHUAN
KEPADA ANGGOTA KELOMPOK
Diatur dalam pasal 7 yang berisi ketentuan tentang
tata cara, dan tahap serta isi pemberitahuan.
1. Cara
Pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7 ayat (1) berbunyi :
Cara pemberitahuan
kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui media cetak dan/atau
elektronik, kantor-kantor pemerintahan seperti kecamatan, kelurahan atau desa,
kantor pengadilan atau secara langsung kepada anggota kelompok yang
bersangkutan sepanjang yang dapat diidentifikasi berdasarkan persetujuan hakim.
Ketentuan pasal 1 huruf e
dihubungkan dengan pasal 7 ayat (1) jo. Pasal 8 ayat (1) PERMA, dijelaskan :
a. Pemeberitahuan
dilakukan wakil kelompok
Pasal 8 ayat (1) harus
memenuhi ketentuan :
1. Pemberitahuan
dilakukan penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok,
2. Disampaikan
kepada seluruh anggota kelompok,
3. Cara
pemberitahuan yang harus ditaati menurut pasal 1 huruf e melalui berbagai cara yang mudah
dijangkau anggota kelompok.
b. Cara
Pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7
ayat (1) dengan alternatif yang dianggap efektif dan efisien yaitu :
1. Melalui
media cetak dan/atau elektronik,
2. Melalui
kantor pemerintah, seperti :
·
Kecamatan
·
Kelurahan atau
·
desa
3. secara
langsung kepada anggota kelompok yang bersangkutan dengan syarat :
·
sepanjang anggota kelompok dapat
diidentifikasi, dan
·
ada persetujuan hakim tentang itu.
2. Kewajiban
pemeberitahuan
Menurut pasal 7 ayat (2) bersifat
imperatif karena tercantum kata wajib, digantungkan pada tahap proses
pemeriksaan perkara.
a. Pada
tahap GPK dinyatakan sah
b. Pada
tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti rugi
3. Isi
pemberitahuan
Diatur dalam pasal 7
ayat (4) PERMA.
a. Nomor
gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok
serta pihak tergugat atau para tergugat.
b. Penjelasan
singkat kasus perkara
c. Penjelasan
tentang pendefinisian kelompok
d. Penjelasan
dari implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok
e. Penjelasan
tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam definisi kelompok
untuk keluar dari keanggotaan kelompok
f. Penjelasan
tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam pemberitahuan pernyataan keluar dapat
diajukan ke pengadilan
g. Penjelasan
tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan pernyataan keluar
h. Apabila
dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang tersedia bagi
penyediaan imformasi tambahan
i.
Formulir isian tentang pernyataan keluar
dari anggota kelompok sebagaimana diatur dalam lampiran PERMA
j.
Penjelasan tentang jumlah ganti rugi
yang akan diajukan.
a. Isi
pemberitahuan bersifat enumeratif atau secara rinci
b. Pemberitahuan
perlu memuat kemungkinan tergugat mengajukan gugatan rekonvensi
Dengan demikian, sejak pemberitahuan GPK
dinyatakan sah, anggota kelompok yang memperoleh imformasi yang jelas tentang
itu, dapat menentukan sikap apakah dia memilih keluar (option out) atau tetap
bertahan dengan segala resiko apapun.
K.
PERNYATAAN
KELUAR
Diatur dalam pasal 8 PERMA. Dikemukakan dalam pasal
1 huruf f mengenai pengertiannya yang berbunyi:
Pernyataan keluar adalah suatu
bentuk pernyataan tertulis yang ditanda tangani dan diajukan kepada pengadilan
dan/atau pihak penggugat, oleh anggota kelompok.
Dari
ketentuan itu dapat dikemukakan bebrapa hal penerapan pernyataan keluar dari
kelompok :
1) Bentuknya
tertulis (in writing), tidak
dibenarkan dalam bentuk lisan (oral),
2) Pernyataan
ditandatangani oleh pembuat,
3) Pernyataan
ditujukan kepada pengadilan dan/atau kepada pihak penggugat.
1. Cara
Pemberitahuan Pernyataan Keluar
Sudah dijelaskan dalam
pasal 7 ayat (4) huruf e, kemudian pasal 8 ayat (1) mengatur tata caranya :
a. Dilakukan
dalam batas waktu yang disebut dalam pengumuman,
b. Apabila
lewat dari waktu itu, pernyataan keluar tidak sah,
c. Pernyataan
dituangkan dalam bentuk formulir yang dilampirkan dalam PERMA,
d. Dapat
diisi dan ditandatangani sendiri oleh anggota kelompok atau kuasanya, dan
e. Supaya
pernyataan keluar tidak salah sasaran, harus ditujukan kepada pengadilan
dan/atau penggugat.
2. Akibat
Hukum Pernyataan Keluar
Diatur dalam pasal 8 ayat (2) yang
berbunyi :
Pihak yang telah
menyatakan diri keluar dari keanggotaan gugatan perwakilan kelompok, secara
hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan perwakilan kelompok.
3. Res
Juducata Gugatan perwakilan dengan Ne Bis In Idem
Diatur dalam pasal 1917 KUH
Perdata. Menurut asas ini, suatu perkara
yang telah putus, dan berkekuatan hukum tetap, tidak boleh dituntut dan diadili
untuk kedua kali.
L.
KEWENANGAN
HAKIM DAN ANGGOTA KELOMPOK TERHADAP KUASA HUKUM DAN WAKIL KELOMPOK
1. Hakim
harus memeriksa hubungan antara perwakilan dengan kuasa Hukum (Lawyer)
Pasal 2 huruf d, memberi kewenangan
kepada hakim untuk menganjurkan kepada wakil kelompok mengganti pengacara,
apabila merugikan dan bertentangan dengan kewajibannya membela dan melindungi
kepentingan kelompok. Hak dan kewenangan hakim memeriksa hubungan kelompok
dengan pengacara dengan ketentuan :
·
Wakil kelompok harus berbeda dengan
orang yang bertindak sebagai pengacara (tidak orang yang sama),
·
Antara wakil kelompok dengan pengacara,
tidak ada hubungan keluarga,
·
Tidak ada hubungan keuangan,
·
Pengacara bonafide, memilki kemampuan
teknis serta profesionalitas dan motivasi yang tulus membela kepentingan
kelompok.
2. Kewenangan
kelompok dan hakim mengganti Perwakilan
Dalam al ini tidak diatur dalam PERMA,
maka perlu diatur ketentuan yang memberi hak dan wewenang kepada anggota kelompok dan hakim untuk
melakukan hal-hal seperti :
a. Wakil
kelompok menghentikan (discontinue)
gugatan
Sangat beralasan untuk
mengganti wakil kelompok, apabila atas kehendak mereka sendiri menghentikan
gugatan dan tindakan itu dilakukan :
·
Tanpa campur tangan dari anggota
kelompok lain, atau
·
Tanpa persetujuan (approval) anggota kelompok atau pengadilan.
b. Menyetujui
kompromi dengan tergugat tanpa persetujuan anggota kelompok atau pengadilan
Pasal
6 PERMA mewajibkan hakim mendorong para pihak untuk menyelesaikan sengketa
melalui perdamaian berdasarkan pasal 130 HIR baik diluar, maupun dalam
dituangkan dalam bentuk putusan pengadilan.
M. PENGACARA MENGHUBUNGI SALAH
SESEORANG KORBAN
PERMA
tidak mengatur tentang sejauh mana kebolehan pengacara menghubungi salah
seorang anggota akelompok. Pada saat menghubungi, pengacara menyatakan kesediaannya
member jasa mengajukan GPK.
N. PIHAK YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS
BIAYA
Mengenai
hal ini, tidak diatur dalam PERMA. Pengaturan tetang hal ini dianggap penting,
agar anggota kelompok terhindar dari pembebanan biaya yang tidak wajar maupun
yang bersifat pemerasan dari wakil kelompok, sehubungan dengan itu, perlu
digariskan pedoman yang berkenaan dengan hal itu.
1. Wakil
kelompok yang bertanggung jawab atas biaya
2. Anggota
kelompok tidak dapat dipaksa member kontribusi biaya.
O. TERGUGAT GPK (DEFENDANT CLASS
ACTION)
hal
lain yang tidak diatur dalam PERMA, mengenai tergugat gugatan kelompok (defendant of class action). Tidak
dijelaskan siapa saja yang dapat ditarik sebagai tergugat. Kealpaan ini bias
menimbulkan permasalahan dalam praktik. Sehubungan dengan itu, dapat dipedomani
penerapan yang terdapat dalam perkembangan class action.
1. Yang
Dapat Menjadi Tergugat
Pada
dasarnya yang dapatditarik sebagai tergugat GPK merupakan kebalikan dari
penggugat gugatan perwakilan kelompok (plaintiff
class action). Tergugat GPK dapat terdiri dari:
a. Satu
atau beberapa orang yang ditunjuk untuk mempertahankan dan membela kepentingan
orang banyak, atau
b. Perwakilan
tergugat yang bertindak membela kepentingan kelompok tergugat (defendant class)
2. Kategori
Terguga Gugatan Kelompok
Berdasarkan teori dan praktik, tergugat
gugatan perwakilan kelompok (devendent
class action) dapat dibagi dua kategori, yaitu:
a. Gugatan
terhadap un incorporated association,
seperti persatuan dagang (trade union) atau
perkumpulan (club)
b. Gugatan
terhadap jumlah besar individu (a large
member of individuals)yang tidak ada ikatan sebelumnya (who have no pre-existing relationship) yang dituntut telah
melakukan beberapa kesalahan yang sama (common
same wrong).
P.
KEDUDUKAN
PERWAKILAN KELOMPOK YANG DITOLAK ANGGOTA KELOMPOK
PERMA
juga tidak mengatur kemungkinan terjadinya penolakan atau penyangkalan (repudiation), terhadap wakil kelompok
sehingga hal ini merupakan kekosongan hokum di masa dating.
1. Sesuai
pasal 4 PERMA, tidak disyaratkan kuasa khusus
Untuk mewakili kepentingan hokum
anggota kelompok, wakil kelompok tidak disyaratkan memperoleh surat kuasa
khusus dari anggota kelompok.
2. Akibat
Hokum Atas Penolakan Atau Penyangkalan Anggota Kelompok
Tanpa
mengurangi ketulusan dan pengorbanan wakil kelompok mengajukan gugatan untuk
kepentingan seluruh anggota kelompok. Dapat juga terjadi kemungkinan tindakan
atau gugatan bertentangan dengan kehendak dari sebagian besar anggota kelompok.
Q.
PENGUASA
DAPAT DITARIK SEBAGAI TERGUGAT GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK
Apabila
penguasa atau pemerintah bertindak melanggar hokum (breachof law) atau sengaja maupun lalai melaksanakan kewajiban
hokum dengan hati-hati (duty care), dan
ternyata tindakan pelanggaran atau kekuranghati-hatian tersebut menimbulkan
bencana atau kesengsaraan maupun terjadinya perampasan atau pelanggaran hak-hak
politik dan budaya kelompok tertentu yang besar jumlahnya, cukup beralasan
untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok kepada penguasa atau pemerintah
yang bersangkutan.
R.
DUPLIKASI
PENGAJUAN GPK
Apabila
suatu kasus menimbulkan akibat yang sangat luas menimpa kelompok yang besar
jumlahnya dan anggota kelompoknya tersebar di berbagai daerah dan kota, dapat
terjadi pengajuan GPK secara local dan serentak di beberapa Pengadilan Negeri
(PN).
S.
PUTUSAN
PENGADILAN
Putusan yang dapat dijatuhkan pengadilan
dalam mengadili perkara sangat bervariasi:
·
Bias menolak seluruh gugatan,
·
Dapat juga mengabulkan gugatan sebagian
atau seluruhnya, atau
·
Dapat juga menyatakan gugatan tidak
dapat diterima
T.
PENDISTRIBUSIAN
GANTI RUGI
Akhir
proses GPK adalah tahap pendistribusian ganti rugi kepada anggota kelompok,
apabila pengadilan mengabulkan gugatan. Langkah dan tindakan yang perlu diambil
wakil kelompok memenuhi kewajiban itu adalah sebagai berikut:
1.
Pendistribusian Diawali Dengan
Pemberitahuan
Wakil
kelompok menyampaikan pemberitahuan atas pengabulan tuntutan ganti rugi kepada
seluruh anggota kelompok dengan cara mekanisme yang dituntutkan dalam putusan
melalui media atau perangkat yang ditentukan dalam pasal 7 ayat (1) PERMA.
Dalam
putusan, pengadilan dapat mengabulkan cara pendistribusian dilakukan oleh tim
yang terdiri dari penggugat, tergugat, dan PN. Jika demikian halnya,
pemberitahuan menjelaskan hal itu kepada anggota kelompok.
2. Distriusi
Dapat Diberikan dengan Beberapa Cara
a. Diberikan
langsung kepada masing-masing anggota kelompok dengan syarat yang bersangkutan membuktikan
dirinya sebagai anggota kelompok yang ikut mengalami kerugian,
b. Dapat
juga melalui subkelompok (jika ada) tanpa mengurangi keharusan membuktikan
sebagai korban dari peristiwa yang diperkarakan.
3. Anggota
yang Tidak Mau Menerima Ganti Rugi
Anggota
yang telah opt out pada tenggang
waktu yang ditentukan, tidak berhak mendapat ganti rugi. Tidak menjadi soal
apakah opt out itu dilakukan pada
tahap pemberitahuan sahnya GPK atau pada tahap pemberitahuan putusan.
4.
Pembagian Sisa Ganti Rugi Berdasarkan Cy Press Doctrine
Meskipun
kecil sekali kemungkinan terdapat sisa pembagian ganti rugi, namun hal itu
perlu disinggung. Nyatanya hal itu tidak diatur dalam PERMA, sehingga apabila
dalam kenyataan terjadi peristiwa yang demikian, belum ada pedoman dalam
penyelesaiannya.
Ada
baiknya sebagai bahan orientasi dikemukakan ketentuan yang diatur di Amerika
Serikat yang menggariskan:
Jika
terdapat sisa ganti rugi setelah dibagikan kepada seluruh anggota kelompok,
sisia tersebut diberikan kepada yayasan social atau badan lain yang sejalan
degan tujuan GPK yang diajukan.
Cara
pemanfaatan sisa ganti rugi yang demikian didasarkan pada cy press doctrine yang bermakna, persetujuan antara penghibah
dengan penerima hibah, bahwa hartanya akan dipergunakan sebagai dana untuk
maksud-maksud kepentingan social.
No comments:
Post a Comment